Tribun Bandar Lampung
Divonis Bebas, Terdakwa Korupsi Land Clearing Bandara Radin Inten II Sujud Syukur
Sulaiman divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (30/4/2020).
Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sulaiman divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (30/4/2020).
Warga Kelurahan Labuhan Dalam, Kecamatan Tanjung Senang, Bandar Lampung ini dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam perkara korupsi proyek land clearing Bandara Radin Inten II tahun 2014.
Dalam kasus ini, mantan Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung Albar Hasan Tanjung dan Direktur PT Daksina Persada Budi Rahmadi sudah dijatuhi vonis dalam sidang tiga tahun silam.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (30/4/2020), ketua majelis hakim Samsudin menyatakan, terdakwa Sulaiman tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana dalam dakwaan primer alternatif pertama ataupun kedua dan subsider alternatif satu serta kedua.
• Perkara Korupsi Land Clearing Bandara Radin Inten II Seret Terdakwa Baru
• Korupsi Land Clearing Bandara Radin Inten II, Albar Hasan Dituntut 7 Tahun Penjara
• Manfaatkan Pandemi Corona, Pelaku Pembegalan di Kotabumi Pakai Masker
• Kebakaran Besar di SPBU di Baradatu, 2 Mobil dan 2 Motor Ikut Ludes
"Membebaskan H Sulaiman dari segala dakwaan dan memerintahkan terdakwa Sulaiman keluar dari tahanan kota," sebut Samsudin.
Mendengar vonis bebas tersebut, terdakwa Sulaiman langsung bersimpuh dan bersujud syukur.
Penasihat hukum terdakwa, Handoko, mengatakan, pihaknya sangat bersyukur atas putusan tersebut.
"Dimana majelis hakim memutuskan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan JPU, tentunya kami apresiasi. Dari awal kami menghormati proses hukum yang sudah berjalan hampir tiga tahun hingga muara ke pengadilan ini," kata Handoko.
Handoko menuturkan, pertimbangan majelis hakim untuk membebaskan Sulaiman dari segala dakwan pertama bahwa penerimaan uang yang dituduhkan kepada terdakwa bukan hasil dari tindak pidana korupsi.
"Seperti yang telah kita dengarkan bersama-sama, majelis masih mempertimbangkan bahwa itu bukan melawan hukum, karena kami bisa membuktikan bahwa uang itu adalah pembayaran kewajiban utang," tuturnya.
Kedua, terus Handoko, sudah ada putusan Mahkamah Agung yang mempertimbangakan fakta terkait adanya aliran uang tersebut.
"Putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap ini dijadikan sebagai dasar pembelaan dan dijadikan dasar oleh majelis tadi untuk memutus perkara. Karena memang perkara ini split. Sebelumnya ada tiga perkara diadili, faktanya sama dan sampai ke MA dan terakhir Pak Sulaiman," tandasnya.
Sementara itu, JPU Zahri Kurniawan mengatakan pihaknya pikir-pikir atas vonis bebas tersebut.
"Atas putusan tersebut tentunya kami memanfaatkan waktu tujuh hari ke depan untuk pikir-pikir," ujar Zahri.
Dalam tuntutan sebelumnya, JPU Zahri Kurniawan menyatakan terdakwa Sulaiman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Zahri pun meminta majelis hakim menjatuhkan pidana selama enam tahun dan enam bulan dengan denda sebesar Rp 300 juta subsider enam bulan penjara.
Dalam berkas dakwaannya, JPU menjelaskan perbuatan terdakwa bermula pada paket pekerjaan konstruksi berupa pekerjaan land clearing pematangan lahan fasilitas sisi udara baru Radin Inten II Lampung tahap I dengan nilai pagu paket sebesar Rp 8.750.000.000.
Pada Mei 2014, sebelum proses lelang pekerjaan land clearing pematangan lahan fasilitas sisi udara baru Bandara Radin Inten II Lampung tahap I, terdakwa dan saksi Budi Rahmadi bersepakat untuk mengerjakan proyek tersebut.
"Dengan pembagian tugas saksi Budi yang mengerjakan proyek tersebut, sedangkan terdakwa yang mengerjakan administrasi lelang sampai kontrak, termasuk mencari perusahaan untuk mengikuti proses lelang," kata JPU.
JPU mengatakan, untuk pengerjaan proyek tersebut sampai selesai, saksi Budi Rahmadi mendapat alokasi biaya sebesar Rp 3,2 miliar.
Sedangkan sisa dari nilai kontrak merupakan hak terdakwa.
Karena terdakwa yang mengurus proses lelang pekerjaan sampai dapat dimenangkan.
"Terdakwa meminta saksi Budi untuk menyetorkan sebesar 58 persen dari setiap pembayaran yang diterima dari kas daerah kepada terdakwa," sebutnya.
Setelah itu saksi Budi Rahmadi yang bertindak sebagai kuasa direktur PT Daksina Persada dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan kegiatan land clearing dan pematangan lahan fasilitas sisi udara baru Bandara Radin Inten II tahun 2014.
Kemudian, terdakwa menyerahkan uang sebagai pembayaran kompensasi atas peminjaman PT Daksina Persada kepada saksi Septian Sabungan Raja sebesar Rp 75 juta selaku saksi Wawan.
Setelah itu dalam setiap pembayaran termin pekerjaan land clearing dan pematangan lahan sisi udara baru Bandara Radin Inten II Lampung tahap I, saksi Budi Rahmadi menyerahkan uang kepada terdakwa sesuai kesepakatan.
"Berdasarkan penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Lampung tanggal 16 Juni 2016 tentang Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan tindak pidana korupsi kegiatan land clearing dan pematangan lahan fasilitas sisi udara baru Radin Inten II tahun 2014, diperoleh kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.585.799.125," tutupnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)