Berita Terkini Nasional
Ribka Tjiptaning Dilaporkan ke Polisi Setelah Sebut Soeharto Pembunuh Jutaan Rakyat
Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politisi PDIP Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri pada Rabu (12/11/2025).
Ringkasan Berita:
- Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politisi PDIP Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri pada Rabu (12/11/2025) atas dugaan penyebaran hoaks.
- Laporan dibuat karena Ribka menyebut Soeharto sebagai “pembunuh jutaan rakyat” terkait polemik gelar pahlawan nasional.
- Koordinator ARAH, Iqbal, menilai pernyataan itu menyesatkan dan tidak berdasar, karena tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto sebagai pembunuh.
Tribunlampung.co.id, Jakarta - Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) melaporkan politisi PDIP Ribka Tjiptaning ke Bareskrim Polri pada Rabu (12/11/2025).
ARAH melaporkan Ribka Tjiptaning setelah menyebut Soeharto sebagai "pembunuh jutaan rakyat" saat menanggapi polemik pemberian gelar sebagai pahlawan nasional belum lama ini.
Koordinator ARAH, Iqbal, menganggap Ribka Tjiptaning telah menyampaikan pernyataan menyesatkan dan hoaks.
"Kami datang ke sini untuk membuat laporan polisi terkait pernyataan salah satu politisi dari PDI-P, yaitu Ribka Tjiptaning, yang menyatakan bahwa Pak Soeharto adalah pembunuh terkait polemik pengangkatan almarhum Soeharto sebagai pahlawan nasional," kata Iqbal di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu, dikutip dari Tribunnews.com.
"Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa Soeharto itu adalah pembunuh jutaan rakyat," sambung Iqbal.
Dia menilai pernyataan Ribka tidak berdasar lantaran tidak ada bukti putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto sebagai pembunuh jutaan rakyat.
Ia menilai pernyataan semacam itu bisa menyesatkan publik apabila dibiarkan tanpa klarifikasi hukum.
“Tentu ini juga pernyataan seperti ini, kalau dibiarkan tentu akan menyesatkan informasi publik," katanya.
Iqbal mengungkapkan pernyataan Ribka itu berdasarkan video viral yang beredar di masyarakat. Menurutnya, Ribka menyatakan hal tersebut pada 28 Oktober 2025 lalu
Adapun Ribka dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ucapan Ribka
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, Ribka memang sempat menolak keras soal usulan Soeharto diberi gelar pahlawan nasional.
Dalam pernyataannya itu, dia juga menyebut bahwa Soeharto merupakan sosok yang bertanggung jawab atas tewasnya jutaan rakyat Indonesia.
"Sudah ngomong di beberapa media loh. Kalau pribadi, oh, saya menolak keras. Iya kan? Apa sih hebatnya si Soeharto itu sebagai pahlawan hanya bisa memancing, eh apa membunuh jutaan rakyat Indonesia," katanya di Sekolah Partai di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada Selasa (28/10/2025) lalu.
Ribka mengatakan salah satu alasan Soeharto tidak pantas menyandang gelar pahlawan nasional karena dia merupakan pelanggar HAM.
"Udahlah, pelanggar HAM, membunuh jutaan rakyat. Belum ada pelurusan sejarah. Udahlah nggak ada pantasnya dijadikan pahlawan nasional," tuturnya.
Pembelaan PDIP
Politikus PDIP Mohamad Guntur Romli buka suara tentang pelaporan rekannya di partai, yakni Ribka Tjiptaning, kepada Bareskrim Polri setelah menyebut Presiden RI ke-2 Soeharto sebagai "pembunuh jutaan rakyat".
Ribka dilaporkan oleh organisasi bernama Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) pada Rabu (12/11/2025).
Menurut pelapor, Ribka telah menyampaikan pernyataan yang menyesatkan dan memuat unsur kebencian serta berita bohong atau hoaks.
Namun, Guntur menganggap alasan pelaporan terhadap Ribka mengada-ada. Pasalnya, dia menilai apa yang disampaikan Ribka berdasarkan fakta yang ditemukan oleh Tim Pencari Fakta dari Komnas HAM.
"(Pernyataan Ribka) Itu fakta sejarah dan hasil Tim Pencari Fakta Komnas HAM, kok malah dilaporkan ke polisi," katanya ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu.
Guntur lantas mengutip salah satu buku yang menyebutkan bahwa korban pembantaian pada tahun 1965-1966 mencapai 3 juta orang.
Adapun data tersebut berasal dari pernyataan Komandan Pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Sarwo Edi Wibowo.
"Korban pembantaian tahun 65-66 ada 3 juta versi Sarwo Edhi Wibowo yang waktu itu menjadi Komandan Pasukan RPKAD yang juga diangkat sebagai pahlawan nasional tahun ini juga. Itu ada di buku (berjudul) G30S: Fakta atau Rekayasa yang ditulis Julius Pour," katanya menjelaskan.
Selanjutnya, Guntur juga mengutip temuan dari Tim Pencari Fakta Komnas HAM yang menyebutkan pihak bertanggungjawab dalam pembantaian tahun 1965-1966 adalah Soeharto.
Adapun, kata Guntur, Soeharto merupakan pimpinan dari Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang anggotanya disebutkan dalam temuan Komnas HAM, telah melakukan pembantaian kala itu.
Guntur menjelaskan Kopkamtib ini dibentuk beberapa hari setelah peristiwa G30S yang mengakibatkan tujuh jenderal diduga dibunuh oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur yang dicap PKI atau komunis di masyarakat," katanya.
"Dan pihak yang disebut paling bertanggung jawab adalah Kopkamtib yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Soeharto," sambung Guntur.
Guntur mengungkapkan seluruh hasil temuan Tim Pencari Fakta Komnas HAM itu telah direkomendasikan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk ditindaklanjuti.
Lebih lanjut, dia turut mengomentari pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto yang menurutnya tidak layak.
Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah sebagai wujud pemutihan sejarah atas segala upaya represif oleh Soeharto di era Orde Baru.
"Karena itu kami PDI Perjuangan menganggap bahwa gelar pahlawan pada Soeharto sebagai pemutihan terhadap pembantaian rakyat Indonesia pada tahun 65-66 yang jumlahnya diperkirakan 500 ribu sampai 3 juta versi Komnas HAM."
"Belum lagi pelanggaran HAM berat lainnya seperti tragedi Tanjung Priok, Talangsari, Petrus, DOM di Aceh, penculikan aktivis, kerusuhan Mei 98 dan lain-lain yang sudah dimasukkan sebagai pelanggaran HAM berat di era Jokowi tahun 2023," tegasnya.
Baca juga: Istri Pegawai Pajak Manokwari Ternyata Tewas Dibunuh oleh Bekas Tukang Bangunan
| Eks Kepsek Ngadu ke DPRD, Bela Honorer Malah Dipecat, Dipenjara dan Tidak Digaji |
|
|---|
| Istri Uya Kuya Dituding Sibuk Main HP saat Lagu Indonesia Raya, Berujung Laporan Polisi |
|
|---|
| Buntut Selingkuh dengan Polwan, Anggota DPRD Blitar Akan Jalani Sidang Etik |
|
|---|
| Pengakuan Pilu Kepsek Dipenjara Usai Galang Dana untuk Honorer, 'Beginikah Nasib Guru?' |
|
|---|
| Bocah Alvaro Kiano Nugroho Hilang Sejak 6 Maret 2025, Diduga Diculik |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/PDIP3.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.