Berita Terkini Nasional

16 Orang Tersangka, Ternyata Ini Motif Pembunuhan Kacab Bank BUMN

Motif kasus penculikan dan pembunuhan Mohamad Ilham Pradipta (37), kepala cabang pembantu sebuah bank BUMN di Cempaka Putih mulai terungkap.

TRIBUNNEWS/JEPRIMA
PENCULIKAN KACAB BANK - Polda Metro Jaya menghadirkan para tersangka kasus penculikan dan pembunuhan kepala cabang bank BUMN Cempaka Putih di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (16/9/2025). Dalam kasus itu, terungkap motif di balik kasus penculikan dan pembunuhan adalah rencana untuk memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampungan. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Motif kasus penculikan dan pembunuhan Mohamad Ilham Pradipta (37), kepala cabang pembantu sebuah bank BUMN di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, mulai terungkap. 

Polda Metro Jaya akhirnya mengumumkan hasil penyelidikan kasus tersebut, Selasa (16/9/2025). 

Berdasarkan hasil penyelidikan, setidaknya ada 16 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dua di antaranya adalah prajurit Kopassus dan sisanya merupakan masyarakat sipil. 

Sementara, satu pelaku lain masih dalam pencarian. 

Ada sejumlah fakta baru dalam kasus penculikan dan pembunuhan ini. 

Pertama, kasus ini bermotif pencurian isi rekening terbengkalai atau dormant. 

Para pelaku bermaksud untuk memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampung yang sudah disiapkan oleh tersangka C alias K. 

Meski demikian, belum terungkap berapa jumlah dana yang akan dipindahkan dari rekening dormant ke rekening penampung. 

Kedua, untuk melancarkan aksinya itu, C mengumpulkan data rekening dormant bank tersebut. 

Dia kemudian mengajak tersangka lainnya, DH dan AAM, untuk merayu beberapa kepala cabang agar tujuannya terwujud. Tapi upaya itu gagal. 

Para pelaku kemudian memilih secara acak targetnya. Berbekal sebuah kartu nama, mereka akhirnya memilih Ilham sebagai target incarannya. 

Ada dua skenario dalam aksinya itu. Pertama, menculik korban dan melakukan kekerasan lalu melepaskannya. Kedua, menculik korban, melakukan kekerasan, dan melenyapkan korban. 

Dari dua skenario itu, pelaku memilih skenario pertama. DH kemudian mengajak JP dan meminta dikenalkan kepada preman atau aparat yang bisa membantu misinya itu.

JP kemudian memperkenalkan Serka N yang kebetulan adalah tetangganya di Jawa Barat. Serka N kemudian menghubungi Kopda FH untuk mencari orang yang bisa melakukan penculikan.

Di sinilah terjadi keterlibatan dua anggota Kopassus di dalam kasus ini. 

Ketiga, ada aliran dana Rp 100 juta ke anggota Kopassus.

Terungkap bahwa JP berjanji memberikan imbalan Rp 100 juta kepada Serka N dan Kopda FH. Hal itu diungkap oleh Komandan Polisi Militer Kodam Jaya Kolonel CPM Donny Agus Priyanto. 

“Terkait berapa uang yang dijanjikan (kepada) Kopda FH dan Serka N ini untuk melakukan pembuatan tersebut dan berdasarkan hasil keterangan saksi dijanjikan nominal Rp100 juta, kalau bahasanya 'silakan diatur',” ungkap Donny. 

Keempat, Dalam kasus penculikan dan pembunuhan ini, Serka N berperan menjemput korban untuk dibawa kepada bosnya, Dwi Hartono (DH). Dia kemudian juga mengajak Kopda FH untuk membantu melakukan aksi penculikan

Kopda FH sempat meminta uang operasional Rp 5 juta untuk melakukan aksinya dan disanggupi oleh Serka N. Sementara, dana sisanya, Rp 95 juta ditransfer oleh JP melalui bank swasta.

Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Kopda FH di sebuah kafe di Rawamangun, Jakarta Timur. 

Kelima, setelah menerima uang imbalan, aksi penculikan terhadap korban dilakukan pada Rabu (20/8/2025).

Korban disergap dan dipaksa masuk oleh EW, tersangka lainnya, saat berjalan di parkiran Lotte Mart Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Korban kemudian dipaksa masuk ke mobil Toyota Avanza putih yang ditumpangi oleh tersangka Eras (27), REH (23), JRS (35), AT (29), dan EWB (43). 

Aksi penculikan itu dipantau oleh Kopda FH yang juga ada di lokasi parkir tetapi berada di mobil yang berbeda.

Setelah korban diculik, komunikasi terus dilakukan antara Kopda FH, JP, dan tim eksekutor. 

Korban kemudian dipindahkan ke Toyota Fortuner hitam yang ditumpangi Serka N, JP, dan MU.

Sepanjang perjalanan itu, korban dianiaya, baik saat di mobil Toyota Avanza putih maupun di Toyota Fortuner hitam. 

Dalam posisi kaki dan tangan terikat serta mulut dilakban, korban melakukan perlawanan yang menyebabkan pelaku menganiayanya hingga lemas. 

Keenam, korban selanjutnya diserahkan ke tim penjemput yang akan membawanya ke safe house. Di sana, korban bakal dipaksa untuk memindahkan rekening dormant milik pelaku C ke rekening penampungan. 

Namun, tim penjemput yang dijanjikan tidak pernah datang. Korban akhirnya diturunkan di area persawahan Serang Baru, Bekasi. Menurut keterangan para pelaku, korban masih bergerak saat diturunkan, meski kondisinya sudah lemas. 

Ketujuh, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengungkapkan, hasil visum menunjukkan bahwa korban meninggal dunia karena kekerasan benda tumpul di bagian leher.

Hal itu menyebabkan terjadi penekanan di saluran pernapasan dan pembuluh nadi yang menyebabkan korban mati lemas. Meski demikian, pihak kepolisian masih menunggu hasil toksikologi untuk mengungkap penyebab kematian korban lebih lengkap.

Pasal Penculikan 

Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya tidak menerapkan pasal pembunuhan atau pembunuhan berencana atau penganiayaan dalam kasus kematian Mohamad Ilham Pradipta (37). Wira mengungkapkan, penyidik menerapkan Pasal 328 Ayat (3) dan/atau Pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penculikan berujung kematian. 

“Untuk kondisi korban pada saat ditinggalkan atau diturunkan di wilayah Bekasi, menurut keterangan tersangka, kondisinya masih lemas,” kata Wira dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Selasa (16/9/2025). “Pasal yang kami sangkakan Pasal 328 Ayat 3. Itu penculikan yang mengakibatkan orang sampai meninggal dunia,” tambahnya. 

Wira juga menjelaskan alasan penyidik tidak menerapkan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, maupun Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat. 

“Baik, terkait masalah (tidak) dikenakan (Pasal) 340 (KUHP) karena kami lihat dari niatnya dari awal. Kalau 340, betul-betul niatnya membunuh dengan dia merencanakan,” ujar Wira. “Tapi dalam kasus ini bahwa niat daripada si pelakunya adalah melakukan penculikan. Namun akhirnya mengakibatkan korban meninggal dunia,” tegas Wira lagi. 

Sementara itu, pengacara keluarga Ilham, Boyamin Saiman, keberatan dengan penetapan pasal penculikan. Dia pun meminta polisi menerapkan pasal pembunuhan berencana terhadap para tersangka penculikan yang menewaskan Ilham. 

Oleh karena itu, Boyamin mendatangi Polda Metro Jaya untuk berdiskusi dengan penyidik terkait hasil penyidikan yang diumumkan pada Selasa (16/9/2025) kemarin. Ia menilai hasil penyidikan yang diumumkan sebelumnya belum mencerminkan fakta bahwa kematian Ilham merupakan peristiwa pembunuhan terencana. 

“Kalau kami jelas menginginkan Pasal 340, pembunuhan berencana,” kata Boyamin saat mendatangi Polda Metro Jaya, Rabu (17/9/2025). 

Menurut dia, keluarga merasa tidak puas dengan penjelasan Polda Metro Jaya. Salah satu indikasi kuat adanya unsur pembunuhan berencana, kata Boyamin, adalah kondisi korban yang dibuang dalam keadaan tubuh terikat lakban. 

“Setidaknya, paling akhir saja, ketika dibuang kan dalam keadaan dilakban. Ya berarti itu dibunuh dengan cara dibuang dalam keadaan dilakban. Kalau niat tidak membunuh, kan lakbannya dibuka,” ujar Boyamin. 

Ia menilai kematian Ilham bukan sekadar akibat penculikan, melainkan hasil kejahatan terorganisasi untuk menghilangkan nyawa korban. Hal itu terlihat dari hasil diskusi dua tersangka dalam klaster dalang, yakni C alias Ken (41) dan DH (40), yang merancang dua opsi penculikan sebagai bagian dari upaya memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan. 

Opsi pertama adalah pemaksaan dengan kekerasan lalu korban dilepaskan. Sedangkan opsi kedua adalah pemaksaan dengan kekerasan yang berujung pada pembunuhan

Meski keduanya mengaku memilih opsi pertama, Boyamin menilai rangkaian perencanaan itu menunjukkan adanya unsur kesengajaan.

“Jadi kan berarti tujuan rencana itu sudah ada. Jadi ya saya tetap akan minta, baik ini diskusi, nanti resmi juga mengirimkan surat resmi, minta diterapkan Pasal 340 (KUHP), yaitu pembunuhan berencana. Karena rangkaiannya sudah ada,” tegas Boyamin. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved