Berita Lampung

Kadin Lampung Tawarkan Solusi Atasi Polemik Tata Niaga Singkong

Di tengah krisis harga dan potongan sepihak yang dialami petani singkong, Kadin Lampung menawarkan perspektif solusi.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
POLEMIK TATA NIAGA SINGKONG - Suasana diskusi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Lampung bersama Aliansi Masyarakat Peduli Petani Singkong Indonesia (AMPPSI) Lampung membahas tata niaga singkong. Senin (21/7/2025). Kadin Lampung tawarkan solusi atasi polemik tata niaga singkong. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Polemik tata niaga singkong di Provinsi Lampung masih menjadi permasalahan yang belum menemui titik terang bagi petani.

Di tengah krisis harga dan potongan sepihak yang dialami petani singkong, Kadin Lampung menawarkan perspektif solusi melalui kehadiran investor baru dan penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat. 

Wacana ini muncul dalam diskusi Kadin Lampung bersama Aliansi Masyarakat Peduli Petani Singkong Indonesia (AMPPSI) Lampung dan perwakilan mahasiswa, Senin (21/7/2025).

Wakil Ketua Umum Kadin Lampung Romi, mengemukakan ide tersebut sebagai salah satu jalan keluar dari kisruh tata niaga singkong yang telah lama dikeluhkan petani.

"Sebenarnya kalau pemerintah mendatangkan investor baru di bidang pertanian khususnya singkong, maka akan ada potensi persaingan yang sehat antar pengusaha. Sehingga ini juga akan berdampak positif terhadap petani," ujar Romi. 

Ia percaya bahwa dengan adanya pemain baru, monopoli pasar dapat terpecah, dan petani memiliki lebih banyak pilihan pembeli.

Hal Ini diungkapkan Romi menanggapi desakan para petani singkong yang disampaikan oleh Ketua AMPPSI Lampung, Maradoni, terkait regulasi yang jelas dan penghentian impor singkong

Di mana, Maradoni mengungkapkan keluhannya lantaran karena harga singkong yang ditetapkan Rp 1.350 per kilogram dengan rafaksi 15 persen tak dipatuhi perusahaan.

Mirisnya, Maradoni mengungkapkan bahwa praktik potongan yang diterapkan perusahaan di lapangan mencapai 20-55 persen, membuat harga jual riil petani hanya sekitar Rp 600 per kilogram.

"Kalau kami dipotong 30 persen, dengan panen 27 ton, saya rugi, apalagi kalau di atas 35 persen," keluh Maradoni.

Ia juga menyoroti keabsahan alat pengukur kadar aci yang disebutnya kontroversial karena tidak bersertifikasi.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Lampung, Ardiansyah, menuturkan bahwa impor singkong adalah penyebab utama anjloknya harga. 

Ia juga menyoroti data luasan lahan dan produksi singkong yang carut marut dan adanya mafia singkong yang menguasai pasar. 

"Mafia singkong ini dia yang punya perusahaan, dia pelaku impor, dia juga pelaku ekspor," sebuah praktik yang merugikan petani lokal.

Ardiansyah mendukung gagasan pembentukan lembaga independen untuk mengukur kadar aci dan mendesak pemerintah agar menjadikan singkong sebagai komoditas pangan strategis dengan penetapan harga nasional.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa selain regulasi dan pengawasan, mendorong investasi yang sehat dapat menciptakan ekosistem bisnis yang lebih adil bagi petani singkong.

Dalam upaya menindaklanjuti hasil diskusi ini, Romi menyatakan bahwa Kadin Lampung akan beraudiensi dengan Kadin Pusat pada Agustus mendatang untuk membahas tata niaga singkong.

(Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved