Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Syahbudin Minta Fee di Muka, Ansyori Sabak Setor Duit Rp 2,5 Miliar

Penulis: hanif mustafa
Editor: Daniel Tri Hardanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah saksi memberikan keterangan dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (15/4/2020).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin kerap meminta pembayaran fee proyek di muka.

Seperti yang dialami rekanan bernama Ansyori Sabak.

Tiga tahun beruntun mendapatkan proyek, Ansyori menyetorkan fee senilai total Rp 2,5 miliar.

Hal ini diungkapkan Ansyori Sabak saat menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (15/4/2020).

Manfaatkan Jabatan Istri, Syahbudin Terima Duit Ratusan Juta dari Candra Safari

Setor Fee Rp 1,5 Miliar, Hanizar Habim Bantah Kakaknya Terlibat

Syahbudin Terima Setoran Fee Proyek Miliaran lewat Taufik Hidayat

BREAKING NEWS Sidang Online Dugaan Suap Fee Proyek Lampura Hanya Dihadiri 5 Orang Saksi 

"Awalnya saya sempat mendatangi Agung (Ilmu Mangkunegara) karena masih kerabat. Namun Agung menyampaikan jika terkait proyek mutlak urusan kepala dinas," katanya.

Lalu Ansyori pun menghubungi Syahbudin.

"Saat bertemu, Syahbudin menyampaikan kalau mau proyek harus setor uang dan di muka. Disampaikan 20 persen di depan. Ini untuk pembangunan jalan dan jembatan," kata Ansyori.

Ansyori mengaku sempat keberatan dengan syarat tersebut.

"Akhirnya 2015 saya mendapat proyek senilai Rp 2 miliar. Setor dulu Rp 400 juta diserahkan ke Syahbudin. Dan yang mengerjakan Eeng (Hendra Wijaya Saleh)," terangnya.

Setahun berselang, Ansyori kembali mendapat proyek dengan membayar fee Rp 600 juta.

"Saya lupa nilai pagunya," ujarnya.

Pada tahun 2017, saya Ansyori dapat proyek lagi senilai Rp 7 miliar lebih.

"Tahun 2017 setor Rp 1,4 miliar untuk nilai pagu Rp 7 sekian miliar. Dalam tiga tahap," tegasnya.

Hanizar Habim Bantah Kakaknya Terlibat

Hanizar Habim membantah kakaknya, Nurdin Habim, ada kaitannya dengan suap fee proyek di Lampung Utara.

Nurdin Habim saat ini tercatat sebagai anggota DPRD Lampung Utara.

JPU KPK Taufiq Ibnugroho pun mencecar saksi Hanizar Habim selaku rekanan.

Bahkan saksi Hanizar sempat menegaskan bahwa waktu dimintai keterangan oleh penyidik, poin tersebut sudah dikomplain.

"Benar komplain?" tanya Taufiq dalam sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Rabu (15/4/2020).

"Benar, waktu itu sudah sore. Jadi saya biar biarkan saja, terserah. Tapi saya sempat komplain," jawab Hanizar.

Ketua majelis hakim Efiyanto pun menanyakan pernyataan saksi tersebut.

"Benar tidak ada komplain pada penyidik?" tanya Efiyanto.

"Nanti penyidik datang ke sini bawa rekaman dan Anda mau jadi saksi palsu. Diinget-inget dulu. Tahu ancamannya (saksi palsu) tiga tahun minimal, maksimal 14 tahun? Saudara ingat-ingat. Jangan bantu siapa-siapa," imbuh Efiyanto.

Namun, saksi Hanizar bersikukuh pada pernyataannya bahwa ia sempat komplain terkait poin dalam BAP.

"Saya ingatkan ada konsekuensi hukum jika memberi keterangan tidak benar. Kami sudah memeriksa lainnya. Kami sudah memeriksa saksi Fria dan Dwiko," sebut JPU Taufiq.

"Jadi saya pelaksana direkturnya dan saya pemilik pekerjaan. Saya memang adik kandung Pak Nurdin," kata Hanizar.

"Baik, kami akan lakukan konfrontasi dengan penyidik atas izin Yang Mulia," sebut Taufiq.

Seusai perdebatan tersebut, Hanizar mengakui jika ia telah menyetorkan fee Rp 1,5 miliar pada tahun 2017 untuk tujuh item pekerjaan senilai Rp 7,4 miliar.

"Waktu itu Syahbudin memerintahkan Fria dan Dwiko Susilo menemui saya di rumah kakak saya (Nurdin Habim) dan saya menyerahkannya di teras rumah. Jadi Pak Fria mengunjungi saya," kata Hanizar.

Hanizar membantah penyerahan uang tersebut disaksikan oleh kakaknya, Nurdin Habim.

"Saya serahkan ke Fria. Waktu itu saya sempat pulang dulu ambil uangnya," tandasnya.

Kadis PUPR Lampung Utara Syahbudin menerima setoran uang fee proyek yang nilainya miliaran rupiah melalui Taufik Hidayat.

Hal itu dikatakan saksi Andi Idrus dalam persidangan kasus dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Rabu (15/4/2020).

"Saat bertemu Taufik. disampaikan ada fee setiap proyek yang harus disetorkan. Yang mana Pak Taufik menyampaikan harus menyetor 20 persen. Yang mana disampaikan setoran itu untuk Syahbudin," kata Andi.

Andi mengaku mendapatkan paket proyek senilai Rp 1,5 miliar pada tahun 2015.

Fee sebesar Rp 350 juta disetorkan Andi pada Januari 2016.

"Fee Rp 350 juta diserahkan ke Taufik untuk disampaikan ke Syahbudin. Itu saya serahkan ke rumah kontrakan Pak Taufik," tuturnya.

Pada tahun 2016, Andi kembali mendapatkan tiga proyek senilai Rp 2 miliar.

"Itu dibagi empat orang. Saya Rp 1 miliar, jadi saya setor 200 juta. Ali setor Rp 100 juta, Ayi setor Rp 50 juta, Eka setor Rp 50 juta. Total Rp 400 juta yang disetor ke Pak Taufik untuk diserahkan ke Pak Syahbudin. Itu pada bulan September 2016 di Rumah Makan Surabaya depan Ramayana Kobum (Kotabumi)," beber Andi.

Andi pada tahun 2017 juga mendapatkan paket proyek sebesar Rp 2 miliar.

"Total fee-nya Rp 400 juta. Ini gabungan ada Ayi, Doy, dan Roni. Saya Rp 280 juta. Lainnya Rp 40 juta. Saya serahkan ke Taufik untuk disampaikan ke Syahbudin di SPBU," tandasnya.

Jadi Relawan

Kenal saat jadi relawan pemenangan, pengusaha kontraktor dapat jatah pekerjaan.

Suhaimi, kontraktor CV Mitra Abadi, dalam kesaksiannya mengatakan, proyek di Lampung Utara didapatnya setelah mengharap pekerjaan dari Taufik Hidayat.

Kata Suhaimi, Taufik merupakan tim sukses pemenangan Agung Ilmu Mangkunegara pada Pilkada Lampung Utara 2014.

"Setelah Taufik menawarkan pekerjaan, katanya dia akan lapor dulu ke Akbar Tandaniria (adik Agung)," kata Suhaimi.

Setelah itu. ia kembali dihubungi oleh Taufik Hidayat dengan menawarkan dua pekerjaan sub dan pekerjaan pribadi.

"Paket sub ini milik Pak Akbar yang kami kerjakan," katanya.

"Pekerjaan sub diminta kewajiban 30 persen dan pribadi diminta 20 persen penyerahan setelah pekerjaan selesai," bebernya.

Suhaimi menjelaskan, pada tahun 2015 ia mendapatkan tiga proyek pribadi senilai Rp 1 miliar.

"Paket sub sebesar Rp 2 milar, pemenang diumumkan Juni 2015. Lalu menyerahkan fee pada September 2015 langsung ke Pak Taufik. Untuk fee pekerjaan sub sebesar Rp 600 dan yang pribadi Rp 400 juta. Menyerahkan berbarengan. Jadi total Rp 1 miliar," katanya.

Pada 2016 ia kembali mendapatkan paket proyek.

Proyek sub sebesar Rp 5 miliar dan pribadi Rp 1 miliar.

"Penyerahan di akhir September 2016. Pribadi tetap angka Rp 400 juta dan sub paket setor Rp 1,5 milar. Jadi total menyerahkan Rp 1,9 miliar," imbuhnya.

Suhaimi mengatakan, tahun 2017 ia mendapatkan proyek dengan nilai pekerjaan sub sebesar Rp 5 miliar dan pribadi Rp 2 miliar.

"Tapi ini saya kerjakan empat orang. Fee yang diserahkan total Rp 2,2 miliar di bulan September akhir. Semua uang dalam bentuk cash. Lokasi di GOR Way Halim, Bandar Lampung. Selanjutnya 2018-2019 saya tidak dapat," terangnya.

Disinggung terkait uang tersebut akan bermuara ke siapa saja, Suhaimi mengaku tak mengetahui secara pasti.

"Saya gak tahu itu uang diserahkan ke siapa. Tapi saya menyerahkan ke Taufik," tandasnya.

Sidang digelar untuk terdakwa Bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahrial, mantan Kadis PUPR Syahbudin, dan mantan Kadisdag Wan Hendri.

Ada lima saksi yang hadir, yakni Akbar Tandaniria Mangkunegara alias Dani (adik Agung), Andi Idrus, Ansyari Sabak, Suhaimi, dan Hanizar Habim. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Berita Terkini