Pringsewu
Pengadilan Negeri Kota Agung Lampung Lanjutkan Persidangan Kasus Asusila Pringsewu
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Agung memutuskan untuk melanjutkan persidangan kasus asusila Pringsewu. Hakim tidak menerima eksepsi terdakwa.
Penulis: Robertus Didik Budiawan Cahyono | Editor: Hanif Mustafa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PRINGSEWU - Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Agung memutuskan untuk melanjutkan persidangan kasus asusila terhadap anak di bawah umur oleh terdakwa Febri Wijaya (29).
Keputusan hakim tersebut dalam sidang putusan sela yang diselenggarakan secara virtual, Selasa, 10 Agustus 2021 sore lalu.
Dimana dalam putusan tersebut, hakim tidak menerima eksepsi atau keberatan terdakwa yang disampaikan melalui kuasa hukumnya Anton Subagio.
Informasi terkait hasil putusan sela ini sebagaimana yang disampaikan jaksa penuntut umu (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, Desna Indah Meysari.
"Putusan sela sudah dibacain, intinya eksepsi dari penasihat hukum (terdakwa) itu tidak dapat diterima," ujar Desna.
Sehingga hakim memutuskan sidang tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi, Rabu, 18 Agustus 2021.
Sementara Pengacara senior Bandar Lampung, Grace Nugroho yang intens memperhatikan penanganan perkara asusila dengan korban wanita di bawah umur, At (17) ini, menilai keputusan hakim sudah tepat.
Baca juga: CPNS Lampung, 86 Pelamar di Pringsewu Ajukan Sanggahan
"Kita mendukung proses kejaksaan, sama pengadilan untuk memproses persidangan sampai selesai," ujar Grace, Minggu, 15 Agustus 2021.
Dia berharap dengan keputusan hakim tersebut, pemeriksaan perkara itu kedepannya lebih terbuka. Supaya perkaranya lebih jelas.
Grace menekankan bahwa yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak itu pembuktiannya tidak rumit.
Sebetulnya, kata dia, majelis hakim sudah tahu kondisi kasusnya sehingga menolak eksepsi.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus asusila di Kabupaten Pringsewu Lampung, Desna Indah Meysari dari Kejaksaan Negeri Pringsewu, keberatan dan menolak eksepsi M Anton Subagyo kuasa hukum terdakwa, Febry Wijaya (29) atas kasus asusila yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, Lampung.
Penolakan terhadap eksepsi tersebut dibacakan JPU dalam sidang di Pengadilan Negeri Kota Agung, Kabupaten Tanggamus dengan No. Perkara: 198/Pid.Sus/2021/PN Kot, pada Rabu, 28 Juli 2021 kemarin.
Menanggapi eksepsi terdakwa melalui kuasa hukumnya, advokat senior di Bandar Lampung, Lampung Grace Nugroho menegaskan tetap mendukung upaya penegak hukum dalam mengadili pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Baca juga: Organisasi DDS di Pringsewu Lampung Beri Layanan Isi Oksigen Sukarela
Grace Nugroho juga berharap dukungan juga muncul dari semua lapisan masyarakat agar kasus kejahatan seksual terhadap anak tidak terulang dan meminta korban lain.
Bagi Grace, anak-anak adalah masa depan bangsa. Oleh karenanya masyarakat harus ikut mengawal kasus ini.
Sementara dari Jakarta, Wakil Ketua Umum Persaudaraan Penasihat Hukum Indonesia (Peradi Pergerakan) Hermawi F Taslim, anggota Tim Pembela Joko Widodo – Ma’ruf Amin dalam persidangan MK pada Pilpres 2019, menegaskan kembali sikapnya.
Dia mengatakan, harus ada efek jera bagi para pelaku dengan memberi hukum yang berat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hermawi Taslim memberi apresiasi khusus kepada para jaksa dan majelis hakim yang memberi atensi atau perhatian atas kasus asusila terhadap anak-anak.
Keberatan Kuasa Hukum terdakwa dengan menyatakan ketika dilakukan penyidikan di kepolisian Febry Wijaya alias Alias Protol tidak didampingi oleh penasehat hukum.
Febry yang adalah warga Pringsewu dituduh melakukan perbuatan asusila terhadap At (17) dengan modus pacaran.
Bahkan dalam melakukan perbuatan pecabulan itu, Febry Wijaya selalu mengancam dengan foto asusilanya disebarkan.
Menurut Desna, sebenarnya keberatan kuasa hukum terdakwa tidak relevan karena seharusnya diajukan pada waktu penyidikan di kepolisian.
Dirinya juga memastikan bahwa surat dakwaan yang dibuat sudah sesuai dengan hasil pemeriksaan, termasuk sisi formalitas permintaan keterangan tersangka dalam berkas perkara yang telah didampingi penasehat hukum.
Hal itu dibuktikan dengan ditanda tangani penasihat hukum.
“Karena itu bukan menjadi alasan untuk diajukan nota keberatan atau eksepsi, sebagaimana Pasal 156 ayat (1) KUHAP,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambah Desna, sudah sepatutnya keberatan penasihat hukum mengenai hal ini dikesampingkan dan ditolak majelis hakim.
JPU memohon kepada majelis hakim untuk menolak nota keberatan penasihat hukum terdakwa dan melanjutkan persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
Febri Wijaya (29), telah didakwa dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yakni Pasal 76D jo Pasal 81 Ayat (1) sebagai dakwaan primer, Pasal 81 Ayat (2) sebagai dakwaan subsider dan lebih subsider dengan Pasal 76E jo Pasal 82 Ayat (1).
Selain mempermasalahkan tidak adanya penasihat hukum, eksepsi juga diajukan kuasa hukum terdakwa dengan alasan dakwaan yang disampaikan JPU tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.
Baca juga: PPKM Level 4, Polres Pringsewu Lampung Buka Dapur Umum
Diantaranya karena kronologi yang disampaikan dalam dakwaan itu hanya semata-mata keterangan dan BAP saksi korban, tanpa ada yang melihat atau mengetahui kronologi tersebut. ( Tribunlampung.co.id / Robertus Didik B C )