Tribun Bandar Lampung
Cerita Mahasiswa Unila Kelimpungan Bayar UKT, Bantu Dagang Baju hingga Jualan Garam
Pihak Unila sendiri memastikan telah menyediakan ruang untuk banding jika ingin nilai UKT berkurang, dengan syarat tertentu.
"Sebelum pandemi memang sudah kesulitan, tambah lagi pandemi ini. Ayah saya meninggal pas saya kelas tiga SMP. Cuma ibu yang jadi tulang punggung keluarga," tutur mahasiswi berhijab ini, awal pekan lalu.
Dengan nilai UKT golongan V sebesar Rp 3,6 juta per semester, Celi keberatan dan melakukan banding untuk pembayaran semester genap.
"Ibu terpaksa kerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Apalagi sejak pandemi, ibu malah berhenti kerjanya," ujar Celi.
Jual Garam Sepi
Rajiman, orangtua mahasiswa, termasuk yang harus berjibaku memenuhi biaya UKT anaknya di Unila.
Dengan nilai UKT golongan V sebesar Rp 3,5 juta setiap semester, ia keteteran membayar dalam situasi pandemi Covid-19.
Sebelum matahari meninggi, Rajiman sudah bergegas dengan sepeda motor mengantar garam ke warung-warung di kawasan Terbanggi Besar, Lampung Tengah.
Ayah dua anak ini baru kembali ke rumah saat petang, bahkan tak jarang ketika sudah malam.
Dengan berdagang garam inilah Rajiman berupaya membayar UKT anaknya.
Namun, pandemi Covid-19 menurunkan daya beli hingga penghasilannya menurun 30-40 persen.
"Saya nyetor garam ke warung-warung. Karena corona, permintaan terus menurun," katanya, Rabu (18/11).
"Penghasilan jadi nggak menentu. Tadinya sebulan bisa Rp 1 juta, sekarang cuma Rp 700 ribu. Saya berharap ada kebijakan dari pihak kampus supaya anak saya tidak putus kuliah," lanjut pria 53 tahun ini.
Rajiman kesulitan membayar UKT anaknya untuk semester kedua (genap).
Untuk UKT semester pertama (ganjil), ia telah membayarnya pada Agustus lalu.
Pada 11 November, anaknya mengajukan banding ke pihak kampus agar nilai UKT semester kedua bisa turun.