Wawancara Eksklusif

Peran Polwan Masa Kini, Eksklusif Bersama Kabid Humas Polda Lampung

Hari Polwan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan refleksi atas panjangnya perjalanan dan kontribusi Polwan dalam sejarah kepolisian Indonesia.

Penulis: Riyo Pratama | Editor: Noval Andriansyah
Tribunlampung.co.id/Deni Saputra
POLWAN MASA KINI - Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun (kiri) saat menjadi narasumber dalam podcast bertema 'Peran Polwan di Polda Lampung', bersama Editor in Chief Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah, di Studio Tribun Lampung, Rabu (1/10/2025). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Setiap 1 September, jajaran Kepolisian Republik Indonesia memperingati Hari Polisi Wanita (Polwan) sebagai momentum untuk menegaskan kembali peran dan pengabdian Polwan dalam menjaga keamanan serta memberikan pelayanan humanis kepada masyarakat.

Bagi Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, Hari Polwan bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan refleksi atas panjangnya perjalanan dan kontribusi Polwan dalam sejarah kepolisian Indonesia.

Sejak pertama kali dibentuk pada 1948 di Bukittinggi, Sumatera Barat, kehadiran Polwan telah menjadi bukti nyata, bahwa perempuan mampu berperan penting dalam penegakan hukum dan pelayanan publik.

Dalam podcast bersama Editor in Chief Tribun Lampung Ridwan Hardiansyah, di Studio Tribun Lampung, Rabu (1/10/2025), Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun berbagi pandangannya tentang sejarah lahirnya Polwan.

Termasuk juga perkembangan peran Polwan di era modern, hingga harapannya bagi generasi muda perempuan yang ingin bergabung dalam dunia kepolisian.

Berikut petikan wawancara eksklusif bersama Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, selengkapnya.

Bagaimana sejarah Hari Polwan?

Jawab: Terima kasih sebelumnya untuk Tribun yang sudah mendatangkan saya ke sini. Saya sangat senang berbicara tentang Polwan, karena di satu sisi saya juga Polisi Wanita, dan menurut saya, Polwan itu sangat “seksi”. Kenapa saya katakan seperti itu, karena dalam sehari, hampir pasti ada sosok Polisi Wanita yang muncul di televisi, baik dalam hal Kamtibmas maupun kegiatan sosial.

Kembali kepada pertanyaan tentang sejarah, pada tahun 1948 itu belum ada Polisi Wanita yang bisa mengerjakan tugas yang sama dengan polisi laki-laki. Saat itu, kepolisian menghadapi korban, saksi dan tersangka yang notabenenya adalah perempuan. Oleh karena itu, di tahun 1948 dibentuklah Polisi Wanita dan disekolahkan. 

Awalnya hanya enam orang, sekolahnya dibuka di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Sekarang, kita abadikan dengan dibangunnya patung Polisi Wanita di sana, untuk mengingat jasa-jasa mereka dan mengingatkan kita bahwa Polisi Wanita punya peran penting pada masa itu.

Lahirnya Polwan saat itu karena banyak perempuan yang menjadi korban pelecehan dan pemerkosaan. Jika laki-laki yang mengambil keterangan atau menginterogasi, tentu akan muncul pertanyaan-pertanyaan sensitif, seperti “bagian mana yang sakit”, atau “apa yang dilakukan pelaku”, yang lebih tepat ditanyakan oleh perempuan. Karena itu sifatnya sensitif, maka lebih baik ditangani oleh Polisi Wanita.

Selain itu, perempuan punya rasa empati yang besar, sehingga korban maupun saksi perempuan lebih mudah berbicara. Jadi, banyak kemudahan apabila kasus seperti ini ditangani oleh Polisi Wanita.

Nah, di tahun 1948 itu, sekolah Polisi Wanita diisi oleh enam orang wanita, di antaranya Ibu Jasmaniar, Ibu Rosmalina, Ibu Nelly Fauna, dan lain-lain. Polisi Wanita pertama dibentuk oleh Kepolisian Republik Indonesia berawal dari Bukit Tinggi, lalu menyebar ke seluruh daerah Indonesia. Namun, sekolahnya hanya satu, yaitu di Ciputat. Di sana menerima lulusan SMA.

Dengan berkembangnya peran Polisi Wanita, Kapolri saat itu, Bapak Awaludin Djamin, memberikan saran untuk dibentuk program D3 Ilmu Kepolisian. Dengan adanya Polwan yang sudah menempuh pendidikan Diploma Ilmu Kepolisian selama tiga tahun, diharapkan ke depan akan dibentuk Taruni yang menempuh pendidikan di Magelang.

Saya sendiri angkatan ketiga, tahun 2001. Kami sudah mengikuti D3 Ilmu Kepolisian, kemudian setelah kami lulus dibukalah pendidikan Taruni di Magelang.

Kembali ke sejarah, Polwan awalnya dibentuk khusus menangani masalah perempuan dan anak. Dengan perkembangan saat ini, bagaimana peran Polwan sekarang?

Jawab: Kalau dulu karena ada korban atau saksi perempuan, maka ditangani Polwan. Tapi dengan perkembangan zaman sekarang, pimpinan memberikan kesempatan yang lebih luas. Setelah kami menempuh pendidikan D3 Ilmu Kepolisian, kami diberi kesempatan menduduki jabatan strategis.

Menjadi Kapolsek, misalnya, harus memiliki ilmu dari seluruh bidang: reserse, sabhara, samapta, dan manajemen SDM. Jadi harus mengerti semua kasus, bukan hanya fokus pada perempuan dan anak.

Jika jadi Kapolsek, ya harus turun ke lapangan, bersama Bhabinkamtibmas, Forkopimda, Pemda, Babinsa, untuk menciptakan keamanan.

Bahkan sekarang sudah ada Kapolres yang perempuan. Di Lampung contohnya ada Kapolres Lampung Timur, Pesisir Barat, Pesawaran, dan pernah juga di Metro.

Secara umum, artinya kesetaraan gender di kepolisian sudah diterapkan. Tapi apakah emansipasinya sudah merata?

Jawab: Kalau saat ini Bapak Kapolri dan Kapolda memberi ruang yang makin luas kepada Polisi Wanita. Siapa yang mampu, layak, dan siap, bisa memimpin. Karena itu sekarang banyak Polwan yang menjabat sebagai Kapolres.

Jadi, walaupun tingkat kriminalitas di suatu wilayah tinggi, Polisi Wanita juga mampu mengatasinya.

Secara umum, bagaimana peran Polwan di masyarakat?

Jawab: Saya rasa sudah banyak. Bhabinkamtibmas dari Polisi Wanita lebih dekat kepada masyarakat, lebih berempati. Saat demo pun, Polwan sering berada di depan sebagai negosiator. Sosok perempuan bisa memberikan ketenangan dan kenyamanan kepada masyarakat.

Untuk korban, kami beri pendampingan mulai dari ruang perempuan dan anak yang kami siapkan. Kalau dulu mungkin masyarakat sering melihat Polwan membantu menyebrangkan jalan, sekarang banyak Polwan yang berperan sebagai penyidik, reserse, Bhabinkamtibmas, Kapolsek, Kapolres, hingga mengemban tugas di luar negeri dalam misi PBB.

Saat ini sudah ada enam Polwan yang memiliki pangkat bintang. Satu orang, ibu Aradina dengan jabatan Irjen Pol atau Jenderal Bintang 2 dan lainnya bintang satu.

Satu di antaranya adalah Brigjen Pol Nurul Azizah, beliau Direktur TPPA dan TPPO.

Bicara soal Kamtibmas, Kapolri meminta Polda untuk mengaktifkan kembali Siskamling bersama masyarakat. Di Lampung, bagaimana realisasinya?

Jawab: Kalau bicara Siskamling, dulu kita mengenalnya dengan istilah Perpolisian Masyarakat. Nah, Siskamling ini adalah kegiatan di mana ada pos yang dijaga oleh masyarakat, Linmas, Bhabinkamtibmas, Babinsa, serta RT, RW, dan masyarakat secara bergantian.

Program ini sudah ada, tinggal bagaimana kita mengoptimalkannya. Polri juga menggelar lomba Siskamling. Dalam kegiatan itu, ketika polisi datang ke pos kamling, mereka memberikan penyuluhan informal tentang cara menjaga keamanan dan membahas isu di tengah masyarakat, untuk mengetahui permasalahan yang ada. Ini menjadi bentuk antisipasi.

Masyarakat yang belum tahu cara menciptakan keamanan bisa diedukasi. Bahkan jika ada masyarakat yang bingung cara membuat SKCK atau SIM, melalui kegiatan Siskamling ini bisa ada sosialisasi dari polisi ke masyarakat.

Kembali ke konteks Hari Polwan, sebagai Polwan, apa harapan Anda kepada para Polwan dan calon Polwan ke depan?

Jawab: Harapan saya bagi perempuan-perempuan yang ingin menjadi Polwan, kembangkan ilmu pengetahuan dan kemampuan dalam bentuk kegiatan positif. Terus belajar di mana pun, kembangkan diri sebaik mungkin.

Kalau mau jadi Polwan, kuatkan mental. Karena semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembang pula modus operandi pelaku kriminal. Kriminal sekarang tidak hanya kasat mata, tapi juga di dunia maya.

Maka, perbanyak ilmu soal digital, bela diri, dan pengetahuan lain. Polwan juga ada yang berlatar belakang kedokteran, seperti Brigjen Sumiastri yang ahli di bidang forensik dan menganalisis TKP.

Jadi, bisa masuk Polwan dari SMA atau dari S1. Kemarin juga dibuka penerimaan Polwan S1 dari berbagai jurusan seperti pertanian dan kesehatan. Polisi selalu merekrut sesuai kondisi di masyarakat.

Pesan saya, apabila jadi Polwan, jadilah Polwan yang humanis, jangan garang. Eranya sudah berbeda. Intinya, harus lebih berani dari penjahat.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved