TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Saat rumah dinas milik PT KAI di Jalan Manggis No 86A, Pasir Gintung, Bandar Lampung dirobohkan, Wiwik Utami langsung terkenang akan jasa ayahnya untuk PT KAI Tanjungkarang.
Pada saat yang sama, Wiwik heran karena tidak ada apresiasi serupa dari PT KAI.
"Saya jadi ingat jasa ayah saya ke KAI, masak KAI enggak sih?!" ujar Wiwik, Kamis (27/2/2020).
Wiwik mengatakan, kekecewaannya karena sebelum penertiban rumah dinas pihak keluarganya tidak mendapatkan imbauan terlebih dahulu.
"Saya kecewa, masak ga ada SP1 (surat peringatan) dan SP2 dahulu, yang kami terima langsung SP3," ujarnya.
• BREAKING NEWS PT KAI Robohkan Rumah Dinas di Pasir Gintung
• Lakalantas di Tol Lampung, 2 Truk Gencet Pikap hingga Remuk, 2 Orang Tewas di Lokasi
• Ini Alasan PT KAI Robohkan Rumah Dinas di Pasir Gintung
• Bocah SD yang Nangis karena Disetop Polisi Bawa Motor Tak Diberi Surat Tilang
Lebih lanjut, Wiwik menyesalkan eksekusi rumah hasil usahanya yang ia bangun tepat di belakang rumah dinas tersebut.
"Rumah yang di belakang itu kami (keluarga) yang membangun, masak dirobohkan juga?" katanya.
Manajer Humas Drive IV, Sapto Hartoyo mengaku sudah memberikan peringatan beberapa kali.
Tetapi, tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan, sehingga eksekusi yang dilakukan menjadi jalan akhir KAI untuk menertibkan rumah dinas tersebut.
"PT KAI sebelum melakukan penertiban sudah melakukan beberapa proses seperti melayangkan surat peringatan pertama hingga ketiga," jelasnya.
Klaim Rugi Ratusan Juta
Terhitung sudah lima tahun keluarga Wiwik Utami tidak membayarkan sewa atas Rumah Dinas kepada PT KAI Drive IV Tanjungkarang.
Dalam kurun waktu tersebut PT KAI Drive IV Tanjungkarang sebut potensi pendapatan persewaan atas Rumah Dinas tersebut menembus angka Rp 113 Juta.
"Seharusnya pemasukan yang kita terima selama Rumah Dinas ini dihuni sebanyak Rp 113 Juta," ujar Manajer Humas Drive IV, Sapto Hartoyo kepada Tribunlampung.co.id, Kamis (27/2/2020).
Hunian yang terletak di Jalan Manggis No 86A, Pasir Gintung, Bandar Lampung tersebut diketahui ditempati secara ilegal sejak Tahun 2015.