Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Sebut Saksi Bohong, Mantan Kajari Kotabumi Yusna Adia Bantah Terima Aliran Dana Rp 1 Miliar

Mantan Kajari Kotabumi Yusna Adia membantah disebut menerima aliran dana Rp 1 miliar dari Dinas PUPR Lampung Utara.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Deni Saputra
Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Lampung Utara Fria Apris Pratama memberi kesaksian dalam sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di PN Tanjungkarang, Senin (13/1/2020). Fria menyebut mantan Kajari Kotabumi Yusna Adia menerima aliran dana Rp 1 miliar. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mantan Kajari Kotabumi Yusna Adia membantah disebut menerima aliran dana Rp 1 miliar dari Dinas PUPR Lampung Utara.

Hal itu dikatakan Yusna saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara yang digelar di PN Tanjungkarang, Senin (13/1/2020).

Yusna yang saat ini menjabat sebagai Kajari Bandar Lampung mengatakan bahwa kesaksian Fria Apris Pratama selaku Kasi Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Lampung Utara tidaklah benar.

"Sumpah demi Allah, itu nggak benar. Saya nggak pernah terima begituan. Bohong saksi itu," kata Yusna.

Bantahan juga disampaikan Kasi Pidsus Kejari Kotabumi Van Barata.

Dapat DAK Rp 40 Miliar, Syahbudin Setor Fee Rp 2,5 Miliar ke Musa Zainudin

Menghadap Bupati Agung, Syahbudin Diminta Duit Rp 1 Miliar

Tekab 308 Ringkus 2 DPO Curanmor asal Jabung, Salah Satunya Berprofesi Petani

BREAKING NEWS Terios vs Avanza Adu Kambing di Flyover Antasari-Tirtayasa

Eks Kajari Kotabumi Yusna Aida.
Eks Kajari Kotabumi Yusna Aida. ()

Ia tidak mengakui disebut menerima aliran dana.

Dalam kesaksiannya, Fria menyebut Yusna menerima aliran dana Rp 1 miliar pada 2017.

Pada 2016, Yusna juga disebut pernah menerima uang Rp 500 juta melalui kakaknya.

"Ke Kejaksaan Negeri (Kotabumi) Lampung Utara sebesar Rp 1 miliar, diserahkan melalui Kasi Datun Rusdi tahun 2017. Sebelumnya ada tahun 2016, Rp 500 juta ke Ibu Kajari Yusna. Saya serahkan kakaknya atas petunjuknya Bu Yusna di rumah kakaknya di belakang Begadang Resto (Bandar Lampung)," tutur Fria.

Fria mengatakan, uang Rp 1 miliar diserahkan di ruang Kasi Datun Kejari Kotabumi.

Fria adalah orang kepercayaan mantan Kadis PUPR Lampung Utara Syahbudin.

Selama ini, Fria mengaku telah membagikan uang ke sejumlah pihak dengan dalih pengamanan proyek.

"Jadi pada tanggal 6 Oktober 2019 apa yang dibahas?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

"Ada pertemuan dan membagikan uang kepada beberapa orang," jawab Fria.

Fee ke Musa Zainudin

Para kepala dinas di Pemkab Lampung Utara diperintahkan oleh Bupati Agung Ilmu Mangkunegara untuk mencari dana proyek ke pusat.

Alasannya, dana APBD terbatas.

Hal ini terungkap saat mantan kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin menjadi saksi dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (13/1/2020).

"Tiap pertemuan atau rapat, bupati selalu perintahkan kadis untuk cari dana ke pusat karena APBD kami terbatas," kata Syahbudin.

Syahbudin menuturkan, pada tahun 2017 orang kepercayaannya menemui seseorang yang bisa mempertemukan dengan pejabat di pemerintah pusat.

"Dari orang tersebut, lalu bertemu Samsani Sudrajat orang PKS pusat bertemu di sana. Beliau memberi pekerjaan irigasi senilai Rp 50 miliar hingga Rp 100 miliar. Lewat pengajuan tapi nanti ada fee," tuturnya.

Tindak lanjut dari tawaran tersebut, kata Syahbudin, pihaknya menyiapkan proposal.

"Lalu ditandatangani bupati. Pengajuan proposal Rp 100 miliar lalu beberapa hari saya serahkan Samsani, dapat Rp 50 miliar. Fee Rp 3,5 miliar atau 7 persen itu tahun 2017 untuk pekerjaan 2018," tuturnya.

Selain itu, Syahbudin sempat diperintahkan oleh Bupati Agung untuk menemui Ketua PKB Musa Zainudin.

"Pertemuan ditawarkan DAK 2016. Akhirnya dapat Rp 40 miliar. Fee Rp 2,5 miliar ke Pak Musa Zainudin. Anggaran sumbernya PU," beber Syahbudin.

Fee Rp 85 Miliar ke Agung

Syahbudin mengakui telah menggelontorkan uang fee sebesar Rp 85 miliar kepada Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

"Setoran fee yang diserahkan sejak 2014 berapa?" tanya JPU KPK Taufiq Ibnugroho.

"Saya terangkan, penyerahan dari 2015, 2016, dan 2017. (Tahun) 2015 diserahkan sekitar Rp 21 miliar. Tahun 2016 saya lupa, sekitar kurang lebih Rp 30 miliar. Tahun 2017 Rp 33 miliar. Tahun 2018 gak ada. Hanya sumbangan-sumbangan. Tahun 2019 Rp 1 miliar," ungkap Syahbudin.

Syahbudin mengatakan, semua setoran fee tersebut ia catat dalam sebuah buku.

"Sekarang catatan sudah disita KPK. Itu dari 2016. Diberikan ke siapa dan sumber siapa, ada semua," tandasnya.

Berhubungan dengan Ami 

Sejak 2019, Syahbudin tak lagi berurusan dengan Taufik Hidayat maupun Dani.

Syahbudin pun langsung berhubungan dengan Raden Syahril alias Ami.

Hal ini terungkap saat Syahbudin, mantan kepala Dinas PUPR Lampung Utara, dalam persidangan perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (13/1/2020).

Syahbudin mengatakan, pada Juni 2019 ia menghadap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara yang mana disampaikan segala sesuatu lewat Ami.

"Disampaikan di ruangannya, dan saat pertemuan itu ada permintaan uang Rp 1 miliar. Saya kumpulkan uang pertama Rp 600 juta dan Rp 400 juta," terangnya.

Setelah itu, di bulan yang sama ia berikan uang kepada Ami.

"Ami bilang kok kurang, dan itu sudah saya tutup-tutupin karena memang banyak pekerjaan tahun lalu yang macet," katanya.

"Uang tersebut, Rp 600 juta, secara langsung. Saya minta tolong kurir, Reza (mahasiswa istrinya), yang mana uang Rp 600 juta itu dari rekanan yang dikumpulkan oleh Fria Rp 100 juta dan Helmi Jaya Rp 500 juta," bebernya.

"Jadi Anda libatkan istri Anda?" tanya JPU Taufiq Ibnugroho.

"Cuma itu saja. Saya sangat menyesal," jawab Syahbudin.

Syahbudin tak mengetahui di mana penyerahan uang tersebut lantaran ia berada di Jakarta.

"Katanya di Pramuka," tuturnya.

Selanjutnya, sisanya Rp 400 juta dikumpulkan dari uang fee Candra Safari.

"Kalau Candra pembayaran fee dua kali. Rp 100 juta itu bulan April, lalu pada 1 Oktober menyerahkan fee Rp 350 juta," tuturnya.

Namun, yang tersisa saat itu hanya Rp 350 juta.

Sementara Ami masih meminta kekurangan uang Rp 400 juta.

"Lalu saya dapat Rp 50 juta dari rekanan Deni Merian. Saya gabungkan dan daya serahkan ke Reza untuk diserahkan ke Ami di Jalan Danau Singkarak," tuturnya.

Candra Temui Syahbudin

Awalnya dapat pekerjaan dari tangan kedua, Candra Safari menemui langsung Syahbudin demi mendapatkan proyek.

Hal ini terungkap saat mantan Kepala Dinas PUPR Lampung Utara Syahbudin menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan suap fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (13/1/2020).

Syahbudin mengaku berkenalan dengan Candra Safari pada 2016.

Saat itu Candra sudah mendapatkan pekerjaan dari Hendry, orang kepercayaan Taufik Hidayat.

"Lalu dia menawarkan diri di pekerjaan tahun 2017. Dari situ kami beri pekerjaan dan saya plotting pekerjaan tahun 2017 sekitar 10 proyek dengan nilai Rp 1,25 miliar. Lalu di tahun 2018  untuk kegiatan 2019 Rp 600 juta. Jadi total Rp 1,85 miliar," terangnya.

"Saya sampaikan fee-nya dan dia menyetujui dibayar akhir. Saya sampaikan pembayaran di akhir (selesai pencairan) karena pencairan selalu telat. Seperti beberapa pekerjaan yang tidak dibayar hingga ini," imbuhnya.

Kata Syahbudin, terdakwa Candra mengerjakan paket proyek tersebut menggunakan uang sendiri lantaran keuangan Pemkab Lampung Utara sedang defisit.

"Saya gak tahu. Tapi katanya defisit, dan saya sudah mengajukan (untuk pencairan). Katanya bupati akan menindaklanjuti. Tapi memang seperti itu, semua paket proyek mandek semua. Informasi orang keuangan, memang defisit," bebernya.

Bayar Pajak

Sebelum menjadi Kadis PUPR Lampung Utara, Syahbudin dapat pesan untuk setor pajak ke bupati setiap mendapatkan proyek.

"Saya menjadi kepala dinas pada tanggal 25 Juli. Sebelum dilantik saya dipertemukan Bupati Lampung Utara pada Februari 2014 oleh Taufik Hidayat (orang kepercayaan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara) dan Dani Akbar Tandi Irian (adik Agung)," kata Syahbudin.

Dalam pertemuan itu, Syahbudin diperkenalkan dengan Agung.

Syahbudin dibawa dari Lampung Tengah ke Lampung Utara.

"Saat itu saya belum serahkan berkas. Saya minta waktu berpikir, dan saat itu ada pembicaraan dari bupati, Taufik sama Dani. Ya disampaikan sekadarnya, ya masalah fee proyek. Dan setelah jalan (jadi Kadis), ditindaklanjuti Taufik dan Dani," terang Syahbudin.

Syahbudin mengatakan, fee yang dimaksudkan ini untuk kegiatan fisik dan nonfisik.

"Dan yang disampaikan bahwasanya fee 20 persen yang mana pajak 15 persen (setoran bupati melalui Dani dan Taufik), 5 persen operasional bagi temen-temen dinas," katanya.

"Nonfisik 30 persen, 20 persen pajak, 10 persen operasional," imbuhnya.

Syahbudin mengaku seminggu setelah dari pertemuan tersebut ia sempat menolak.

Namun, ia didesak untuk tetap menerima tawaran tersebut.

"Suruh jalani dulu. Kemudian saya dilantik. Saya lalu koordinasi dengan Taufik dan Dani. Saya serahkan pekerjaan dan mereka yang atur," tandasnya.

Sidang diawali dengan perkara terdakwa Candra Safari dalam perkara dugaan suap fee proyek Lampung Utara.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menghadirkan tiga orang saksi.

Namun hanya dua saksi yang hadir.

"Saksi yang kami hadirkan tiga orang. Pertama Syahbudin, mantan kepala Dinas PUPR Lampung; Fria Apris Pratama, Kasi Bina Marga PUPR," ungkap JPU Taufiq Ibnugroho.

Sementara satu saksi yang tak hadir yakni Sri Widodo, mantan wakil bupati Lampung Utara.

"Sri Widodo tidak hadir, alasan sakit. Tapi kami akan panggil lagi minggu depan," jelas Taufiq. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved