Dugaan Jual Beli Jabatan KPU di Lampung Tunggu Nomor Registrasi dari DKPP
Saat ini kasus yang diduga melibatkan oknum komisioner KPU Lampung ENF sedang dalam proses penerbitan nomor regristasi persidangan.
Penulis: kiki adipratama | Editor: Noval Andriansyah
"Tadi ada konfrontir yang diduga melakukan (jual beli jabatan KPU) membantah, tidak bertemu dan lainnya. Silahkan saja, tapi saya rasa suami VY (korban) tidak buta warna, atau lupa ingatan, tapi sudah lah proses kan belum selesai, ada di Polda dan DKPP, mohon kawan-kawan media juga sama-sama mengawal ini," kata Budiono.
Menurut Budiono, dalam klarifikasi ini ia menjelaskan apa yang ia ketahui. Setelah ini, akademisi Unila ini mengatakan, ada proses pembuktian di kepolisiaan dan DKPP.
"Saya yakin DKPP dan aparat penegak hukum objektif, bijaksana, realistis dan bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Memang mengungkap ini tidak mudah, kami hargai pelapor yang mau mengungkapkan ini, waktu nanti yang akan menjawab semua, kami yakin Tuhan tidak tidur," tandas Budiono.
Tersebut Angka Rp 150 Juta
Pemilihan anggota KPU di Lampung periode 2019-2024 diduga terjadi praktik jual beli kursi.
Hal tersebut disampaikan mantan Tim Seleksi KPU Lampung, Budiono.
Budiono melaporkan hal itu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung.
Adapun, praktik jual beli kursi diduga terjadi pada pemilihan anggota KPU di kabupaten/kota.
Seusai melaporkan kasus tersebut, Budiono mengaku sempat mengalami teror dari sejumlah orang.
Berikut, petikan wawancara Tribunlampung.co.id dengan Budiono soal praktik jual beli kursi yang diduga terjadi pada pemilihan anggota KPU di Lampung periode 2019-2024, pada Rabu (20/11/2019).
Tribun: Bagaimana awal mula Anda bisa melaporkan kasus dugaan praktik uang itu ke LBH?
Budiono: Waktu itu Minggu pagi, 3 November 2019, saya didatangi oleh GS suami dari korban dugaan praktik uang.
• Komisi I DPRD Lampung Klarifikasi Pernyataan Budiono soal Dugaan Jual Beli Jabatan di KPU
Saat itu, GS menyampaikan istrinya (VY) ditelepon LP dan diberi kabar Istrinya tidak bisa jadi komisioner Tuba, karena ada indikasi terlibat parpol.
Namun menurut LP, istrinya bisa diloloskan dengan catatan harus menyiapkan uang Rp 150 juta.
Saya menilai ini merupakan suatu penipuan dan pelanggaran hukum yang harus ditindaklanjuti.