Tribun Bandar Lampung
Ungkap Modus Baru Peredaran Barang Illegal di Lampung, BPOM Bakar Produk Senilai Rp 12,8 Miliar
Peredaran produk ilegal di Lampung menunjukkan tren meningkat secara nilai ekonomis sepanjang tahun ini.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Teguh Prasetyo
Syamsuliani menuturkan, hasil penindakan jumlah barang ilegal oleh BBPOM Bandar Lampung menurun dibandingkan tahun lalu.
Namun, nilai materil temuan produk ilegal tahun ini naik drastis dibanding penindakan tahun 2017.
Pada 2017 silam, BBPOM mengamankan 2.039 item produk ilegal.
"Tahun 2018 ini turun menjadi 1.723 item. Penurunan ini cukup signifikan," ujarnya.
"Nah, kalau nilai ekonomisnya mengalami peningkatan. Tahun 2017 nilai ekonomis Rp 686.353.000, tapi total nilai keekonomian yang dimusnahkan ini (hingga November 2018) senilai 12,1 miliar," imbuhnya.
Barang ilegal yang disita sampai November 2018 sebanyak 130.308 kemasan. Jumlah itu meliputi barang Tanpa lzin Edar (TIE), barang yang mengandung bahan berbahaya, serta pangan yang kadaluwarsa.
Rinciannya, obat sebanyak 306 item dengan total 50.984 kemasan, obat tradisional 213 item sebanyak 8.799 kemasan.
Ada juga suplemen kesehatan dua item sebanyak 108 kemasan, dan kosmetik 926 item dengan 58.365 kemasan.
Jumlah itu termasuk hasil temuan BBPOM Tulangbawang, yang baru terbentuk tahun 2018 ini.
Adapun hasil pengawasan BBPOM Tuba adalah satu item produk ilegal dengan total 100 kardus pangan kedaluwarsa bernilai Rp 30 juta.
• BREAKING NEWS - BBPOM Musnahkan Pangan dan Obat Ilegal Rp 12,1 Miliar, Banyak Barang Substandar
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi Lampung, Kusnadi, menilai temuan BBPOM terhadap produk ilegal senilai Rp 12,1 miliar menunjukkan bahwa Lampung masih berpotensi menjadi peredaran barang substandar.
"Angka Rp 12,1 miliar ini luar biasa. Ini menujukkan Lampung jadi sasaran peredaran produk substandar," kata Kusnadi, kemarin.
Kusnadi mengatakan, temuan produk ilegal ini sekaligus memotivasi sejumlah instansi terkait untuk melakukan pengawasan terus-menerus.
Dalam pengawasan obat dan makanan, Kusnadi mengatakan BBPOM tidak bisa bekerja sendiri.
Perlu sinergi antar-satuan kerja perangkat daerah (SKPD).