Berita Lampung

Respons Manajemen RSUDAM Lampung Usai Oknum Dokter Dipolisikan 

Manajemen Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Lampung menyerahkan proses hukum terkait pelaporan terhadap dokter berinisial BR

Editor: soni yuntavia
Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
LAPOR KE POLDA - Supriyanto (dua dari kiri), kuasa hukum korban, mendampingi Sandi Saputra (dua dari kanan) dan Nida Usyofi (kanan), saat diwawancarai awak media di Polda Lampung, Senin (25/8/2025). Mereka melaporkan oknum dokter atas kematian bayi berusia 2 bulan di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Manajemen Rumah Sakit Abdul Moeloek (RSAM) Lampung menyerahkan proses hukum terkait pelaporan terhadap dokter berinisial BR, yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap keluarga pasien.

Dokter ASN tersebut dituduh meminta uang Rp 8 juta dengan alasan untuk membeli alat medis kebutuhan operasi.

Direktur Utama RSUDAM Lampung, dr Imam Ghazali mengungkapkan, pelaporan tersebut merupakan hak dari pihak keluarga pasien.

"Yang jelas, itu adalah hak dari pihak keluarga. Saya selaku pimpinan yang bersangkutan menghormati hal tersebut," ujar Imam saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (27/8) pagi.

Imam menambahkan, pihak rumah sakit telah menyerahkan sepenuhnya permasalahan hukum ini kepada kepolisian.

"Kita serahkan sepenuhnya ke APH (aparat penegak hukum)," kata dia.

Sebelumnya, dokter berinisial BR dilaporkan ke kepolisian oleh keluarga pasien yang terdaftar di BPJS yakni pasangan Sandi Saputra (27) dan Usofie (23), warga Lampung Selatan.

Mereka merasa dirugikan akibat pungutan yang dilakukan dokter tersebut untuk operasi putri mereka, Alesha (6 bulan).

“Ada dua hal yang kita laporkan terkait fakta hukumnya,” kata Supriyanto, perwakilan keluarga pasien, Senin (25/8/2025).

Ia menjelaskan, laporan tersebut mencakup dugaan tindak pidana penggelapan dan pungutan liar yang dilakukan oleh dokter BR.

Kasus ini kini tengah ditangani pihak kepolisian untuk proses penyelidikan lebih lanjut.

"Ada dugaan tindak pidana pasal 372 KUHPidana dan 363 KUHPidana," ujar Supriyanto.

Selain itu, terus Supriyanto, pihaknya melaporkan tindakan sang dokter yang diduga merayu korban untuk membeli alat medis seharga Rp 8 juta.

"Kami melaporkan juga kepada Ditreskrimsus terkait tindak pidana khusus, yakni korupsi," tutur dia lagi.

Menurut dia, meskipun nilainya tidak banyak, yang bersangkutan adalah ASN yang patut diduga telah melakukan pelanggaran pasal 12 huruf E.

"Barang bukti tentu dasar membuat laporan, yakni terkait soal bujuk rayu dengan opsi pembelian alat yang kemudian diketahui faktanya adalah ter-cover di BPJS," jelas Supriyanto.

"Ada bukti transfer korban ke rekening pribadi dokter BR. Ada juga upaya untuk bagaimana membeli alat yang dimaksud," kata Supriyanto.

Supriyanto menerangkan, dokter menawarkan dua opsi operasi terhadap korban.

Pertama, operasi pemotongan usus yang harus dilakukan beberapa kali.

Opsi kedua, yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan, menggunakan alat medis yang bisa mempermudah operasi menjadi satu kali tindakan.

Sandi pun memilih opsi kedua.

Ia bahkan telah membayar Rp 8 juta yang ditransfer ke rekening pribadi si dokter demi kesembuhan putrinya.

"Bayi tersebut mengalami kelainan usus sehingga harus diambil tindakan pemotongan usus, maka diperlukan operasi," beber Supriyanto. (tribun network/byu)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved