Berita Lampung

6 Tahun Mandek, Pengacara Pertanyakan Kelanjutan Kasus Tanah 29 Hektare di Lampung Selatan

Pengacara Wilson Colling, kuasa hukum dari Sari Mewati Djoenaidi mempertanyakan kelanjutkan kasus tanah seluas 29 hektare di Lampung Selatan.

|
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
KASUS TANAH DI LAMPUNG SELATAN - Pengacara Wilson Colling saat diwawancarai, Jumat (20/6/2025). Pihaknya mempertanyakan kejelasan kasus tanah 29 hektare di Lampung Selatan. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pengacara Wilson Colling, kuasa hukum dari Sari Mewati Djoenaidi mempertanyakan kelanjutkan kasus tanah seluas 29 hektare di Kabupaten Lampung Selatan, kepada Polda Lampung. 

Wilson Colling mengatakan, pihaknya datang ke Polda Lampung untuk mempertanyakan perkara tersebut yang selama 6 tahun mandek.

"Jadi agenda kami datang ke Polda Lampung untuk mempertanyakan laporan kami sejak 2019 sampai sekarang ini belum ada kejelasan kepastian hukumnya," kata Wilson Colling, saat diwawancarai Tribun Lampung di Bandar Lampung, Jumat (20/6/2025). 

Pihaknya sampai datang kembali ke Polda Lampung untuk mempertanyakan sejauh mana kasus terkait tanah tersebut.

"Jadi rangkaian kasus ini panjang, kami telah mengadukan hingga ke Mabes Polri, Kadiv Propam dan Wasidik," ujarnya.

Diteruskannya, atas laporan itu banyak yang menjadi korban demosi, karena tidak profesionalnya dalam penanganan perkara tersebut. 

"Saya pikir unit harda sangat profesional kalau berhubungan dengan kami, kenapa kasus ini terkait objek tanah yang sama dua surat yang berbeda tidak ada kejelasannya," terang Wilson. 

Ia mengatakan, kliennya memiliki akte jual beli (AJB) dan surat milik terlapor saat ini ada 12.

"Kalau untuk pembuktian mudah karena ini masih tanah adat, berikan saja permohonan pihak lurah atau kepala desa serta camat, akta jual beli dan SKJB (surat keterangan jual beli) ini tercatat atau tidak," kata Wilson. 

Ia mengatakan, pihaknya telah melapor pengaduan tersebut dengan surat menyurat.

"Kami pengacara sebenarnya tidak mau menjustifikasi pihak penyidik karena mereka mitra. Tapi klien kami ini untuk mendapatkan kepastian hukum. Kasus yang dilaporkan kasus tanah, masalah sengketa kakak beradik, adiknya sudah meninggal dunia dan yang kena pewaris dilaporkan atas nama AN," ungkapnya.

Ia mengatakan, pada laporan pertama telah memberikan keterangan, namun mengapa kenapa kasus ini tidak naik atau lanjut.

Pihak terlapor tidak memberikan bukti hasil tersebut, tapi saat dipanggil BAP mengatakan bukti asli ditangannya.

"Sampai dinaikan kasus tersangka, bukti asli ditangannya tapi tidak memberikan karena takut hilang dan hanya diberikan pada saat di peradilan," kata Wilson. 

Dikatakannya, ketika saat dilimpahkan menjadi tersangka dan BAP tersebut berubah, bukti asli dilimpahkan kepada orang yang meninggal dunia. 

"Makanya ini menjadi kasus tersebut tidak berjalan, bolak-balik menjadi P19 karena bukti hasil tidak ada. 
Kasus ini sejak 2019 sampai saat ini sudah 6 tahun belum ada kejelasannya," ujar Wilson. 

Ia mengatakan, kasus tanah ini pertama yang dipegang oleh Marwan dengan objek tanah yang sama dan keluar dua surat yang berbeda.

"Punya kita akta jual beli, lawan kita surat keterangan jual beli (skjb) tanah dengan luas sekitar 39 hektar di Lampung Selatan," kata Wilson.

"Dulu tercatat di kantor camat dulu PPAT pada 24 Agustus 1991, punya mereka SKJB ada 12 tapi tidak tercatat di kantor lurah," terusnya.

"Ini sengketanya kakak beradik, karena Darmawan punya ibu dengan yang punya kakak beradik, dahulu S inI tinggal di sini dan ibu tinggal di Jakarta," kata Wilson. 

Uang dikasih untuk membeli tanah, jadi akte jual beli belum sempat diambil.

"S adiknya dan kami menduga ketika belum diambil maka dipecahkan hingga 12 SKJB," kata Wilson. 

Pada 2019 sempat di SP3 oleh Polda Lampung, lalu di prapid oleh klein dan menang, perkara ini harus dibuka kembali. 

Setelah dibuka kembali tidak naik dan kami masuk dengan bersurat ke Mabes Polri, Kadiv Propam, Wasidik, Kejagung hingga Kejaksaan dengan dugaan kesalahan penyidik. 

"Penyidik dituntut untuk menghadirkan surat yang asli, sebagai terlapor AN pada BAP surat asli katanya digadaikan oleh suami S yang sudah meninggal dituduhkan kepada orang meninggal," ucapnya. 

BAP ini dirubah oleh tersangka, pihaknya menyoroti profesional penyidik karena 6 tahun tidak ada kabar dari polisi. 

"Kalau penyidik bilang harus ada surat resmi, kata jaksa minta harus ditetapkan dulu terkait alas haknya. Surat kita yang asli ada di AN," kata Wilson.

Pihaknya mau buat sertifikat tanah, dengan alasan surat ini hilang dan hanya copy, hanya buat surat kehilangan dan dokumen ini rupanya tercatat. 

"Ketika kita masukan sertifikat mereka blokir kita dan catatan di tangan S, suami dari AN dan dilimpahkan kepada yang meninggal," kata Wilson. 

S kakak beradik dengan kliennya, ada 4 bidang diubah menjadi 12 bidang SKJB oleh AN. 

"Ketika tanah sudah dibeli, suratnya dipegang, kakak di Jakarta, suatu ketika mau ditingkatkan sertifikat dan adiknya bilang hilang," kata Wilson. 

Pihaknya mengindikasikan ada mafia tanah dalam perkara tersebut. 

Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun mengatakan, pihaknya membenarkan adanya laporan dari masyarakat kepada Polda Lampung. 

Polisi menindaklanjutinya semua laporan yang ditujukan kepada pihak berwajib. 

"Peristiwa tersebut akan ditindaklanjuti dan polisi akan transparan setiap apa yang dilaporkan oleh masyarakat," kata Kombes Pol Yuni.

(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved