Polemik Tsunami 57 Meter di Pandeglang - Ketika Polisi Ikut Campur Dalam Ranah Sains
Polemik Tsunami 57 Meter di Pandeglang - Ketika Polisi Ikut Campur Dalam Ranah Sains
Menurut Herlambang, dengan dimuatnya hak jawab tersebut maka proses penyelidikan di kepolisian makin tidak relevan.
"Ini sekarang menjadi ranah Undang-Undang Pers," kata Herlambang.
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo turut menanggapi kasus ini.
Pria yang akrab disapa Stanley mengatakan, untuk lebih jelas mengenai duduk perkaranya, peneliti sebaiknya mengadukan masalah ini kepada Dewan Pers.
"Selanjutnya, hasil dari pengaduan Dewan Pers bisa dipakai peneliti untuk memberikan penjelasan kepada polisi," ujarnya.
Sebagai informasi, ada nota kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepala Polri yang mengatur hal ini.
Dalam nota kesepahaman itu, apabila ada dugaan terjadi tindak pidana yang berkaitan dengan pemberitaan pers, penyelesaiannya mendahulukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebelum menerapkan peraturan perundang-undangan lain.
Di lain pihak, kalangan ilmuwan dan praktisi kebencanaan juga menyiapkan petisi untuk menolak kriminalisasi terhadap Widjo.
Abdul Muhari, ahli tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebut intervensi polisi terhadap kajian ilmiah dikhawatirkan bisa melemahkan upaya eduksi publik terhadap risiko bencana tsunami.
Tak hanya para ahli sekaligus ilmuwan yang menunjukkan keprihatinannya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah menyerukan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan moril pada Widjo.
Ferdiansyah menyebut, sebagai peneliti yang bernaung di bawah lembaga pemerintah, Widjo diyakini telah melakukan penelitian sesuai dengan metodologi ilmiah yang teruji dan jauh dari itikad meresahkan masyarakat. (Kompas.com/Resa Eka Ayu Sartika)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menyoal Potensi Tsunami 57 Meter, Bisakah Kajian Ilmiah Dipidanakan?"