Tahapan pascapanen juga harus diperhatikan. Misalnya soal pengeringan, penggilingan, hingga penjualan. Saya bersama Pak Gubernur sekarang diberi "pekerjaan rumah" untuk merancang alat-alat pengering padi yang nantinya bisa didistribusikan ke desa-desa.
Setelah kering, tentu perlu tempat penampungan. Kami rancang silo modern berbasis teknologi yang bisa mengatur kelembapan, kadar air, suhu, dan sebagainya agar kualitas padi tetap terjaga untuk distribusi, penjualan, atau pengolahan lanjutan menjadi produk turunan yang berkualitas.
Kami juga sedang membahas inovasi agar padi bisa dipanen dalam kondisi hijau, dengan kualitas karbon tinggi, untuk diolah menjadi makanan dan minuman sehat—khususnya untuk balita dan lansia.
Nilai jualnya lebih tinggi, dan ini juga mempercepat perputaran tanam. Jadi ada peluang industri baru berbasis pangan fungsional di Lampung.
Untuk mewujudkan itu semua, butuh berapa lama?
Kalau produksi yang dicanangkan Pak Gubernur itu, hemat saya, bisa dijalankan dalam 2–3 tahun. Tahun pertama untuk perencanaan, tahun kedua mulai realisasi, tahun ketiga sudah jalan.
Produksi padi bisa menopang kebutuhan masyarakat, dan inovasi padi hijau bisa jadi diversifikasi pangan yang membantu menanggulangi stunting. Karena stunting itu krusial, dan butuh asupan nutrisi yang maksimal.
Di sinilah pangan fungsional yang mengandung prebiotik bisa jadi kunci. Tinggal bagaimana kita mengelola dari hulu ke hilir.
Terkait ketahanan pangan, bagaimana posisi Lampung terhadap potensi pangan lain?
Kalau bicara ketahanan pangan, menurut riset dari universitas di Jerman, ada tujuh kategori utama: susu, ikan, buah, sayur, bahan bertepung, kacang-kacangan, dan protein. Di Indonesia, sektor pertanian, perikanan, dan peternakan masih terbagi.
Lampung punya potensi besar, bukan hanya di padi. Kita punya ternak seperti sapi, kambing, ayam petelur, meski belum maksimal.
Tapi ada satu potensi yang belum banyak dilirik: jamur. Jamur tiram, jamur merang—ini sehat, tinggi protein, tanpa kolesterol, dan cocok jadi pangan alternatif. Lampung punya banyak bahan baku dari limbah pertanian seperti tebu, jagung, dan sawit.
Budi daya jamur bisa jadi sumber protein sehat, apalagi sekarang banyak penyakit yang dipicu konsumsi daging merah berlebihan. Jamur ini jawabannya.
Kami juga sedang mengembangkan budi daya rumput laut, serta teknologi untuk memperbesar hasil pertanian demi mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)