Namun, karena terbentur biaya. Dirinya tak menlanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Dirinya memilih masuk Akabri.
Saat itu, selain mendaftar di Akabri, dirinya juga mendaftar ke Sekolah Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) dan Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD).
"Tapi kesemuanya bentrok hingga akhirnya memilih Akabri," kata pria yang memiliki hobi olahraga badminton ini.
Lulus seleksi dari Kodam Jawa Barat, ia pun bereangkat ke Magelang untuk memulai pendidikan di Akabri.
Saat itu, sang ayah berpesan jika dirinya tak lulus di Magelang. Ia diminta untuk tidak berkecil hati.
Menurut Hadi, ayahnya hanya memberikan uang saku sebesar Rp 1,5 juta.
Baru saja tiba di Akmil, Hadi disuguhi pemandangan taruna Akmil yang sedang berlatih pada pukul 04.00 WIB subuh.
"Lihat taruna Akmil lari-lari gak pakai baju, saya jadi kepikiran, apa bakal begini saya nanti. Wah bisa stres juga saya," ujarnya.
"Saya berdoa, kalau memang ini yang terbaik ya Allah, maka luluskanlah. Kalau bukan, ya sudah. Jadi, saya merasa gak ada beban sama sekali," tambahnya.
Saat menjalani masa pendidikan di Akmil Magelang, ia tidak pernah merasa paling pintar. Pasalnya, ia menilai, teman-teman seangkatannya di Akmil banyak yang pintar-pintar pula.
Hadi pun memiliki sebuah prinsip yang ia pegang teguh semasa hidupnya.
"Ketika kita lajang, perjuangan kita diniatkan untuk kedua orang tua kita, minimal bisa membanggakan mereka," terang Hadi.
"Ketika kita sudah berumah tangga, kita niatkan untuk anak dan istri kita," imbuhnya.
Prinsip itulah yang ia pegang kala menjatuhkan pilihan untuk melanjutkan pendidikannya ke Akabri.
"Waktu itu saya mendaftar Akabri saya niatkan untuk membantu orang tua saya, biar gak ngerepotin, terutama dalam hal membiayai pendidikan," kata dia.