Bandar Lampung
Intimidasi 2 Jurnalis di Bandar Lampung Mendapat Sorotan Komisi II DPR RI
Menurut Endro, intimidasi dan penghalangan kerja jurnalis dalam menggali informasi di tempat pelayanan publik jelas menyalahi aturan.
Penulis: joeviter muhammad | Editor: Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Intimidasi terhadap dua orang jurnalis di kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Negara (ATR-BPN) Bandar Lampung, mendapat sorotan dari DPR RI.
Anggota Komisi II DPR RI, Endro Suswantoro Yaman mengaku akan memberikan teguran secara langsung.
"Pasti itu, saya akan menegur dalam rapat kerja terhadap Menteri ATR-BPN, mengenai kinerja anak buahnya di daerah," kata Endro, Sabtu (29/1/2022).
Menurut Endro, intimidasi dan penghalangan kerja jurnalis dalam menggali informasi di tempat pelayanan publik jelas menyalahi aturan.
Baca juga: Kedatangan Wapres di UIN RIL Diwarnai Ketegangan, Polisi Larang Jurnalis Masuk ke Media Center
Keterbukaan informasi itu, lanjut Endro, mutlak diperlukan dalam era demokrasi seperti saat ini.
Endro berpendapat jurnalis perlu mendapatkan informasi sejelas-jelasnya, karena jurnalis merupakan bagian dari pilar demokrasi.
"Dan ini bukan rahasia negara. Itu (jurnalis) hanya mencari informasi mengenai kinerjanya BPN. Masalahnya di mana sehingga dikeluhkan oleh warga?" tutur Endro.
Ia juga mengingatkan BPN ke depannya tidak alergi terhadap jurnalis yang berusaha menggali keterbukaan informasi publik.
Mengingat BPN juga merupakan badan pemerintahan yang bersifat memberikan pelayanan kepada masyarakat umum.
Baca juga: AJI Bandar Lampung Catat 7 Kasus Kekerasan terhadap Jurnalis Sepanjang 2021, Tak Satu pun Diproses
"Ini duit rakyat. Masa rakyat mau minta informasinya enggak boleh," tandas Endro.
Mengenai keluhan masyarakat yang belum mendapatkan sertifikat tanah melalui program PTSL, menurut Endro, itu menunjukkan BPN Bandar Lampung tidak profesional.
Pasalnya, sejak digulirkan pertama kali oleh Presiden Jokowi tahun 2017 hingga saat ini masih banyak sertifikat tanah yang belum terselesaikan.
"Setelah saya mendalami dengan beberapa pihak dan pokmas (kelompok masyarakat). Ini ternyata ketidakprofesionalannya ada di BPN. Terutama dalam arsip-arsip ini terbengkalai begitu ganti pimpinan," kata Endro.
Itu artinya, lanjut Endro, selama 5 tahun progam PTSL yang dijalankan BPN Bandar Lampung telah merugikan dan membebani pokmas.
Seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi.