Berita Terkini Nasional

Komdigi Blokir Enam Grup Facebook Termasuk Grup 'Fantasi Sedarah' yang Meresahkan Masyarakat

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan pemutusan akses atau memblokir enam grup Facebook, termasuk grup 'Fantasi Sedarah'.

Editor: Teguh Prasetyo
Tribunnews
FANTASI SEDARAH - Ilustrasi saat Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni buka suara soal beredarnya ada sebuah grup sosial media Facebook bernama 'Fantasi Sedarah' yang belakangan ini ramai menuai penolakan dan kritik keras dari publik. Terbaru Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melakukan pemutusan akses atau memblokir enam grup Facebook, termasuk grup 'Fantasi Sedarah'. 

Meski begitu, Roberto memastikan pihaknya tetap melakukan penyelidikan sambil berkoordinasi dengan pihak instansi terkait.

"Ini kami intensif berkoordinasi dengan Meta dan Komdigi," ungkapnya.

Terpisah, Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Titi Eko Rahayu meminta Polri mengusut tuntas kasus tersebut.

Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri terkait kasus ini.

Titi mengayakan grup tersebut mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat.

"Kami berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut. Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang," ujar Titi dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).

Titi menilai diskusi di antara anggota grup tersebut telah memenuhi unsur tindak kriminal. Para anggota diduga menyebarkan konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau eksploitasi seksual.

Titi mengatakan, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurutnya, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.

(tribun network/dns/abd/den/riz/dod)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved