Beras Premium Oplosan

Terkait Isu Beras Oplosan, Perpadi Minta Masyarakat Lampung Tidak Resah

Masyarakat, terutama di Lampung, diminta untuk tak resah dan gaduh terkait isu beras premium oplosan yang beredar di pasaran.

|
Penulis: Riyo Pratama | Editor: Noval Andriansyah
Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama
MINTA TAK RESAH - Ketua Perpadi Lampung, Midi Iswanto, saat diwawancarai beberapa waktu lalu. Midi meminta masyarakat, terutama di Lampung, untuk tak resah dan gaduh terkait isu beras premium oplosan yang beredar di pasaran. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Masyarakat, terutama di Lampung, diminta untuk tak resah dan gaduh terkait isu beras premium oplosan yang beredar di pasaran.

Hal tersebut disampaikan Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Provinsi Lampung, Midi Iswanto.

Hal ini menyusul langkah pemerintah bersama Satgas Pangan yang melakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium terhadap sejumlah beras premium di pasaran.

"Oplosan ini kalimat yang seolah-olah sangat buruk. Mungkin lebih tepatnya istilah campuran," ujar Midi kepada Tribunlampung.co.id, Sabtu (26/7/2025).

Midi menjelaskan, dugaan oplosan yang muncul dari hasil uji laboratorium kemungkinan terjadi karena kualitas beras yang sudah disimpan lama atau kerusakan saat proses bongkar muat.

“Tapi yang jelas saya pastikan, kalau dari pabrik mungkin tidak ada beras oplosan. Hanya saja mungkin ada campuran karena jika beras sudah disimpan 5–6 bulan, mutunya menurun. Jadi yang rusak diganti, lalu dicampur dengan yang baru,” jelasnya.

Menurutnya, Perpadi secara tegas melarang praktik mencampur beras premium dengan kualitas medium atau lebih rendah.

Ia juga menambahkan, kualitas beras yang diuji laboratorium bisa saja menurun akibat faktor kualitas bibit gabah.

"Bibit gabah ini beda-beda. Ada yang super dari tanam hingga panen bagus, tapi ada juga yang bibitnya bagus, namun saat panen kurang baik karena faktor lahan, kekurangan air, dan lainnya," terangnya.

Menanggapi penarikan produk beras dari sejumlah gerai ritel modern, Midi menyebut, hal itu terjadi karena pelaku usaha khawatir adanya temuan laboratorium, mengingat beras yang dipasarkan telah disimpan dalam waktu cukup lama.

"Kalau disimpan lama, tentu mutunya berubah meskipun awalnya kategori premium. Tapi kalau yang diuji itu beras baru dari pabrik, saya yakin tidak akan ada temuan seperti itu," tegasnya.

Soal naiknya harga beras di pasaran, Midi menilai hal itu berkaitan erat dengan tingginya harga gabah.

Menurutnya, kondisi ini membuat pelaku usaha penggilingan kesulitan meraih keuntungan.

"Kalau harga padi sudah tinggi, sementara harga beras premium hanya Rp12 ribu, itu tidak ketemu. Bahkan bisa-bisa pabrik tidak dapat untung. Dengan harga gabah premium dan harga jual beras Rp14.900, margin keuntungannya juga sangat tipis," urainya.

Midi menambahkan, faktor lain yang memengaruhi harga beras adalah produksi global yang menurun.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved