Tribun Bandar Lampung

5 Pengedar Sabu Dihukum Mati Bersamaan, Majelis Hakim Nilai Tak Ada Hal yang Meringankan

Muntasir merupakan warga Aceh dan otak pengiriman sabu tersebut.Sementara Suhendra, warga Bandar Lampung, merupakan kurir narkoba.

Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id/Hanif
Suasana persidangan putusan para terdakwa jaringan narkotika sabu 41,6 kilogram. 5 Pengedar Sabu Dihukum Mati Bersamaan, Majelis Hakim Nilai Tada Hal yang Meringankan 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap lima terdakwa kasus narkoba dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kota Bandar Lampung, Kamis (6/8/2020).

Majelis hakim menilai tidak ada hal meringankan dari para terdakwa sindikat pengiriman narkotika jenis sabu-sabu 41,6 kg ini.

Kelima terdakwa itu yakni Muntasir, Hatami alias Iyom, Supriyadi alias Udin, Jepri Susandi alias Uje dan Suhendra alias Midun.

Muntasir merupakan warga Aceh dan otak pengiriman sabu tersebut.

Sementara Suhendra, warga Bandar Lampung, merupakan kurir narkoba.

TONTON JUGA:

Terdakwa Jefri, Hatami dan Supriyadi, merupakan pengendali peredaran narkoba dan merupakan napi di Lapas Kelas I Bandar Lampung atau Lapas Rajabasa.

Ketiganya mengendalikan peredaran narkoba dari dalam Lapas.

BREAKING NEWS 5 Terdakwa Jaringan Pengiriman Sabu 41,6 Kilogram Divonis Hukuman Mati

14 Hari Ops Patuh Krakatau, Ditlantas Polda Lampung hanya Layangkan 13 Tilang

Prakiraan Cuaca Lampung Hari Ini 7 Agustus 2020, Lampung Cerah Berawan

Ketua KPK Firli Bahuri: Kalau Ada Tersangka Baru Kasus Lampung Selatan Pasti Kami Umumkan

Ketua Majelis Hakim Aslan Ainin menyatakan, kelimanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum melakukan percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan 1.

"Perbuatan terdakwa sesuai dengan dakwaan pertama yakni pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Menjatuhkan pidana kepada kelima terdakwa oleh karena itu dalam pidana mati," seru Aslan Aini.

Aslan pun menyebutkan hal yang memberatkan, yakni kelima terdakwa melakuakn perbuatan merusak generasi bangsa, meresahkan masyarakat, dan tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan negara.

Sementara hal yang meringankan tidak ada.

"Majelis hakim tidak mendapat alasan-alasan yang meringankan sehingga tidak ada pertimbangan yang ringan dalam putusan ini," ujar Aslan.

Persidangan sendiri berlangsung secara telekonferensi.

Terdakwa Muntasir dan Suhendra hadir dari Rutan. Sementara Jepri, Supriyadi, Hatami, hadir secara telekonferensi dari Lapas Rajabasa.

Untuk majelis hakim, jaksa dan penasihat hukum para terdakwa hadir di PN Tanjungkarang.

Latarbelakang Kasus

Kasus ini berawal saat Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung membongkar dan menangkap pelaku jaringan pengiriman sabu 41,6 kg pada 4 Desember 2019.

Pada tanggal itu, petugas mendapatkan informasi bahwa akan ada pengiriman narkotika jenis sabu dari Aceh dengan golongan besar yang akan diedarkan di Lampung.

Lokasi pertemuan atau tempat pengambilan barang yakni di parkiran sebuah rumah sakit di Bandar Lampung.

Suhendra selaku kurir penerima, sementara Irfan selaku kurir pengantar.

Petugas dibagi dua tim. Ada yang membuntuti Suhendra, ada yang bergerak ke lokasi pengiriman yakni parkiran rumah sakit.

Dari lokasi ini, petugas berhasil menangkap Irfan.

Saat penggeledahan di dalam mobil Toyota Fortuner putih, petugas mendapati sabu sebanyak 40 bungkus berbentuk teh cina berwarna hijau yang isinya sabu seberat 41,6 Kg.

Selanjutnya, tim lain mengamankan Suhendra.

Dari hasil penggeledahan ini, BNNP Lampung melakukan pengembangan.

Hasilnya, petugas menangkap pengendali yang tengah menjalani tahanan di Rutan Wayhuwi sebanyak 3 orang, yakni Jefri, Hatami, dan Supriyadi. Dari tangan ketiganya diamankan barang bukti berupa tiga unit handphone.

Saat dibawa ke Kantor BNNP Lampung, para tersangka berusaha melarikan diri.

Petugas memberikan tembakan peringatan namun tidak dihiraukan.

Petugas terpaksa memberikan tindakan tegas namun terukur. Satu tersangka bernama Irfan tewas meregang nyawa.

Dari tersangka Jefri diketahui bahwa pengiriman barang tersebut diatur oleh Muntasir di Aceh.

Selanjutnya Tim BNNP Lampung bersama Tindak Kejar BNN Pusat bergerak melakukan pengembangan ke Aceh.

Sabtu (7/12/2020) pihak Tim Gabungan melakukan penangkapan terhadap DPO atas nama Muntasir di sebuah rumah yang beralamat di Dham Ceukok, Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Dari tangan Muntasir ini tim berhasil mengamankan satu unit mobil Honda Jazz BL 1855 JJ, uang Rp 1,1 juta, dan uang 150 Ringgit Malaysia.

Pikir dan Banding 

Divonis hukuman mati, empat terdakwa dalam jaringan pengiriman sabu 41,6 kilogram pilih pikir-pikir. Keempat terdakwa ini yaitu, Hatami alias Iyom, Supriyadi alias Udin, Jepri Susandi alias Uje dan Suhendra alias Midun.

Penasihat Hukum keempat terdakwa, Muhammad Iqbal, menyampaikan, sebagai penasihat ia tidak bisa langsung mengambil keputusan dalam perkara ini.

"Maka kami pikir-pikir dulu, karena kami harus bertemu dengan keempat klien kami," kata PH dari Posbakum PN Tanjungkarang ini.

Sementara penasihat terdakwa Muntasir, Deswandi, mengatakan, pihaknya menyatakan banding.

"Karena dari pertimbangan keputusan tadi klien kami jadi aktor intelektualnya," sebutnya.

Deswandi mengatakan, kliennya bukanlah aktor intelektual dalam perkara 41,6 kilogram sabu.

"Cuma klien kami dimanfaatkan untuk mengenal orang atau perantara di Lampung," imbuhnya.

Ia menambahkan, kliennya juga telah mengakui semua kesalahannya.

"Dan klien kami lebih baik dibina dari pada dibinasahkan, kami akan cari upaya yang terbaik," kata dia.

Apresiasi

Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Bandar Lampung memberikan apresiasi kepada majelis hakim atas vonis hukuman mati kepada lima terdakwa sindikat pengiriman narkotika di Lampung.

Ketua Granat Bandar Lampung, Ginda Ansori Wayka, mengatakan, vonis yang dijatuhkan itu sudah setimpal dengan perbuatannya.

"Barang buktinya banyak, jadi vonis itu setimpal. Dengan banyaknya barang bukti itu berarti ada banyak nyawa yang diselamatkan dari penyalahgunaan narkoba," ujar dia.

Ginda berharap, vonis mati tersebut bisa dipertahankan hingga tingkat Mahkamah Agung.

Pasalnya, tidak menutup kemungkinan para terdakwa mengajukan upaya banding atau kasasi.

Menurutnya, hukuman mati merupakan salah satu cara paling efektif untuk menekan peredaran narkoba di Indonesia.

Meski begitu, perlu juga upaya prefentif berupa imbauan kepada setiap warga negara tentang risiko penyalahgunaan narkoba.

Selain itu, perlu juga diperkuat lagi kelompok masyarakat yang memang konsern dalam memerangi narkoba.(Tribunlampung.co.id/Hanif/Joviter)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved