KPK Menyita Harta Zainudin Hasan, Ada Empang dan Pohon Pisang di Lahan Tiga Hektare
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita sejumlah harta Zainudin Hasan
Penulis: Dedi Sutomo | Editor: Ridwan Hardiansyah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyita sejumlah harta Zainudin Hasan, yang merupakan Bupati nonaktif Lampung Selatan (Lamsel).
Satu di antara harta Zainudin Hasan yang disita adalah aset berupa tanah seluas tiga hektare yang di dalamnya terdapat tanaman jagung dan pisang, serta kolam atau empang.
KPK menyita harta Zainudin Hasan dalam upaya mendalami dugaan suap fee proyek di lingkungan Pemkab Lamsel, di mana KPK telah menetapkan Zainudin Hasan sebagai tersangka.
Aset Zainudin berupa sejumlah bidang tanah di Lamsel saat ini sudah disita KPK.
Satu di antaranya tanah seluas tiga hektare di Desa Munjuk Sempurna, Kalianda.
Di lahan tersebut, plang tanda penyitaan oleh KPK, telah terpasang.
Menurut warga setempat, plang itu baru didirikan pada Rabu (17/10/2018) lalu.
Diumumkan juga, dasar penyitaan yakni surat perintah penyitaan nomor: Sprin. SITA/148/Dik.01.05/01/2018 tertanggal 12 Oktober 2018.
Kepala Desa Munjuk Sempurna, Zakaria membenarkan aset tanah yang disita KPK tersebut milik Zainudin Hasan.
Baca: Turun Lagi ke Lampung, KPK Lucuti Harta Zainudin Hasan
Menurut dia, lahan itu sebelumnya merupakan milik mantan Ketua DPD I Partai Golkar Lampung, Alzier Dianis Thabranie.
"Itu memang tanah milik Pak Zainudin Hasan. Sebelumnya, tanah itu milik Pak Alzier. Sebelumnya lagi, milik warga Munjuk Sempurna yang dibeli Pak Alzier sekitar 10 tahun lalu," kata Zakaria kepada Tribunlampung.co.id, Kamis (18/10/2018).
Zakaria mengaku tidak tahu pasti proses pengalihan tanah tersebut dari Alzier kepada Zainudin.
Namun, ia memastikan plang sitaan KPK tersebut baru dipasang dua hari lalu.
Aset tanah yang disita KPK merupakan hamparan yang biasanya ditanami jagung dan pisang.
Ada juga kolam atau empang di lahan yang berlokasi tepat di sisi Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) tersebut.
Zainudin saat ini berstatus tersangka penerima dugaan suap proyek di Pemkab Lamsel, setelah terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 27 Juli 2018 lalu.
Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain Zainudin, tersangka penerima dugaan suap lainnya adalah Kepala Dinas PUPR Lamsel, Anjar Asmara, dan anggota DPRD Provinsi Lampung, yang juga orang kepercayaan Zainduin, Agus Bhakti Nugraha.
Sedangkan, pemberi suap adalah bos CV 9 Naga, Gilang Ramadhan, yang kini sudah diproses di meja hijau.
Baca: KPK Dalami Aliran Dana dan Aset Milik Zainudin Hasan Sebagai Bupati Lamsel
Gilang menggelontorkan fee proyek Rp 1,4 miliar terkait penunjukan dirinya sebagai pelaksana proyek infrastruktur di Lamsel.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan adanya penyitaan harta kekayaan Zainudin.
Namun, ia tidak merinci jumlah aset Zainudin yang disita penyidik.
"Ada beberapa penyitaan. Tapi, rinciannya akan kami sampaikan menyusul," kata Febri melalui pesan WhatsApp, Kamis.
Periksa 8 Saksi
Febri menegaskan, penyidik terus menggali kasus dugaan suap yang menjerat Zainudin.
Pada Rabu lalu, penyidik kembali turun ke Lampung untuk memeriksa delapan orang saksi.
Menurut dia, pemeriksaan delapan saksi berlangsung di Kantor Satuan Brimob Polda Lampung.
"Unsur yang diperiksa terdiri dari swasta dan PNS di lingkungan Pemkab Lampung Selatan," ujarnya, Kamis.
Pemeriksaan tersebut menambah panjang daftar saksi yang dimintai keterangan.
Baca: Daftar 21 Paket Proyek Abal-abal di Dinas PUPR Lampung Selatan
Sebelumnya, penyidik sudah memeriksa 50 orang saksi untuk melengkapi berkas kasus Zainudin.
Febri menyebutkan, penyidik terus melakukan pengembangan dan mendalami aliran dana suap, untuk mengetahui aset yang diperoleh Zainudin selama menjabat bupati sejak 2016 lalu.
"Kami terus mendalami terkait aset milik tersangka yang diperoleh dalam kapasitas sebagai Bupati Lampung Selatan untuk kepentingan pengembangan perkara ini," ucapnya.
Sepekan sebelumnya, Rabu (10/10/2018), Febri juga menyebutkan bahwa penyidik KPK menemukan indikasi penerimaan uang Rp 56 miliar sejak 2016 hingga 2018 di Dinas PUPR, yang melibatkan Zainudin.
Secara paralel KPK melakukan pemetaan aset dari para tersangka.
Hal itu untuk kepentingan pengembalian aset, jika dugaan tersebut sudah terbukti di pengadilan dan uang yang dikorupsi dapat dikembalikan ke masyarakat melalui mekanisme keuangan negara.
"Penyidik terus menyisir dan mengidentifikasi dugaan fee sekitar Rp 56 miliar dalam proyek-proyek di Dinas PUPR," ujar Febri, Rabu (10/10/2018) pekan lalu.
21 Proyek
Sementara, 21 proyek infrastruktur yang menjadi "jatah" Gilang Ramadhan, pengerjaannya saat ini tidak jelas.
Ketua Komisi C DPRD Lamsel, Sunyata meminta Pemkab untuk meminta pertanggungjawaban pihak ketiga yang memenangkan tender proyek tersebut.
Terlepas dari adanya persoalan hukum, pelaksanaan proyek harus berlanjut sesuai aturan.
"Jangan sampai masyarakat dirugikan. Proyek infrastruktur itu diprogramkan sebagai bentuk pemenuhan infrastruktur publik yang bisa dinikmati masyarakat," kata dia, Kamis.
Puluhan proyek "jatah" Gilang itu terungkap di persidangan, Rabu lalu.
Pada 2017, Gilang dapat lima paket proyek senilai Rp 4,5 miliar di Dinas PUPR Lamsel.
Sesuai komitmen fee proyek, Gilang menyetorkan uang Rp 958 juta.
Pada 2018, Gilang makin bersinar.
Gilang dapat "jatah" proyek Rp 50 miliar di Dinas PUPR, sesuai arahan Zainudin.
Dalam proses pembagian proyek 2018, hingga bulan Juli, Gilang sudah mendapatkan 16 paket senilai Rp 25,1 miliar.
Sisa paket proyek "jatah" Gilang urung terlaksana karena terjaring kena OTT.
Berdasarkan kesaksian sejumlah PNS di Pemkab Lamsel, pemenang proyek sudah ditetapkan sebelum proses lelang.
Termasuk, pembagian fee pun sudah dibahas secara detail.
Adapun, komitmen fee proyek dari Gilang sebesar 21 persen, di mana untuk Zainudin sekitar 10 persen-17 persen dan sisanya untuk panitia.
Sementara itu, Plt Bupati Lamsel, Nanang Ermanto, belum bisa dimintai tanggapannya.
Baca: KPK Sebut Indikasi Zainudin Hasan Terima Fee Proyek Rp 56 Miliar
Seorang staf protokol menyebutkan Nanang menghadiri kegiatan di Bali.
Begitu juga Plt Kepala Dinas PUPR, Hermansyah Hamidi, yang tak bisa dihubungi.
Menurut staf di Dinas PUPR, Hermansyah sedang tugas dinas luar. (dedi sutomo/hanif mustafa)