Korupsi Dana Desa di Lampung Barat
Korupsi Dana Pekon, Mantan Peratin di Lampung Barat Rugikan Negara sampai Rp 170 Juta
Atas perbuatannya, terdakwa Akrom (42) rugikan negara sampai Rp 170 juta.
Penulis: hanif mustafa | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Atas perbuatannya, terdakwa Akrom (42) rugikan negara sampai Rp 170 juta.
Dalam dakwaanya, JPU Bambang Irawan menyampaikan atas rangkaian perbuatan terdakwa yang telah menggunakan modal Bumdes untuk kepentingannya.
"Adapun penyertaan modal tersebut tahun anggaran 2016, 2017 dan 2018 untuk kepentingan pribadi terdakwa sebesar Rp 170 juta," kata JPU, Senin (8/3/2021).
Adapun rinciannya yaitu, tahun 2016 sebesar Rp 50 juta, tahun 2017 sebesar Rp 90 juta dan tahun 2018 sebesar Rp 30 juta.
Baca juga: Mantan Peratin di Lampung Barat Selewengkan Dana Pekon dari Tahun 2016-2018
Baca juga: Terdakwa Korupsi Dana Desa di Lampung Barat Keberatan Atas Tuntutan JPU
"Anggaran tersebut untuk kepentingan pribadi terdakwa dan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 170 juta," tandasnya.
Slewengkan Anggaran dari Tahun 2016
Terdakwa lakukan penyelewengan anggaran dana pekon dari tahun 2016 hingga 2018.
Dalam dakwaanya, JPU Bambang Irawan menyampaikan perbuatan terdakwa bermula pada tahun 2016.
"Tahun 2016, Pekon Teba liokh Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat mengalokasikan Bidang Pemberdayaan Masyarakat sebesar Rp. 182.633.100 dan untuk Penyertaan Modal BUMDes/BUMPek sebesar Rp 50 juta," ujar JPU, Senin (8/3/2021).
Selanjutnya, kata JPU, terdakwa meminta uang Rp 50 juta dengan seolah-olah uang tersebut diterima oleh ketua Bumdes.
Baca juga: Mantan Peratin di Lampung Barat Dituntut 22 Bulan, JPU: Tidak Ada Alasan Pemaaf
Baca juga: BREAKING NEWS Korupsi Anggaran Pekon, Mantan Peratin Dituntut 22 Bulan Penjara
"Selanjutnya pada tahun 2017, terdakwa juga meminta alokasi anggaran sebesar Rp 90 juta untuk keperluan terdakwa," beber JPU.
JPU menambahkan, perbuatannya diulang kembali pada tahun 2018 dengan alih-alih pinjaman.
"Bahwa terdakwa Akrom sampai sekarang belum mengembalikan dana Penyertaan Modal BUMDes tahun 2018 sebesar Rp 30 juta," tandasnya.
Keberatan Atas Tuntutan JPU
Atas tuntutan Jaksa, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang beri waktu terdakwa Akrom untuk menyusun surat pembelaan selama dua Minggu.
Pasca tuntutan, Penasihat Hukum terdakwa, Adait Tamami mengajukan pembelaan sebagaimana Majelis Hakim memberi kesempatan selama dua minggu kepada JPU dalam penuntutan.
"Baik kita tunda persidangan hingga dua minggu kedepan pada Senin tanggal 22 Maret 2021," ujar Majelis Hakim Siti Insirah, Senin (8/3/2021).
Sementara itu, Penasihat Hukum terdakwa, Adait Tamami mengaku sangat keberatan atas tuntutan jaksa penuntut umum.
"Karena dalam tuntutan tersebut disebutkan bebas tetapi kemudian diminta untuk mengganti kerugian Rp 170 juta padahal dalam fakta persidangan yang yang dituduhkan jaksa tidak terbukti untuk melakukan unsur pidananya," serunya.
Terkait kerugian negara Rp 170 juta, Aidait menegaskan uang tersebut tidak semata-mata digunakan oleh kliennya.
"Ada program-program sesuai ADART Bumdes yang dijalankan, seperti pembangunan pasar, pengadaan soundsistem, ada panggung dan ada gudang semua itu ada, dengan adanya bukti tersebut maka kami sangat berat sekali," sebutnya.
Adait menambahkan, pihaknya akan mengajukan pledoi yang kaitannya dengan surat tuntutan.
"Karena menurut analisis saya ini kontradiksi dari tuntutan jaksa dibebaskan tetapi dituntut untuk ganti rugi," tandasnya.
Tidak Alasan Pemaaf
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebut terdakwa Akrom (42) harus dihukum karena tak ada alasan pemaaf.
JPU Bambang Irawan mengatakan perbuatan terdakwa sebagaimana pasal 3 tentang tindak pidana korupsi.
"Terdakwa harus dihukum karena tidak ada alasan pemaaf dan perbuatannya tidak benar," ujarnya dalam persidangan, Senin (8/3/2021).
Bambang mengatakan adapun beberapa pertimbangan untuk menuntut terdakwa.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi," sebutnya.
Masih kata Bambang, perbuatan terdakwa telah merugikan negara sebesar Rp 170 juta.
"Hal yang meringankan terdakwa sopan, belum pernah dihukum, dan punya keluarga yang masih dinafkahi," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, diduga melakukan korupsi anggaran dana pekon, seorang mantan peratin dituntut hukuman 22 bulan.
Mantan Perantin ini diketahui bernama Akrom (42) warga Jalan Lintas Sukabumi Suoh, Desa Teba Liokh Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bambang Irawan menyampaikan perbuatan terdakwa terbukti secara sah melakukan korupsi dengan menguntungkan diri sendiri sebagaimana dakwaan subsider.
Bambang menyebutkan perbuatan terdakwa diatur dalam dalam pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Membebaskan terdakwa dari pasal 2 ayat (1) pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ungkap Bambang dalam persidangan telekonferensi di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (8/3/2021).
"Menuntut terdakwa dengan hukuman penjara selama satu tahun sepuluh bulan," imbuhnya.
Tak hanya itu, JPU Bambang juga menuntut terhadap terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp 50 juta.
"Dengan ketentuan jika tidak dibayarkan akan diganti dengan kurungan selama 3 bulan," ucap JPU.
Baca juga: DPW PBB Lampung Targetkan Kader Bisa Jadi Peserta Pemilu 2024
Baca juga: Bertekad Bangkit Menuju Kejayaan, DPW PBB Lampung Buka Rekrutmen Besar-besaran
JPU menambahkan terdakwa juga diwajibkan untuk uang pengganti sebesar Rp 170 juta.
"Apabila tidak mampu membayar maka harta bendanya akan dirampas untuk dilelang, dan apabila masih tidak cukup maka diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun," tandasnya.
( Tribunlampung.co.id / Hanif Mustafa )