Walhi Lampung Dorong Penegakan Hukum atas Perusakan Ekosistem Mangrove
Walhi Lampung mendorong proses penegakan hukum atas adanya aktivitas atau kegiatan ilegal serta perusakan ekosistem mangrove di Lampung.
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung mendorong proses penegakan hukum atas adanya aktivitas atau kegiatan ilegal serta perusakan ekosistem mangrove di Lampung.
Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Lampung, keberadaan kawasan konservasi ekosistem mangrove tinggal 2.013,06 hektare.
"Tersebar di Kabupaten Tulangbawang, Lampung Timur, Lampung Selatan, Bandar Lampung, dan Pesawaran," ungkap Irfan dalam konferensi pers di sekretariat Walhi, Jalan ZA Pagar Alam Gang Era, Minggu (26/7/2020) sore.
Sementara panjang garis pantai di Lampung kurang lebih sekitar 1.105 kilometer.
Idealnya, minimal kawasan ekosistem mangrove tercukupi 30 persen dari panjang garis pantai tersebut atau sekitar 3 ribu hektare.
TONTON JUGA:
"Minimal 30 persen tertutupi atau 3 ribu hektare kawasan pesisir mangrove di Pesisir Lampung ini. Tapi kenyataannya hanya 2 ribuan hektare," kata Irfan.
Terhangat, adanya aktivitas ilegal dan perusakan ekosistem mangrove oleh PT Dataran Bahuga Permai (grup PT Tri Patria Bahuga) di Dusun Penubaan, Desa Bakauheni, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan.
Walhi memutar video contoh kasus kerusakan ekosistem mangrove di daerah tersebut sekaligus dalam rangka memperingati Hari Mangrove Sedunia pada tanggal 26 Juli setiap tahunnya.
• Walhi Lampung: 3 Bocah Tewas Tenggelam Dampak Pertambangan Liar
• Walhi Minta Pemprov Lampung Sediakan Tempat Khusus Penampungan Sampah Infeksius
• 2 Mayat Bayi Ditemukan Mengambang di Sungai Lampung
• Dilema Salat Idul Adha, Sulitnya Terapkan Protokol Kesehatan
"Hasil investigasi Walhi Juni lalu menemukan di lapangan bahwa aktivitas di lokasi yang direncanakan akan dibangun lokasi wisata tersebut masih tetap berjalan sebagaimana biasanya," ungkapnya.
Bahkan tidak ada garis polisi walaupun Pemkab Lampung Selatan telah melakukan upaya penutupan sementara kegiatan tersebut pada 15 Mei 2020.
"Karena tidak memiliki izin lingkungan dan izin atau rekomendasi pemanfaatan ruang. Tapi temuan kami aktivitas tetap berjalan normal," papar dia.
Bahkan PT Dataran Bahuga Permai telah melakukan aktivitas land clearing dengan total luas lahan 12,1 hektare.
"Juga telah dilakukan kegiatan reklamasi pantai dan perusakan ekosistem mangrove di Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K)," timpal Irfan.
PT Dataran Bahuga Permai diduga telah melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 109 dan bisa dikenakan denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak 3 miliar serta pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun.