Berita Lampung
DPRD Akan Undang Satgas Minta Laporan soal Tingginya Angka Keracunan MBG di Lampung
DPRD berencana mengundang pihak terkait untuk memberikan penjelasan lebih rinci., termasuk membahas angka keracunan MBG di Lampung
Penulis: Riyo Pratama | Editor: soni yuntavia
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) wajib memiliki sejumlah sertifikat yang menjadi syarat mutlak, bukan sekadar administratif.
Usai marak temuan kasus keracunan, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti pentingnya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) sebagai bukti pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan.
Namun dari total 8.583 SPPG atau dapur MBG, hanya 34 dapur yang telah memiliki SLHS. Artinya, 8.549 dapur lainnya belum mengantongi sertifikat tersebut hingga 22 September 2025.
Pemerintah kini sepakat untuk menerapkan tiga sertifikasi wajib, yakni SLHS, Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis, serta sertifikasi halal.
Ketiganya akan dilengkapi dengan pengakuan dari BPOM sebagai standar operasional wajib bagi seluruh SPPG.
SLHS diterbitkan oleh Dinas Kesehatan sebagai bukti bahwa usaha seperti dapur, restoran, hingga katering memenuhi standar higienis.
Sementara HACCP dikeluarkan oleh Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Lampung, dan sertifikat halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kemenag.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi V DPRD Lampung, Syukron Muchtar, menilai program MBG memiliki tujuan yang baik untuk membantu masyarakat, terutama dalam menekan angka stunting yang di Lampung masih cukup tinggi, yakni 15,11 persen.
“Program ini bagus karena tujuannya mulia, membantu masyarakat. Hanya saja pelaksanaan di lapangan masih memiliki catatan perbaikan,” ujar Syukron, Selasa (7/10/2025).
Ia menjelaskan, pada awal pelaksanaan, program MBG tidak melibatkan pemerintah daerah, termasuk DPRD.
Akibatnya, lembaganya sempat kesulitan mendapatkan informasi teknis yang jelas.
“Awalnya MBG itu tidak melibatkan pemerintah daerah, termasuk DPRD. Jadi ketika kami konfirmasi ke pemerintah pun mereka belum mengetahui pasti teknisnya,” jelasnya.
Namun, menurut Syukron, kondisi tersebut kini mulai membaik karena pemerintah daerah sudah dilibatkan.
Bahkan sudah dibentuk Satgas pengawas MBG untuk memantau jalannya program di lapangan.
Terkait dorongan moratorium sertifikasi dapur, DPRD akan lebih dulu mempelajari usulan tersebut.
“Kami akan rapat dan memanggil Satgas serta dinas terkait untuk menanyakan langsung informasi dari mereka. Selain itu, kami juga akan turun ke lapangan melihat langsung kondisi sebenarnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, hingga kini belum ada pemanggilan khusus terkait MBG, baru sebatas pembahasan teknis di awal.
Namun, setelah adanya Satgas, DPRD berencana mengundang pihak terkait untuk memberikan penjelasan lebih rinci.
Syukron juga menyoroti tingginya kasus keracunan di Lampung yang mencapai sekitar 571 kasus di sejumlah wilayah.
“Itu menjadi perhatian kami. Setelah Satgas terbentuk, tentu mereka akan kami undang ke DPRD untuk memberikan laporan,” katanya.
Sementara soal anggaran program MBG di daerah, Syukron mengaku DPRD belum menerima informasi pasti.
“Sejauh ini belum ada dan kami belum mengetahui pasti terkait anggaran itu. Tapi saya rasa ke depan akan ada penyesuaian,” pungkasnya.
( Tribunlampung.co.id / Riyo Pratama )
Perkara Korupsi Tol Terpeka, Kejati Lampung Terima Pengembalian Kerugian Negara Rp 11,14 Miliar |
![]() |
---|
Baru 50 Ponpes di Indonesia Miliki PBG, Pengamat Unila: Lemahnya Pengawasan dan Sosialisasi |
![]() |
---|
Polisi Bantah Video Warga Dimangsa Harimau di Sedayu Tanggamus |
![]() |
---|
Cabor Renang Sumbang Medali Perdana untuk Lampung di Pornas XVII Korpri |
![]() |
---|
Tersangka Korupsi Tol Terpeka Setor Rp 7,4 Miliar ke Kejati Lampung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.