Aksi Tolak Omnibus Law di Metro
LMND Ajak Semua Pihak Tolak RUU Omnibus Law yang Dinilai Cacat Hukum
Ia meminta semua pihak, tidak hanya buruh dan mahasiswa, turut menolak RUU Omnibus Law yang cacat hukum dan tidak berpihak kepada kesejahteraan rakyat
Penulis: Indra Simanjuntak | Editor: Reny Fitriani
"Kami minta kembalikan hak-hak buruh sesuai aturan Ketenagakerjaan, seperti yang tertera pada PP 78 tentang pengupahan. Harapan kami hadir di sini agar wakil rakyat dapat menolak RUU ini," tuntasnya.
6 Poin Tuntutan
Federasi Serikat Buruh Karya Utama-Konfederasi Serikat Nasional (FSBKU-KSN) menuntut enam poin terkait UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ketua FSBKU Kota Metro Agus Fitra menjelaskan, enam poin tuntutan adalah menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja.
Dimana pengusaha dapat mengalihkan hubungan kerja ke pihak lain.
"Kedua menghilangkan upah minimum. Diganti dengan sistem per jam. Selanjutnya soal mengurangi bahkan menghilangkan pesangon dan mempermudah PHK," paparnya, Kamis (13/2/2020).
Adapun tuntutan keempat terkait lapangan pekerjaan yang tersedia berpotensi diisi tenaga kerja asing.
Ia menambahkan, RUU Omnibus Law juga menghapus pidana ketenagakerjaan.
"Dan keenam terkait jaminan sosial yang terancam hilang. Ini karena sistem kerja yang fleksibel," imbuhnya.
Geruduk Kantor DPRD Metro
Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law atau aturan Cipta Lapangan Kerja di Gedung DPRD Kota Metro.
Ketua FSBKU Tri Susilo mengatakan, Rancangan UU Omnibus Law cacat hukum dan tidak memberikan kepastian perlindungan kepada para pekerja.
Aturan tersebut akan menindas para buruh jika diberlakukan.
"Karena itu, kami meminta DPRD Kota Metro dapat mendukung agar UU Omnibus Law atau aturan Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) ini ditolak. Intinya kami minta Dewan dapat bersinergi dengan kami untuk menolak aturan ini," bebernya, Kamis (13/2/2020). (Tribunlampung.co.id/Indra Simanjuntak)