Rektor Unila ditangkap KPK

Bandingkan Modus Jual Beli Bangku Kuliah Kedokteran Unila Dulu dan Sekarang, Rektor Tak Berkutik

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim melantik Prof Dr Karomani, MSi sebagai Rektor Universitas Lampung (Unila) periode 2019–2023 di Gedung Kemendikbud lantai 3 Jakarta, Senin (25/11/2019). Rektor Unila Karomani ditangkap petugas dalam OTT KPK di Lampung dan Bandung pada Sabtu 20 Agustus 2022 dini hari.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Kasus suap penerimaan mahasiswa baru agar bisa masuk dan diterima di Fakultas Kedokteran Unila yang kini terungkap dan melibatkan Rektor Unila Karomani ternyata bukan barang baru. 

Kasus jual beli bangku kuliah Fakultas Kedokteran Unila yang melibatkan Rektor Unila Karomani dan baru saja diungkap KPK, ternyata juga pernah terjadi pada 2017 silam.

Hanya saja, kali ini KPK berhasil mengungkap keterlibatan Rektor Unila Karomani dan juga sejumlah pejabat lain pada proses jual beli bangku kuliah Fakultas Kedokteran Unila.

Pada kasus 2017 silam, seorang dosen Fakultas Hukum Unila terseret ke pengadilan karena menjanjikan seseorang bisa kuliah Fakultas Kedokteran dengan menyetor uang.

Pihak Rektorat Unila kala itu membantah keras perihal jual beli bangku kulian di Fakultas Kedokteran Unila dan menyatakan bahwa praktik jual beli bangku kuliah tidak mungkin ada di Unila.

Baca juga: Dugaan Korupsi Rektor Unila Karomani Capai Rp 4,4 Miliar, Dialihkan jadi Emas dan Deposito

Baca juga: Rektor Unila Karomani Pasang Tarif sampai Rp 350 Juta untuk Luluskan Mahasiswa Baru

Dalam sidang, saksi mengungkap keluarganya rela mengeluarkan uang agar adiknya berinisial Y bisa masuk Fakultas Kedokteran Unila.

"Kami yakin karena dia (terdakwa) berani bertaruh jabatannya sebagai PNS (pegawai negeri sipil). Kalau tidak masuk, dia janji uang dikembalikan 100 persen. Kami juga dipersilakan melapor (ke polisi)," bebernya.

Ayah Y, mengaku menggelontorkan uang total Rp 350 juta, dengan pembayaran secara bertahap sebanyak tiga kali.

"Pertama, Rp 55 juta. Kemudian, Rp 120 juta. Terakhir, berbentuk buku tabungan sebesar Rp 175 juta. Itu tahun 2017," ungkap Richard saat bersaksi.

"Tapi, (Y) ternyata tidak masuk. Dia (terdakwa) baru kembalikan buku tabungan isi Rp 175 juta dan uang Rp 65 juta yang dia bayar tiga kali," sambungnya.

Baca juga: OTT Rektor Unila, KPK Amankan Rektor, Wakil Rektor, Dekan, Dosen sampai Swasta

Baca juga: Arumi Bachsin Minta Doa Terbaik untuk Mertuanya Almarhum Achmad Hermanto Dardak

Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menyebut terdakwa W telah melakukan aksi menguntungkan diri dengan melakukan penipuan. JPU Rita menjelaskan, peristiwa terjadi pada Mei 2017.

Saat itu, orangtua Y meminta bantuan kepada keponakannya, untuk mencari "orang dalam" Unila.

"Tujuannya untuk membantu agar anaknya bisa lulus SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi) 2017 di Fakultas Kedokteran Unila. Saksi kemudian menghubungi terdakwa yang merupakan dosen Unila," papar JPU.

Dosen W menyanggupi dengan syarat ada setoran uang Rp 350 juta. "Uang panjarnya, Rp 2 juta. Pada 8 Mei 2017, Richard mentransfer uang DP (downpayment atau uang panjar) itu. Kemudian, terdakwa meminta lagi Rp 3,5 juta sebagai tanda jadi," jelas JPU.

Pada 12 Mei 2017, dosen W meminta saksi membawa keluarga Y untuk bertemu. Tujuannya adalah menyakinkan bahwa terdakwa merupakan dosen Unila dan sanggup meloloskan Y ke Fakultas Kedokteran.

Halaman
123

Berita Terkini