Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Digelar via Video Conference, JPU Hadirkan 7 Saksi

Antisipasi penyebaran Virus Corona (Covid-19), PN Tanjungkarang menggelar sidang suap fee proyek Lampung Utara secara daring.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hanif
Tim teknisi PN Tanjungkarang masih mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk digelarnya persidangan dengan video conference. BREAKING NEWS Sidang Suap Fee Proyek Lampura Digelar via Video Conference, JPU Hadirkan 7 Saksi 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Antisipasi penyebaran Virus Corona (Covid-19), Pengadilan Negeri Tanjungkarang menggelar sidang suap fee proyek Lampung Utara secara daring, Senin 30 Maret 2020

Pantauan Tribunlampung.co.id, saat ini tim teknisi PN Tanjungkarang masih mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk digelarnya persidangan dengan video conference.

Tak hanya itu, meja Jaksa Penuntut Umum yang biasanya berhimpitan sekarang diberi jarak satu meter, begitu juga halnya meja Penasihat Hukum.

Sementara itu pengunjung sidang pun dibatasi, bahkan kursi pengunjung yang biasa diduduki banyak sekarang hanya diperbolehkan dua orang dengan jarak tertentu.

Dalam persidangan kasus suap fee proyek Lampung Utara saat ini diagendakan dengan keterangan saksi.

Ada Wabah Corona, Sidang Suap Fee Proyek Lampung Utara Digelar via Video Conference

Bahasa Sandi Oknum Perwira Polda Lampung untuk Hilangkan Barang Bukti saat OTT KPK

Diskes Lampung Rilis 1 Pasien Virus Corona Meninggal Dunia, ODP 800 Orang, PDP 10 Orang

BREAKING NEWS Pohon Tumbang Timpa 8 Rumah di Jalan WR Supratman Telukbetung Selatan

JPU pun akan menghadirkan 7 orang saksi yaitu 4 orang dari unsur pejabat dan mantan pejabat di Lampung Utara serta 3 orang dari pihak swasta.

Eks Bendahara Dinas PUPR Lampura Ungkap Aliran Suap Fee Proyek, Jaksa dan Polisi Dapat Jatah

Eks bendahara dan keuangan Dinas PUPR Lampung Utara (Lampura) blak-blakan ungkap semua aliran suap fee proyek, mulai dari jaksa hingga jurnalis dapat jatah.

Hal ini terungkap saat saksi eks Bendahara dan Keuangan (2015-2017) Dinas PUPR Lampura Fria Apris Pratama memberi keterangan dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

Fria Apris Pratama memberi keterangan secara gemblang dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

Fria menyebutkan pada Tahun 2015, ia pernah mengantarkan uang hasil fee proyek kepada seorang jaksa di Lampung.

"Jaksa dua kali, satu atas perintah Syahbudin, isinya gak tahu, tapi yang kedua Rp 20 juta, dan polisi Rp 1 miliar," ungkap Fria, Senin (16/3/2020).

Tak hanya itu, di tahun yang sama, Fria mengaku, mengantarkan dua tas berisi uang sebesar Rp 2,5 miliar ke adik Bupati nonaktif Lampura Agung Ilmu Mangkunegara.

"Dua tas ransel besar mata uang rupiah, sebesar Rp 2,5 miliar dibagi dua ransel. Itu diantar di Bandar Lampung, tak jauh dari rel di rumah Dani (adik bupati)," kata Fria.

Tak cukup itu saja, rupanya pada tahun yang sama, Fria juga mengantarkan uang kepada salah seorang staf BPK Lampung sebesar Rp 500 juta.

"Terkait penyerahan uang ke BPK supaya temuan Dinas PU tidak lebih sampai Rp 1 miliar. Penyerahan uang Rp 500 juta, itu Tahun 2016, kalau Tahun 2015 sekedar Rp 200 juta," tuturnya.

Selain ke BPK Tahun 2016, kata Fria, ia juga memberikan kepada jaksa sebesar Rp 500 juta dan Rp 1 miliar.

"Lalu polisi Rp 1 miliar dan yang kedua Rp 20 juta, untuk Tahun 2017 saya hanya antarkan uang ke ULP Rp 200 juta. Selain itu suruh kasih jurnalis Rp 644 juta untuk lebaran," sebutnya.

Disinggung pemberian fee proyek kepada DPRD Lampura, Fria mengaku tidak ada.

Menurut Fria, yang ada hanya jatah paket proyek sebanyak Rp 12 miliar.

"Bukan ketok palu, mereka hanya meminta pekerjaan saja dan ada feenya," tandasnya.

Oknum Pamen Polisi

Oknum Perwira Menengah (Pamen) polisi di Lampung diduga menerima aliran suap fee proyek hingga Rp 145 juta.

Hal ini terungkap saat saksi eks Bendahara dan Keuangan (2015-2017) Dinas PUPR Lampura Fria Apris Pratama memberi keterangan dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

Dalam persidangan Fria Apris Pratama mengaku ada pemberian rutin ke oknum pamen polisi di Lampung.

"Tahun 2017, Pak Kasubdit, Januari Rp 40 juta, Mei Rp 70 juta, dan Agustus Rp 35 juta," kata Fria, Senin (16/3/2020).

Saat operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Lampung Utara, salah seorang staf Dinas PUPR Lampura dapat arahan untuk menghilangkan barang bukti.

Tak tanggung-tanggung, arahan tersebut langsung diberikan oleh salah seorang oknum pamen polisi.

Hal ini terungkap saat saksi eks Bendahara dan Keuangan (2015-2017) Dinas PUPR Lampura Fria Apris Pratama memberi keterangan dalam persidangan di PN Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

Bahkan, pada Tahun 2019, Fria mengaku, ada pertemuan lagi dengan aparat untuk menyerahkan uang rutin atas perintah Syahbudin di Hotel Grand Anugerah.

"Sekira pukul 12.00 WIB, Pak Syahbudin bertemu dengan aparat penegak hukum di Hotel Grand Anugerah," sebutnya.

Kata Fria, setelah penyerahan itu, pada Minggu 6 Oktober 2019, dia mendapat kabar dari aparat tersebut untuk mematikan ponsel dan menghilangkan barang bukti.

"Saya pas di Pringsewu sekira pukul 19.00 WIB pas (kejadian) OTT, aparat itu telepon dan diminta untuk mematikan ponsel tapi dengan kode kopiko, dia bilang segera matikan hp, kopiko sudah dekat," kata Fria.

"Apa itu kopiko?" tanya JPU Taufiq.

"Istilah untuk KPK," jawab enteng Fria yang disambut tawa pengunjung sidang.

Setelah itu, lanjut Fria, ia langsung menghubungi Syahbudin, namun tak diangkat.

Sehingga, terus Fria, ia menelpon sopir pribadi Syahbudin untuk sampaikan pesan.

"Lalu saya hubungi Susilo Dwiko (Sekretaris PUPR), saya sampaikan kalau saya dihubungi aparat, kalau kopiko untit (buntuti) dia (aparat) dan segera pecahin ponsel," tuturnya.

Selanjutnya, Fria mengaku, langsung mematikan ponselnya dan memasukkan ke dalam tas beserta dua buku agenda catatan fee proyek.

"Saya terus telpon adik saya untuk barang (bukti) tersebut disingkirkan pukul 21.00 WIB, besoknya, ponsel, laptop dibawa adik, dan pukul 01.00 WIB KPK datang ke rumah ibu saya dan saya ditelpon ibu kalau ada tamu KPK datang," sebutnya.

Buka Catatan

Buka catatan Fria Apris Pratama, puluhan miliar uang mengalir dari rekanan ke Kadis PUPR untuk Bupati.

Hal ini terungkap saat JPU Taufiq Ibnugroho memintai keterangan Fria Apris Pratama bendahara dan keuangan Dinas PUPR dari tahun 2015 hingga 2017 dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

Fria pun mengaku sejak tahun 2015 ada fee 20 persen setiap paket proyek, yang mana disetorkan dahulu ke Syahbudin kemudian ke Agung Ilmu Mangkunegara.

"Awalnya disetor ke saya lalu setor ke Syahbudin kemudian Agung," katanya.

"Jadi ini catatan anda dari 2015, yang mana total pekerjaan Rp 184 miliar dan fee nya sebesar Rp36 miliar, benar ya?" tanya Taufiq.

"Benar tapi fee itu perkiraan saja, dan saya hanya terima (pengumpulan) Rp 1 miliar," tuturnya.

Fria pun menuturkan untuk tahun 2016 ia juga bertugas mengumpulkan fee dari rekanan sebesar Rp 1 miliar, dan sisanya melalui Taufik Hidayat, Akbar Tandi Irian, dan Syahbudin.

"Tahun 2016 Ada dicatatan semua, total pagu Rp 336 miliar, total fee Rp 67 miliar," kata Fria.

Fria pun mengaku uang-uang tersebut setelah dikumpulkan kemudian disetorkan ke Syahbudin.

"Saya catat di buku agenda saya untuk mengingat saat plotingan agar tidak kelewat, ada dua buku agenda, dari tahun 2015 sampai 2017. Dan ada paraf setiap penerimaan dan penyerahan. Kalau itu fee hanya itungan pagu," terang Fria.

Untuk tahun 2017, Fria sendiri mengaku ada total pagu proyek sebesar Rp 407 dengan total fee Rp 81 miliar.

"Dan saya hanya terima dari rekanan sebesar Rp 7,61 miliar," kata Fria.

"Terus selain kamu yang mengumpulkan siapa saja?" tanya JPU KPK Taufiq.

"Seingat saya, Erzal sebesar Rp 4,9 miliar, Mangku Alam Rp 7,8 miliar, Helmi Jaya Rp 4,7 miliar, Syahbudin 6,3 milar, Karnadni Rp 784 juta, Susilo Dwiko Rp 540 juta, Franstori Rp 34 juta, Gunaido Rp 200 juta, Amrul Rp 106 juta, Ansabak Rp 900 juta, Ika (orang dinas PUPR) Rp 70 juta, Sairul Haniba Rp 40 juta, Yulias Dwiantoro Rp 569,5 juta," sebutnya.

Fria pun mengaku selain pengambilan fee proyek tersebut ia juga mengambil fee sebesar Rp 1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018.

"Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola syahbudi," sebut Fria.

Fria menambahkan tahun 2018 ia tak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori.

"Kalau 2019, total nilai 88 miliar, fee Rp 11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulan hanya Rp 238 juta," tandasnya.

Potongan Pencairan

Sempat tak ada anggaran, Fria ngaku ada permintaan fee tiap pencarian anggaran proyek.

Hal ini diungkapkan oleh Fria Apris Pratama bendahara dan keuangan Dinas PUPR dari tahun 2015 hingga 2017 di persidangan Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 16 Maret 2020.

"Apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran?" tanya JPU Taufiq Ibnugroho.

"Ada, Desyadi (Kepala BPKAD) meminta 5 persen," ujar Fria.

Fria mengaku uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung Ilmu Mangkunegara.

"Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor," terang Fria.

Fria pun menjelaskan pada tahun 2016 ia menyetorkan fee Rp 500 juta dan 2017 sebesar Rp 700 juta.

"Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved