"Tergantung berapa banyak yang kejual. Kalau lagi sepi, cuma dapat Rp 19 ribu. Jualnya sampe sore.
Kalau gak habis ya saya balikin sama yang punya," ujarnya.
Ia mengaku mendapat bully-an dari teman-temannya pada awal-awal berjualan. Namun, ia tak ambil pusing.
"(Bully) macam macam lah omongannya. Tapi sekarang udah gak lagi. Sudah biasa," katanya.
Sejak jualan, Jonatan merasakan banyak hal positif. Pastinya, ia sudah biasa mengisi sendiri pulsa dan kuota internet tanpa minta duit orangtua.
Dalam 5 hari, Jonatan biasa menghabiskan 1,5 GB kuota internet. Harganya Rp 9 ribu. Namun, hal yang masih menjadi kendala adalah jaringan internet kartu provider yang ia gunakan kerap mengalami gangguan.
Jika ada pilihan, Jonatan lebih memilih belajar tatap muka.
"Enak ketemu guru, nanyanya gampang. Jadi lebih cepat paham. Kalau lewat HP, susah. Sinyalnya juga sering gangguan," jelasnya.
Ayah Jonatan, M Yudi, tak pernah memaksa anaknya berjualan. Namun, karena niat Jonatan sendiri, Yudi hanya bisa mendukung agar putranya semangat berjualan dan belajar di rumah.
"Saya juga kaget, tiba-tiba dia minta izin mau jualan pempek. Katanya kasihan lihat bapak ngojek," ujar Yudi.
Yudi sebenarnya tak tega melihat anaknya setiap hari berjalan kaki menjajakan pempek demi membeli ponsel.
Namun, karena tak ada pilihan lain, ia hanya berharap upaya Jonatan tak sia-sia.
"Alhamdulillah tetap giat belajarnya. Ngajinya, sholatnya, rajin. Karena cita-citanya mau jadi pilot atau ustaz," tutur Yudi.
Ganti HP
Di Lampung Selatan, seorang ayah terpaksa mengganti ponsel lamanya dengan ponsel pintar. Itu tak lain agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran daring yang mengharuskan menggunakan ponsel pintar.