Pengadilan Tipikor  Tanjungkarang Mendadak Gelap, Sidang Bupati Nonaktif Zainudin Hasan Diskors

Pengadilan Tipikor  Tanjung Karang Mendadak Gelap, Sidang Bupati Nonaktif Zainudin Hasan Diskors

Penulis: hanif mustafa | Editor: Safruddin
Tribun Lampung/Romi Rinando
Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan seusai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Senin, 11 Februari 2019. 

"Mudah-mudahan Allah membukakan pintu hatinya (majelis hakim)," ujar Zainudin Hasan sembari terus berjalan.

Zainudin Hasan menambahkan, majelis hakim tidak bersikap adil dan tidak berpikir secara rasional.

"Hati manusia Allah dibolak-balik," tandasnya.

Sementara kuasa hukum Zainudin Hasan, Robinson, mengatakan, penolakan itu sudah kewenangan penuh majelis hakim.

"Tapi kami masih berharap (ada pertimbangan) kemanusiaan majelis hakim karena ini (istri Zainudin Hasan) sakit. Istri beliau pendarahan dan menyangkut masalah nyawa," paparnya.

Untuk langkah selanjutnya, Robinson mengaku akan menyiapkan pleidoi.

Ia meminta waktu selama dua minggu untuk menyusun pembelaan. "Dan akan kami maksimalkan di pleidoi itu," tuturnya.

Robinson akan mengajukan fakta terkait laporan LHKPN yang dinilainya tidak sesuai surat dakwaan.

"LHKPN tidak sesuai dakwaan. Dilaporkan Rp 20 miliaran dan aset, termasuk tanah-tanah, dan tanah-tanah itu kan gak semuanya. Sebelum jadi bupati sudah ada. Kalau boleh ngomong, dulu (Zainudin Hasan) sudah punya tanah yang banyak," tandasnya.

Dicabut Hak Politik

Setelah 5,5 jam surat tuntutan dibacakan, akhirnya jaksa KPK menuntut Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan dengan pidana penjara selama 15 tahun.

Tuntutan dibacakan oleh jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Tanjungkarang, Senin, 1 April 2019.

Wawan menyatakan, terdakwa secara sah melawan hukum dengan melakukan perbuatan tindak korupsi dan TPPU sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 12a, 12i, dan 12b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 dan pasal 3 tentang TPPU.

"Menuntut dengan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 15 tahun dikurangi selama ditahan, dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan," ungkap Wawan.

"Kemudian pencabutan hak pilih publik selama lima tahun setelah terdakwa menjalani hukuman pokoknya," imbuhnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved