Berita Terkini Nasional
BPJS Ketenagakerjaan Sebut Pekerja Tetap Bisa Cairkan JHT Sebelum Usia 56 Tahun
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan sebut pekerja tetap bisa cairkan JHT sebelum usia 56 tahun.
"Terus terang kecewa, ini bukan kekecewaan pertama. Selama masa pandemi, yang sangat kami sesalkan Bu Menteri banyak sekali membuat aturan yang membuat posisi kami rekan buruh terlukai."
"Tercederai. Jadi kita berharap menteri meninjau kembali. Mencabut permenaker ini," kata Jumisih.
Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat menilai, kebijakan baru ini justru menyengsarakan pekerja atau buruh.
Padahal para buruh masih juga dipusingkan dengan UU Omnibus Law Cipta hingga PP 36/2021 tentang formula kenaikan upah yang menggetirkan.
"Bagaimana tidak sadis, dengan aturan baru itu, bagi buruh yang di PHK atau menundurkan diri, baru bisa mengambil dana Jaminan Hari Tua-nya saat usia pensiun," ujar Jumhur.
"Jadi kalau buruh di-PHK saat berumur 44 tahun maka dia baru bisa ambil dana JHT-nya di usia 56 tahun atau 12 tahun setelah di-PHK."
"Padahal saat ini dana kelolaan BPJS Tenaga Kerja sudah lebih dari Rp 550 triliun."
"Dalam peraturan lama, bila ada buruh di-PHK atau mengundurkan diri hanya ada masa tunggu 1 bulan saja," imbuhnya.
Dia lantas mempertanyakan kemana dana buruh/pekerja itu bermuara.
Dugaan-dugaan pun mencuat dengan situasi kondisi saat ini.
Oleh karena itu, Jumhur melihat sepertinya gerakan buruh memang perlu menunjuk Auditor Independen untuk melakukan Audit Forensik terhadap BPJS Tenaga Kerja.
Dengan demikian, dapat diketahui kemana beredarnya uang buruh/pekerja Rp550 triliun itu. Karena untuk membayar JHT saja seperti tidak mampu.
Sementara itu di laman Change.org ribuan orang menandatangani petisi online meminta Ida membatalkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) itu.
SyafiQ Ch, warganet yang membuat petisi, menilai dana JHT ini sangat diperlukan untuk menopang pengeluaran keluarga yang tidak bisa ditunda.
"Karena hal ini pernah kami rasakan dan maka dari itu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 terutama pasal 5 harus dibatalkan, karena tidak memikirkan keperluan masyarakat terutama yang bekerja di bidang swasta," tulisnya seperti dikutip dari petisi tersebut.
Dari pantauan Tribun pukul 18.36 WIB, petisi tersebut telah ditandatangani oleh 7.779 orang. (tribun network/yud/fah/dit/dod)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com