Kisah Sukses 3 Desainer Lampung, Rekrut Ratusan Ibu Rumah Tangga
Masih banyaknya ibu rumah tangga yang menggantungkan hidup dari penghasilan suami mengetuk hati tiga desainer Lampung.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Daniel Tri Hardanto
Saat awal merekrut, ada perajin yang masih usia sekolah. Anak-anak sekolah bersedia direkrut karena ingin mengisi waktu sepulang sekolah, sekaligus ingin memiliki uang jajan tanpa harus meminta kepada orangtua.
Namun, seiring berjalannya waktu, para perajin didominasi ibu rumah tangga.
"Saya senang dengan banyaknya ibu rumah tangga yang jadi perajin. Itu artinya mereka bisa dapat keterampilan sekaligus penghasilan sendiri, sehingga tidak hanya di rumah saja," ujar Layla Ninda seraya menambahkan ada juga perempuan perajin yang memiliki pekerjaan lain seperti petani.
Selain Toko Singgah Pay, Layla Ninda kemudian memiliki Ninda Tapis, Kaus Lampung, Toko Suvenir Lampung, dan Batik Indonesia.
Ia pun masih memperkerjakan perajin. Hanya Kaos Lampung dan Batik Indonesia ia tidak menggunakan perajin.
Latih di Galeri

Aan Ibrahim mempekerjakan lebih dari 200 perajin yang tersebar di hampir seluruh wilayah Lampung.
Di Lampung Selatan misalnya, ada 50 orang.
Para perajin itu terdiri dari anak putus sekolah hingga ibu rumah tangga.
Sekarang, perajinnya lebih banyak ibu rumah tangga.
Sebab, kebanyakan anak-anak kurang suka dengan pekerjaan membuat desain tapis yang membutuhkan ketelatenan.
Para perajin itu diberi upah Rp 100 ribu-1,5 juta, tergantung banyaknya pekerjaan dan motif kain yang dikerjakan.
Aan mulai merekrut perajin pada 1985 saat ia mulai usaha tapis dengan membuka Galery Aan Ibrahim di Jalan Perintis Kemerdekaan, Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung. Jumlah perajin yang direkrut saat itu 70-an orang.
Tujuan Aan merekrut perajin karena ingin membantu perekonomian mereka, sekaligus karena memang membutuhkan perajin untuk membantu pekerjaan.
Untuk kebutuhan tersebut, Aan tidak segan-segan melatih langsung para perajin di galerinya.