Prostitusi Online di Lampung

Prostitusi Online Berkedok Biduan di Metro Terbongkar, Muncikari Sebut Tarif Short Time Rp 300 Ribu

Polres Kota Metro membongkar prostitusi online sekaligus perdagangan manusia berkedok biduan dangdut.

Penulis: Indra Simanjuntak | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id/Indra Simanjuntak
Yuyun Niasari (38), warga Punggur, Lampung Tengah, diamankan karena diduga menjadi muncikari prostitusi online di Metro. 

Lolos Jerat Hukum

Satreskrim Polres Kota Metro mengaku tidak bisa menjerat penikmat jasa maupun perempuan yang menjajakan tubuhnya kepada pria-pria bandot.

"Memang perangkat hukumnya belum ada. Jadi kita lepaskan. Cuma pembinaan saja. Kecuali, salah satu pihak dilaporkan keluarga. Itu bisa kena perzinaan. Termasuk PSK juga tidak bisa kita jerat. Nah, sekarang ini kan upaya hukum untuk itu kan sedang dibahas. Kita tunggu saja," jelasnya.

Sementara untuk mucikari, bisa dijerat dengan UU Perdagangan Manusia dan UU Pornografi. Sehingga selama ini, aparat hanya bisa memberi hukuman kepada muncikari.

 Vanessa Angel 2 Kali Transaksi di Singapura, 6 di Jakarta, dan 1 di Surabaya

Libatkan Anak di Bawah Umur

Selain di Metro, prostitusi online juga sempat terungkap di wilayah Lampung Timur awal 2019 ini.

Praktik prostitusi ini juga melibatkan kalangan pelajar.

Ironisnya, praktik maksiat tersebut dijalankan ibu dan anak di Raman Utara, Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Kepada aparat, tersangka PI (36) dan BA (21) mengaku telah menjalankan perdagangan anak di bawah umur selama kurang lebih tiga bulan dengan keuntungan 30 persen dari tarif yang disepakati.

Keduanya telah menjual kesucian Senja (16), Jingga (16), dan Rona (15), bukan nama sebenarnya, kepada pria-pria hidung belang dengan tarif bervariasi, Rp 500 ribu hingga Rp 900 ribu.

Kapolres Lampung Timur, Ajun Komisaris Besar Taufan Dirgantoro mengatakan, kedua tersangka (mucikari) diduga melakukan perdagangan dan mempekerjakan tiga perempuan di bawah umur.

Mereka masih berstatus pelajar, untuk dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan imbalan uang. Profesi yang dijalani para tersangka sudah berlangsung sejak Desember 2018.

Adapun modus yang digunakan dengan cara menawarkan kepada pria-pria bandot melalui jalur komunikasi telepon. Setelah sepakat, mucikari akan memberikan nomor telepon ABG kepada calon klien mesumnya.

"Mereka sendiri membuat grup pesan aplikasi WhatsApp dengan ABG. Baru diberi nomor kalau deal. Dari hasil penyelidikan kita, korban ada tiga. Masih pelajar semua. Kita juga amankan sejumlah barang bukti," ungkapnya.

Taufan menambahkan, tersangka ibu dan anak akan dijerat dengan UU Nomor 21/2017 terkait Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. (Tribunlampung.co.id/Indra Simanjuntak)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved