Dugaan Jual Beli Kursi KPU di Lampung, Tersebut Angka Rp 150 Juta
Pemilihan anggota KPU di Lampung periode 2019-2024 diduga terjadi praktik jual beli kursi.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Pemilihan anggota KPU di Lampung periode 2019-2024 diduga terjadi praktik jual beli kursi.
Hal tersebut disampaikan mantan Tim Seleksi KPU Lampung, Budiono.
Budiono melaporkan hal itu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung.
Adapun, praktik jual beli kursi diduga terjadi pada pemilihan anggota KPU di kabupaten/kota.
Seusai melaporkan kasus tersebut, Budiono mengaku sempat mengalami teror dari sejumlah orang.
Berikut, petikan wawancara Tribunlampung.co.id dengan Budiono soal praktik jual beli kursi yang diduga terjadi pada pemilihan anggota KPU di Lampung periode 2019-2024, pada Rabu (20/11/2019).
Tribun: Bagaimana awal mula Anda bisa melaporkan kasus dugaan praktik uang itu ke LBH?
Budiono: Waktu itu Minggu pagi, 3 November 2019, saya didatangi oleh GS suami dari korban dugaan praktik uang.
• Komisi I DPRD Lampung Klarifikasi Pernyataan Budiono soal Dugaan Jual Beli Jabatan di KPU
Saat itu, GS menyampaikan istrinya (VY) ditelepon LP dan diberi kabar Istrinya tidak bisa jadi komisioner Tuba, karena ada indikasi terlibat parpol.
Namun menurut LP, istrinya bisa diloloskan dengan catatan harus menyiapkan uang Rp 150 juta.
Saya menilai ini merupakan suatu penipuan dan pelanggaran hukum yang harus ditindaklanjuti.
Maka, saya melaporkan ke LBH.
Tribun: Bagaimana proses penipuan atau pelanggaran hukum itu bisa terjadi?
Budiono: Awalnya, korban mengira itu tidak benar.
Lalu, korban oleh LP ditemukan dengan ENF, oknum anggota KPU Lampung di sebuah kamar hotel di Swiss-Belhotel Lampung pada 3 November 2019.
Di kamar hotel itu, ada ENF, GS, YV, dan LP, dan terjadi lobi-lobi.
Tribun: Setelah kasus ini diproses oleh LBH dan dilaporkan ke DKPP apa benar Anda diteror oleh sejumlah orang?
Budiono: Sebetulnya saya tidak anggap itu teror, tapi memang ada beberapa orang tidak dikenal menelepon ke nomor saya.
• Terkait Dugaan Jual Beli Kursi, KPU Lampung Akan Gelar Pleno
Tribun: Apa yang dibicarakan dengan orang tidak dikenal itu, apakah dia memberikan ancaman?
Budiono: Ada beberapa orang yang menelepon itu mengajak untuk bertemu.
Kemudian dari beberapa di antaranya, ada yang mengaku-ngaku sebagai aparat penegak hukum.
Selain itu, ada juga beberapa yang mengaku sebagai media.
Padahal, saya tidak pernah mengenal media itu.
Iya, memang ada beberapa (yang mengancam), tapi saya anggap itu bukan suatu ancaman.
Mereka yang ngaku sebagai aparat berapa kali mengajak bertemu.
Tribun: Bagaimana perasaan Anda saat diajak bertemu. Apakah Anda menemuinya?
Budiono: Saya sendiri sih cenderung biasa saja, saya tetap akan temui.
Dan, saya bilang temui saja di kampus.
• Ketua KPU Lampung Erwan Bustami: Ini Amanah yang Penuh Tanggung Jawab
Tapi tetap saja, tidak ada yang menemui saat saya tunggu di kampus.
Tribun: Berapa kali Anda diajak bertemu? Apakah ada yang mengajak di tempat tertentu dengan waktu tertentu?
Budiono: Ya sudah ada beberapa kali, kalau tempat tidak ditentukan hanya saja ada yang mengajak untuk bertemu di malam hari.
Saya tetap mengajak untuk bertemu di kampus.
Tapi tetap saja, tidak ada yang menemui saya dan tidak ada konfirmasi.
Tribun : apakah ada tekanan dari pihak-pihak tertentu untuk menghentikan kasus ini?
Budiono: Kalau tekanan belum ada.
Beberapa teman justru mendukung dan men-support kami untuk meneruskan kasus ini.
Tribun: Dengan beberapa peristiwa teror yang Anda alami, apakah Anda merasa takut?
Budiono: Saya tidak sama sekali ada rasa takut dalam kasus ini.
Meskipun memang, ada beberapa perkataan yang sifatnya seperti ancaman tadi.
Saya akan pertanggungjawabkan kepada masyarakat dan juga Tuhan.
Jadi, apapun risikonya, saya sudah siap untuk menghadapi.
Bagi saya, ancaman itu membuat saya semakin semangat untuk mengungkap kasus dugaan pratik uang ini.
• Diduga Minta Duit Rp 150 Juta, Oknum Anggota KPU Lampung Dilaporkan Praktik Jual Beli Kursi
Tribun: Apakah Anda merasa menyesal telah melaporkan kasus ini?
Budiono: Menyesal sih tidak.
Namun, sangat disayangkan KPU RI tidak ada perlindungan hukum kepada dua orang saksi, termasuk saya yang sempat beberapa kali dihubungi orang tidak dikenal.
Kami sudah berusaha untuk mengungkap kasus ini tapi malah KPU RI tidak memberikan apresiasi kepada kami. (tribunlampung.co.id/kiki adipratama)