Tribun Bandar Lampung
Sebulan Huni Lapas Rajabasa, Zainudin Hasan Belum Bisa Move On
Selama menjalani persidangan, Zainudin Hasan dititipkan di Lapas Kelas I Bandar Lampung.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Peran vital Agus BN terungkap dalam surat dakwaan setebal 43 halaman yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri dan Riniyati Karnasih, dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis, 13 Desember 2018.
Selain Agus, mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara juga menjalani sidang dakwaan pada Kamis kemarin.
JPU Ali Fikri menyebutkan, selama kurun waktu 2016-2018 Agus BN menerima uang setoran fee proyek infrastruktur sekitar Rp 72,742 miliar dari sejumlah pejabat di Dinas PUPR dan mantan anggota DPRD.
Setoran fee proyek kepada Agus bukanlah tanpa alasan.
Pasalnya, Agus merupakan orang kepercayaan Bupati Zainudin Hasan.
Disebutkan jaksa, pada 2016 Agus menerima uang dari Syahroni, Kabid Pengairan di Dinas PUPR, sebesar Rp 26 miliar.
Kemudian dari Ahmad Bastian senilai Rp 9,6 miliar.
Tahun 2017, Syahroni kembali menyetorkan uang sebesar Rp 23,669 miliar.
Agus juga menerima setoran dari mantan anggota DPRD Lamsel, Rusman Effendi, sebesar Rp 5 miliar.
"Selanjutnya tahun 2018 dari Anjar Asmara, terdakwa menerima uang Rp 8,4 miliar. Dari total penerimaan fee proyek itu, sebagian diserahkan kepada Zainudin Hasan, dan sebagian digunakan untuk kepentingan Zainudin Hasan," kata Ali Fikri.
Jaksa juga merinci sejumlah aliran dana, khususnya untuk kepentingan pribadi Zainudin
Di antaranya tahun 2016 untuk membayar pembelian tanah oleh Zainudin seluas 1.584 meter persegi dengan harga Rp 475,5 juta.
Agus membayarkan kepada Rusman Effendi, dosen STAI YASBA Kalianda, Lamsel.
Kemudian Februari 2016 digunakan untuk membayar pekerjaan pembangunan rumah dan masjid milik Zainudin di Kalianda sebesar Rp 3,826 miliar.
• Komentar Ketua DPRD Lampung Selatan Usai Disebut Terima Duit Rp 500 Juta dari Agus BN
Uang itu diserahkan oleh Agus kepada Ahmad Bastian selaku kontraktor.
"Tahun 2016 terdakwa (Agus) memberikan uang kepada Bobby Zulhaidir (orang dekat Zainudin) sebesar Rp 8 miliar untuk membayar pembelian tanah seluas 80 hektare di Desa Sukatani. Di akhir tahun 2016, kembali memberikan uang kepada Bobby sebesar Rp 600 juta untuk beli tanah di Sidomulyo untuk usaha asphalt mixing plant yang dikelola Bobby," beber Ali Fikri.
Pada awal 2017, Agus mengalirkan uang Rp 3 miliar untuk pekerjaan pembangunan rumah dan masjid milik Zainudin.
Uang tersebut diserahkan kepada Pipin selaku arsitek yang mengerjakan pembangunannya.
"Masih di awal tahun 2017, terdakwa membayar Rp 1 miliar untuk saham pribadi Zainudin Hasan di Rumah Sakit Airan Raya. Awal 2017 kembali terdakwa membayarkan pembelian tanah di Desa Marga Catur seluas 83 hektare kepada Thamrin selaku perantara masyarakat transmigrasi untuk dimiliki Zainudin," kata jaksa.
Mengalir ke Nanang
Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua Mansyur Bustami, JPU Ali Fikri juga membeberkan aliran dana dari Agus kepada Wabup Lamsel Nanang Ermanto.
Menurut JPU, Agus memberikan uang sebanyak lima kali dengan nilai total Rp 265 juta.
Rinciannya, pada 30 Januari 2017 sebesar Rp 15 juta untuk membantu acara konsolidasi syukuran kemenangan di Lamsel.
Kemudian 8 Februari 2017 sebesar Rp 50 juta diserahkan kepada Nanang di Posko Way Halim Permai untuk operasional Nanang.
• Agus BN, Aktor Penting dalam Kongkalikong Kasus Setoran Fee Proyek Dinas PUPR Lampung Selatan
Medio Juni 2018, Agus kembali menggelontorkan Rp 50 juta untuk operasional Nanang.
Sedangkan Juli 2018 sebesar Rp 100 juta untuk kegiatan pelantikan Banteng Muda Indonesia.
Terakhir pada Juli 2018 sebesar Rp 50 juta, sebagai titipan uang duka dari Bupati Zainudin.
Ketua DPRD
Selain kepada Nanang, aliran dana setoran fee proyek juga mengalir kepada Ketua DPRD Lamsel Hendri Rosyadi.
Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan Agus menyerahkan Rp 500 juta kepada Hendri Rosyadi pada akhir 2017.
Terpisah, Hendri saat dikonfirmasi ihwal serah terima uang tersebut, tidak menyangkal dan tidak pula membenarkan.
Ia menyatakan menghormati proses hukum yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Tipikor.
"Semua hal haruslah berdasarkan fakta hukum yang sah. Saya tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini," kata Hendri melalui pesan WhatsApp, Kamis malam.
Di akhir dakwaan, JPU Riniyati Karnasih menyebut perbuatan Agus BN diancam pidana Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasaan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Agus BN terlihat tenang mendengarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU selama 1 jam lebih.
Agus lebih banyak menundukkan kepala sambil berzikir menggunakan tasbih yang dipegangnya. (*)