Berita Lampung
Paguyuban Tusuk Sate Krajan, Lampung Selatan, Ingin Pecahkan Rekor Muri, 1000 Lansia Buat Tusuk Sate
Banyak sekali lansia di Dusun Krajan, Desa Sidomulyo, Kec. Sidomulyo, Lampung Selatan ingin kerja cukupi kebutuhan sehari-hari.
Penulis: Dominius Desmantri Barus | Editor: Tri Yulianto
Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan miliki keunikan tersendiri karena mayoritas warganya pengerajin tusuk sate.
Bahkan perajin di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan, tepatnya di Dusun Krajan ini telah membentuk paguyuban perajin tusuk sate.
Kini kelompok ini terus meningkatkan prosuduksinya hingga para lansia di Dusun Krajan, di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan, pun terlibat.
Dan rencananya para paguyuban itu akan libatkan 1.000 lansia demi pecahkan rekor MURI.
Menurut Samadi, ketua kelompok pengerajin tusuk sate Paguyuban Krajan, Desa Sidomulyo, semula perajin tidak banyak, bahkan hanya dirinya di dusun tersebut.
Baca juga: GAK, Lampung Selatan Nihil Erupsi tapi Semburan Asap Capai 50 Meter
Baca juga: Dinas Peternakan Lampung Selatan Salurkan 8.700 Booster PMK ke Kecamatan
Samandi memulai menjadi pengrajin tusuk sate pada 2011 lalu dan termasuk yang pertama.
"Insyaalah kayaknya masih saya yang pertama di Lampung sebagai pengerajin tusuk sate, karena saya mulai dari 2011," katanya, Selasa (19/7/2022).
"Dan sampai sekarang sudah sekitar 40 orang yang belajar dengan saya dan menjadi pengrajin tusuk sate juga," ujarnya.
Samadi menemukan ide membuat tusuk sate, dari kegelisahan para pedagang sate yang kesulitan mendapatkan tusuk sate.
"Awalnya istri saya ngidam sate, lalu saat saya beli sate yang jual sate cerita katanya tusuk sate yang dia beli belum datang," katanya
"Lalu saya tanya kalau saya buat tusuk sate, anda mau membeli tidak, kata si pedagang sate mau," ujarnya
Samadi mengatakan pedagang-pedagang di sini membeli tusuk satenya dari Jawa Timur.
Baca juga: Cerita Pengusaha Tusuk Sate di Lampung Selatan, Bangkit Setelah Sempat Kehilangan 78 Karyawan
Baca juga: 200 Kader Tulangbawang Dikerahkan Pecahkan Rekor MURI Senam Sicita Serentak Se-Indonesia
"Ada sekitar tiga pedagang sate di sini saya tanyain katanya susah untuk mendapatkan tusuk sate," katanya
"Lalu tercetus lah ide kenapa tidak saya saja yang membuat tusuk sate tersebut," ujarnya.
Lambat laun, usaha tusuk satenya berkembang dan kini menjadikan ikon desa tersebut.
"Jadi Krajan itu nama dusun kita, yang ada di Desa Sidomulyo, nah paguyuban itu karena kita kumpulan dari beberapa warga," kata Samadi.
Rencanakan Pecahkan Rekor MURI bersama Lansia
Samadi mengaku, seiring berjalannya waktu, lalu jiwa sosialnya tergerak untuk memperdayakan lebih banyak lagi warga dusunnya.
Ia melihat banyak sekali lansia di dusunnya yang masih ingin bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Berangkat dari situ Samadi mengajak lansia di dusunnya untuk menjadi pengerajin tusuk sate
"Awalnya saya ingat saya masih tujuh lansia yang ikut bareng saya membuat tusuk sate," katanya
"Lalu bertambah menjadi 14 orang, tambah lagi 30 orang, 80 orang, sekarang hingga berjumlahnya 113 lansia, masih satu desa," ujarnya.
Rencanakan Rekor Muri 1.000 Lansia Buat Tusuk Sate
Samadi mengaku tercetus dalam benaknya ingin membuat rekor muri 1.000 lansia membuat tusuk sate.
"Doa kan semoga kita bisa memperdayakan 1.000 lansia di desa kita untuk membuat tusuk sate, sekaligus membuat rekor muri dan bhakti sosial," katanya.
Samadi mengatakan kendalanya ada di bahan baku, sebab dalam sebulan paguyubannya bisa memproduksi sekitar 2 ton tusuk sate.
"Kita membutuhkan bambu yang banyak," katanya
"Sebulan aja kita bisa membuat kurang lebih 2 ton dengan jumlah lansia 113 orang, bagaimana kalau 1.000 lansia, itu yang masih saya pikirkan," ujarnya.
Samadi mengatakan dirinya memperdayakan lansia di dusunnya karena jiwa sosialnya ingin menolong.
"Mereka (lansia) membuat tusuk-tusuk sate yang sudah diruncing, lalu tahap finishingnya baru kita yang buat," katanya
"Kalau harga perkilonya kami beli dari mereka (lansia) sekitar Rp 8 ribu," katanya
Samadi mengatakan penjualan tusuk satenya ke Bandar Lampung dan Lampung Selatan
"Kalau kita jual langsung ke pedagang satenya, kita jual Rp 20 ribu sekilo," katanya
"Kalau kita jual ke distributor kita jual Rp 13 ribu, karena biasanya untuk dijual lagi," ujarnya.
"Saya mohon doanya semoga kita bisa membuat rekor muri membuat 1000 tusuk sate yang dilakukan oleh lansia," tandasnya
Samadi mengatakan keawetan kayu tusuk sate tersebut tergantung jenis kayu, dan penyimpanannya.
"Kita pakai bambu tali namanya, nah kalau bambu tali itu bisa tahan sampai lima bulan," katanya
"Kalau bambu sertung hanya dapat bertahan tiga bulan," ujarnya.
"Kita pakai asap belerang supaya awet, kalau lebih bagus sih langsung direndam di air belerangnya supaya tusuk tersebut keras dan tidak gampang patah," katanya
Samadi mengatakan tahapan pembuatan tusuk sate yang pertama proses pembelahan bambu.
"Bambu-bambu tersebut dibelah hingga menjadi beberapa bagian, kira-kira ukurannya sebesar kelingking orang dewasa," katanya
Samadi mengatakan proses selanjutnya penyerutan.
"Bambu yang sudah berukuran sekelingking orang dewasa tadi, kita masukan ke dalam alat seperti serutan," katanya
"Untuk membuat ukurannya menjadi simetris, untuk ketebalannya sendiri yakni 2,5 mm," ujarnya
"Selain itu tujuan dari penyerutan untuk membersihkan sisa bambu yang masih tajam," jelasnya
Samadi mengatakan tusukan-tusukan yang sudah runcing tadi, dikumpulkan menjadi satu ikatan.
"Satu ikatannya kurang lebih 2 kg," katanya
"Tusuk yang sudah diikat tadi kita masukkan ke alat potong, agar ukurannya sama semua yakni 20 cm," ujarnya
Samadi mengatakn proses selanjutnya finishing.
"Setelah tusukan-tusukan tadi dipotong menjadi ukuran 20 cm, tusukan-tusukan tadi kita masukan ke dalam alat pemolosen," katanya
Samadi mengatakan proses pemolesan membutuhkan waktu setengah jam.
"Kapasitas muatan bisa mencapai 50 kg tusukan," katanya
Samadi mengatakan tujuan tusukan-tusukan itu dipoles untuk membersihkan dari bulu atau serabut kasar, yang dapat melukai tangan.
Samadi menjelaskan setelah proses poles atau penghalusan, setelah itu proses peruncingan.
"Karena kita kan fokusnya diprodusen tusuk sate, jadi tusukannya harus runcing karena untuk menusukkan daging," katanya.
"Apalagi daging kambing, tusukannya harus runcing dan kuat," jelasnya.
Samadi mengatakan di peruncinga tersebut, tusukan-tusukan tersebut akan disortir, jika tusukannya tidak runcing akan dipisahkan," katanya.
Tusuk Sate Sortiran jadi Tusuk Cimol
Dalam produksi tusuk sate ternyata tidak semuanya sesuai yang diharapkan, ada hasil yang kurang pas.
Namun kini itu tetap bisa dimanfaatkan untuk hasil kreasi makanan ringan lainnya.
"Tusukan yang tidak runcing tadi, biasanya akan dibeli penjual sosis, bakso tusuk, nuget, cilok, cimol, telur gulung dan lainnya," kata Samadi.
"Karena makanan yang dijualnya tidak memerlukan tusukan yang runcing," ujarnya
"Selain itu makanan yang mereka jual untuk anak-anak, jadi berbahaya jika tusukannya runcing," jelasnya. (Tribunlampung.co.id/ Dominius Desmantri Barus)