Berita Terkini Nasional

Alasan Gubernur Bobby Nasution Diduga Tahu Persekongkolan Kadis PUPR Sumut

Menurut ICW, Bobby Nasution ikut meninjau jalan yang rencananya akan dibangun melalui proses pengadaan.

Editor: taryono
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
DUGAAN ICW - Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting bersama empat tersangka lainnya mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025). Mereka terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut. Alasan Gubernur Bobby Nasution Diduga Tahu Persekongkolan Kadis PUPR Sumut 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mengetahui persekongkolan yang dilakukan Kadis PUPR Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan jalan di Sumut.

Saat ini, Topan Obaja Putra Ginting telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah, berdasarkan penelusuran melalui sumber terbuka pada 27 Juni–3 Juli 2025, Bobby Nasution ikut meninjau jalan yang rencananya akan dibangun melalui proses pengadaan.

Oleh sebab itu, Wana menyebut, Bobby Nasution diduga mengetahui adanya proyek yang akan dilaksanakan pada lokasi tersebut.

"Dengan terlibatnya Bobby Nasution meninjau jalan, maka patut diduga ia mengetahui adanya proyek yang akan dilaksanakan pada lokasi tersebut dan berpotensi mengetahui persekongkolan yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera utara,” kata Wana dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).

Pada 27 Juni 2025 lalu, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Topan Obaja Putra Ginting. 

Topan ditangkap oleh KPK karena diduga mengatur proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan di lingkungan Dinas PUPR dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumatera Utara dengan nilai proyek sekira Rp231 miliar. 

Ia ditangkap bersama empat orang lainnya, yakni Rasuli Efendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut), Heliyanto (Satker PJN Wilayah I Sumut), M Akhirun Efendi Siregar (Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup), dan M Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT Rona Na Mora).

ICW menyebut pengaturan proyek yang dilakukan oleh para tersangka dengan menggunakan e-katalog untuk memenangkan penyedia yang terlibat. 

Wana mengatakan, terbongkarnya kasus korupsi pembangunan dan pemeliharaan jalan di Sumut membuktikan bahwa platform katalog elektronik tidak serta-merta menutup celah korupsi dalam proyek pemerintah. 

Alih-alih menjadi alat pencegah korupsi, sistem digital justru kerap dijadikan kedok “legal” untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan oknum pelaku pengadaan.

Berdasarkan hasil pemantauan ICW, sepanjang tahun 2019 hingga 2023 tercatat sebanyak 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan publik, melibatkan 2.896 tersangka, dengan estimasi kerugian keuangan negara mencapai Rp47,18 triliun.

"Sejak 2023 ICW telah mengidentifikasi delapan potensi kecurangan dalam metode e-purchasing pada proses pengadaan publik. Salah satu modusnya yakni adanya persekongkolan antara penyedia dengan pejabat pengadaan untuk pengaturan proyek. Kasus korupsi di Dinas PUPR Sumatera Utara membuktikan bahwa modus tersebut patut dilakukan oleh para pihak,” kata Wana.

Sementara itu, hasil riset Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) tentang Tren Penindakan Kasus Korupsi tahun 2024 menunjukan bahwa Sumatera Utara menduduki peringkat 1 se-Indonesia, dengan 153 register perkara dan total kerugian mencapai Rp1,05 Triliun.

Dari data tersebut memperlihatkan terdapat permasalahan korupsi yang harus diselesaikan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved