Liputan Khusus Tribun Lampung
Sejumlah Bidan di Lampung Tolak Sunat Anak Perempuan
Santi berkeras ingin menyunat anak perempuannya yang baru lahir karena hal itu telah dilakukan keluarganya secara turun temurun. Neneknya pun selalu
Penulis: heru prasetyo | Editor: Ridwan Hardiansyah
Saat menolak keinginan orangtua yang hendak menyunat anak perempuannya, Suparini mengatakan, ia akan memberikan alasan berdasarkan manfaat kesehatan tersebut. Ia lalu menganjurkan, jika sunat tetap ingin dilakukan, hal itu harus menunggu sampai si anak perempuan tersebut telah dewasa. Dan, ia mendapat izin suaminya untuk disunat.
"Izin suami dulu. Soalnya, ini kan terkait hubungan suami istri," terang Suparini.
Bidan lainnya, Dewi Hardiyanti mengatakan, ia juga kerap didatangi orangtua yang ingin menyunat anak perempuan mereka.
Menurut Dewi, sunat pada anak perempuan dipercaya hanya berfungsi meredam hasrat biologis, terkait hubungan suami istri. Sementara, manfaat secara kesehatan tidak ada.
“Permintaan (sunat pada anak perempuan) ada tapi pasti kami tolak,” terang Dewi.
Diskes Sebut Bukan Tindakan Medis
Kasubbag Humas Dinas Kesehatan (Diskes) Lampung Asih Hendrastuti mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, sunat pada anak perempuan bukanlah tindakan medis. Malah, banyak kejadian sunat pada perempuan yang akhirnya menyebabkan penyakit. Hal itu terjadi akibat alat-alat yang digunakan saat menyunat, tidak steril.
Dari sisi medis, Asih menuturkan, sunat pada perempuan memang tidak ada manfaatnya. “Kalau pada laki-laki, jelas. Kulit yang berlebih itu menjadi tempat resistensi urine, sehingga harus sering dibersihkan. Kalau tidak, itu akan menumpuk kotoran sehingga menyebabkan penyakit. Kalau pada perempuan, tidak. Intinya, tidak ada indikasi medis jika sunat pada perempuan tidak dilakukan,” jelas Asih.
Meski begitu, sebagai tenaga medis, Asih mengatakan, jika ada orangtua yang memintanya menyunat anak perempuan mereka, maka ia akan melakukannya. Meski, ia tahu manfaat secara medis tidak ada.
“Saya akan bilang, secara medis tidak ada alasan untuk melakukan itu. Tetapi kalau si ibu meyakini bahwa secara agama itu harus dilakukan, maka saya akan bantu. Alasannya, daripada si ibu nantinya meminta orang lain untuk menyunat anak perempuannya, yang belum tentu mengerti tentang sunat perempuan, kan kasihan anaknya,” ucap Asih.
Diskes Lampung, Asih mengatakan, pun tidak memberikan instruksi kepada tenaga kesehatan, untuk menolak permintaan sunat pada anak perempuan. Hal tersebut dikembalikan ke masing-masing tenaga kesehatan.
“Kalau mereka (tenaga kesehatan) meyakini dan ingin membantu, mereka bisa melakukan itu secara bersih. Tetapi, jika tenaga kesehatan merasa hal itu bukan merupakan sesuatu yang wajib, mereka dibolehkan menolak. Kalaupun dilakukan (menyunat), tenaga kesehatan tidak dianggap melanggar etika profesi,” terang Asih.
Asih mengatakan, World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia yang bernaung di bawah PBB, telah mengeluarkan empat tingkatan dalam melakukan sunat pada anak perempuan. Kemenkes pun pernah mengadopsi aturan tersebut.
Meski begitu, Kemenkes memilih tingkatan dengan risiko penyakit atau infeksi paling minimal.
“Jadi hanya menggores sedikit saja pakai jarum, hanya di bagian kulit luar dan hanya digaris saja. Itu pun menggunakan jarum dengan ukuran yang paling kecil,” ungkap Asih.
Hukumnya Sunah