Cara Driver Online Nakal Raup Jutaan Rupiah, dari Order Fiktif hingga Rebutan Akun 'Nganggur'
Bisnis jasa transportasi online di Bandar Lampung digoyang kabar order fiktif.
Penulis: Teguh Prasetyo | Editor: Teguh Prasetyo
"Macam-macam motifnya. Ada untuk main banyak akun ngejar insentif dan reward seperti yang marak saat ini. Karena kalau lagi ada program reward gini untungnya bisa dua kali lipat," jelas Mei.
"Tapi ada juga yang serius mau bekerja sebagai driver online," imbuhnya.
Pembeli yang serius, sambung Mei, biasanya meminta perubahan data dan jenis kendaraannya.
Ini penting karena jika data driver lama tidak diubah maka identitas, foto, dan jenis kendaraan yang terdaftar akan berbeda.
Disinggung terkait transaksi order fikit saat ini, Mei mengakui masih ramai. Meskipun sempat berkurang pada Rabu (26/9) pagi sampai petang.
"Kemarin (Rabu) agak sepi, tapi malamnya ramai lagi. Sekarang masih ramai juga, apalagi kalau kita lewat jalur dua Korpri dan Pahoman SMPN 4, akun kita bisa banyak tembakan," ujar Mei.
Baca: Digoyang Kabar Order Fiktif Taksi dan Ojek Online di Bandar Lampung, Gojek Angkat Bicara
Oraski-Gaspool Harap Driver Sportif
Sementara itu, dua organisasi besar transportasi online di Lampung angkat bicara atas perilaku driver nakal yang terlibat order fiktif demi mendapatkan bonus dan reward.
Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) dan Gabungan Admin Shelter Pengemudi Ojek Online Lampung (Gaspool) menyayangkan tindakan oknum driver tersebut.
Ketua DPD Oraski Lampung, Asep Hermanto, menegaskan, tindakan curang tersebut hanya dilakukan segelintir driver. Sebagai perbandingan, Asep menyebut, dari 10 driver hanya dua yang bertindak curang.
Kendati demikian, ia mengakui tindakan oknum driver tersebut sudah cukup untuk mencederai komunitas driver online.
"Kecurangan itu ulah oknum saja, tapi memang dampaknya bisa luas. Karena ini bisa mempengaruhi kebijakan perusahaan transportasi, khusnya Grab dan Go-jek," kata Asep, Rabu (26/9/2018).
Oknum driver online, baik untuk motor maupun mobil, di Bandar Lampung diduga bekerjasama dengan penumpang melakukan order fiktif. Lewat aksi curang ini, oknum driver meraup "bonus", mulai Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah.
Modusnya, oknum driver menerima order dari rekannya. Sang driver berputar-putar di jalanan seolah mengantarkan penumpang. Padahal, tidak ada penumpangnya.
Sang driver pun akhirnya mendulang poin, sehingga mendapat insentif yang telah ditentukan. Untuk pihak pengorder fiktif, oknum driver memberi tip Rp 5.000.
Asep menuturkan, aksi curang driver bisa mengganggu upaya organisasi untuk melakukan perlindungan. Misalnya, upaya membuka akun seorang driver yang disanksi atau diblokir oleh perusahaan.
"Kalau begini organisasi tidak bisa maksimal memperjuangan hak-hak dan melindungi driver," jelasnya
Asep berharap seluruh driver mengedepankan sportifitas dalam bekerja. Upaya Oraski untuk memperjuangan hak-hak driver akan berbuah manis jika didukung dengan tindakan fair dari para driver.
Baca: Dituding Curang, Begini Jawaban Perwakilan Driver Ojek Online di Lampung
Senada, Ketua Gaspool Lampung, Miftahul Huda, mengatakan, untuk jangka panjang driver curang berpotensi merugikan para driver yang bekerja jujur.
Karena, kecurangan oknum driver ini melibatkan konsumen sebagai pengorder fiktif. Sistemnya, pengorder fiktif melakukan pemesanan dengan harapan "menyangkut" kepada sang oknum driver. Jika pesanan "menyangkut" kepada driver yang jujur, maka pengorder fiktif akan langsung membatalkan pesanan.
"Misal tembak (pesan) di-cancel, tembak di-cancel, kan dampaknya menurunkan performa driver yang benar-benar narik itu. Kalau performanya kecil sekali kan bonus tidak keluar," kata Miftahul.
Mirisnya lagi, para oknum driver tersebut sering juga menolak orderan konsumen yang benar- benar butuh pelayanan transportasi online. Kondisi ini bisa membuat konsumen kesal sehingga berpaling ke perusahaan transportasi lainnya. "Kita tahu di sini kan ada dua pesaing besar," tuturnya.
Miftahul berharap perilaku order fiktif diakhiri karena merugikan semua pihak, baik komunitas maupun perusahaan aplikasi.
Baca: Modus Ojek Online Dulang Poin Tanpa Harus Cari Penumpang
Tindak Tegas
Fenomena order fiktif ini rupanya sudah lama dipantai oleh dua perusahaan aplikator, Go-Jek dan Grab. Dan, mereka sudah mendeteksi tindakan curang tersebut serta menindak banyak mitra.
VP Corporate Communications Gojek Pusat Michael Reza menjelaskan, tindakan curang seperti order fiktif atau ofik adalah masalah serius yang merugikan mitra pengemudi yang telah bekerja keras dan jujur.
"Teknologi kami terus mendeteksi akar permasalahan ofik dan kami terus memberikan sanksi tegas kepada siapapun yang terbukti melakukan tindakan ofik," tegasnya, Selasa (25/9).
Hingga Juni 2018, pihaknya telah memberikan sanksi kepada ratusan ribu pelaku order fiktif, baik pengemudi maupun customer.
"Sebagai platform penyedia multi-layanan terbesar di Indonesia, kami akan terus berupaya menyempurnakan sistem kami, serta terus bekerja sama dengan pihak yang berwenang agar mitra kami dapat nyaman dalam bekerja dan pelanggan mendapatkan layanan terbaik," tuturnya.
Menurutnya, sistem saat ini sudah lebih baik dalam mengidentifikasi dan menangani ofik, dimana 90% ofik sudah berhasil dihentikan sebelum sampai ke aplikasi mitra pengemudi GoJek.
"Sistem kami mendeteksi bahwa lebih dari 80% sebaran ofik terkonsentrasi di area-area dan jam tertentu, sehingga kami mencurigai bahwa aksi ofik ini sengaja dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab yang memiliki misi hanya untuk membawa order fiktif ke platform Go-Jek," paparnya.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, kepada Kompas.com pada awal 2018 mengatakan, pihaknya kini bisa mendeteksi mitra ojek dan taksi online yang curang.
"Soal 'tuyul' (order fiktif), untuk teknis mendeteksinya kami enggak bisa share secara detail, kan, bagian dari penyelidikan kami bersama polisi, tetapi memang sistem kami sekarang sudah bisa mengidentifikasi jika mitra itu memainkan atau mencurangi," ujarnya.
Menurut dia, Grab memiliki aplikasi khusus yang dapat mendeteksi otomatis para mitra yang melakukan order fiktif. "Ada tim khusus untuk mendeteksi, itu enggak manual kami lihat satu per satu, enggak, itu otomatis," katanya. (rri/eka)