Berita Lampung

Pariwisata dan Daya Beli Masyarakat Jadi Indikator Melemahnya Perekonomian Lampung 

Perekonomian Provinsi Lampung menjelang akhir tahun 2025 diprediksi cenderung melandai, melanjutkan tren dari tahun-tahun sebelumnya.

|
Penulis: Hurri Agusto | Editor: soni yuntavia
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
PEREKONOMIAN MELANDAI- Ilustrasi kawasan wisata Way Kambas. Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila Dedy Yuliawan memprediksi perekonomian Provinsi Lampung menjelang akhir tahun 2025 cenderung landai. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Perekonomian Provinsi Lampung menjelang akhir tahun 2025 diprediksi cenderung melandai, melanjutkan tren dari tahun-tahun sebelumnya.

Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila), Dedy Yuliawan, menilai pelemahan ini terlihat dari beberapa indikator, termasuk sektor pariwisata dan daya beli masyarakat.

"Jika melihat dari tren tahun-tahun sebelumnya, untuk triwulan 3 dan 4 kemungkinan akan melandai," ujar Dedy Yuliawan saat dikonfirmasi, Kamis (2/10/2205).

Ia menjelaskan, sektor pariwisata menjelang akhir tahun 2025 cenderun lebih rendah dari semester pertama.

Menurutnya, ini disebabkan berkurangnya libur nasional dan adanya efisiensi kegiatan pemerintah.

"Pariwisata kemungkinan akan naik lagi hanya pada bulan Desember," tambahnya.

Dedy juga menyoroti rendahnya angka inflasi yang terjadi di Lampung yang menjadi cerminan bahwa daya beli masyarakat saat ini masih rendah.

Melihat kondisi ini, ia menilai ruang gerak pemerintah provinsi untuk melakukan intervensi jangka pendek tidak banyak la taran kebijakan efisiensi dan pendapatan yang rendah.

"Kebijakan yang dapat diambil (Pemerintah) saat ini hanya sebatas melonggarkan pajak dan memilih kegiatan pemerintah yang benar-benar berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat," kata dia.

Meskipun data tingkat pengangguran terbuka (TPT) mungkin menunjukkan penurunan, lanjut Dedy, namun adanya pergeseran signifikan ke tenaga kerja paruh waktu juga berpengaruh terhadap perekonomian Lampung.

"Walaupun data TPT menurun, tetapi data pergeseran ke tenaga paruh waktu cukup besar," ungkapnya.

Untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi riil, Dedy menilai Pemerintah perlu membuat kebijakan untuk menarik investor agar berinvestasi di Lampung

Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan investasi ini bukanlah sesuatu yang instan.

"Perlu kebijakan secara struktur dan berkelanjutan agar investor ini mau dan bertahan di Lampung, tapi kebijakan ini tidak bisa instan" tegasnya.

Dedy juga menyoroti potensi hilirisasi sektor primer yang masih rendah di Lampung, bahkan cenderung langsung "melompat" ke sektor tersier.

"Sehingga, sektor riil yang memang banyak menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan belum maksimal," tutupnya.

Oleh karena itu, Dedy Yuliawan menyarankan agar kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung sebaiknya tidak hanya difokuskan pada jangka pendek.

"Jadi kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung sebaiknya jangan di fokuskan hanya pada tahun 2025, tetapi pada jangka panjang," pungkasnya.

Inflasi  0,16 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS Lampung mencatat inflasi sebesar 0,16 persen secara bulanan (month-to-month) pada September 2025.

Bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (y-on-y), Provinsi Lampung mengalami inflasi sebesar 1,17 persen pada September 2024.

Statistisi Ahli Madya BPS Lampung Nila Fridhowati menyampaikan, tingkat inflasi y-on-y September 2025 ini lebih tinggi dibandingkan September tahun sebelumnya yang sebesar 0,05 persen pada September 2024.

"Inflasi bulanan (m-to-m) tertinggi terjadi pada kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya yang mengalami inflasi sebesar 1,18 persen. Kelompok ini juga memberikan andil inflasi tertinggi sebesar 0,08 persen," kata Nila dalam keterangannya, Kamis (2/9/2025).

Sementata, lanjut Nila, deflasi tertinggi secara bulanan terjadi pada kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya, dengan deflasi sebesar 0,99 persen, dan andil deflasi sebesar 0,02 persen.

Nila pun menuturkan, terdapat lima komoditas utama yang memberikan andil inflasi bulanan (m-to-m) bagi provinsi Lampung.

"Cabai Merah (0,13 persen), diikuti oleh Daging Ayam Ras (0,12 persen), Emas Perhiasan (0,05 persen), Salak (0,03 persen), dan Deodorant (0,02 persen)," lanjutnya.

Di sisi lain, beberapa komoditas juga tercatat mengalami penurunan harga, sehingga memberikan andil deflasi dan menahan laju inflasi secara umum.

"Komoditas penyumbang deflasi bulanan terbesar antara lain Bawang Merah dengan andil deflasi sebesar 0,26 persen, Vitamin (0,03 persen), Tomat (0,03 persen), Makanan Hewan Peliharaan (0,02 persen), dan Susu Cair Kemasan (0,02 persen)," Kata dia.

Secara tahunan (year-on-year), Nila mengatakan, pada September 2025, Provinsi Lampung mengalami kenaikan sebesar 1,17 persen jika dibandingkan dengan bulan September tahun sebelumnya.

Tingkat inflasi y-on-y bulan September 2025, lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar 2,16 persen.

"Kelompok pengeluaran dengan tingkat inflasi tertinggi secara (y-on-y) adalah Rekreasi, Olahraga, dan Budaya yang tercatat sebesar 5,71 persen, namun kontribusi terbesarnya terhadap inflasi umum tidak terlalu tinggi," kata dia.

Sementara itu, kelompok makanan, minuman, dan tembakau memiliki inflasi sebesar 5,02 persen dan memberikan andil inflasi terbesar, yaitu sebesar 1,65 persen.

Sebaliknya, kelompok pendidikan mengalami deflasi terbesar, yaitu sebesar 18,20 persen, dengan andil deflasi sebesar 1,23 persen.

Nila melanjutkan,ima komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan (y-on-y) adalah bawang merah, emas perhiasan, cabai merah, beras, dan daging ayam ras.

Sementara, lima komoditas yang menahan laju inflasi atau yang mengalami deflasi secara tahunan yaitu, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, bawang putih, bensin, dan cumi-cumi.

Di samping itu, BPS Provinsi Lampung juga memantau inflasi di empat kabupaten/kota cakupan Indeks Harga Konsumen (IHK).

"Pada September 2025, inflasi tahunan (y-on-y) tertinggi tercatat di Kabupaten Lampung Timur sebesar 2,44 persen, sementara inflasi terendah tercatat di Kota Bandar Lampung sebesar 0,37 persen," kata Nila.

"Sementara jika dilihat secara bulanan (m-to-m), inflasi tertinggi terjadi di Kota Metro, yaitu sebesar 0,39 persen, dan deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Mesuji dengan deflasi sebesar 0,42 persen," pungkas Nila.

( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

 

 

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved