Eksklusif Konsumsi Rokok Melonjak
Dianggap Kebutuhan Pokok, Konsumsi Rokok di Lampung Meningkat Setiap Tahun
Bagi sebagian orang rokok kerap dianggap sebagai kebutuhan pokok. Ini juga terjadi di Lampung. Konsumsi rokok di Lampung terus naik.
Penulis: kiki adipratama | Editor: Dedi Sutomo
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sebagian masyarakat di Lampung tetap menjadikan rokok kebutuhan yang harus terpenuhi. Hal itu terlihat dari konsumsi rokok di Lampung yang terus meningkat dalam 3 tahun terakhir.
Tingginya konsumsi rokok di Lampung ini, bisa terlihat dari pengeluaran untuk membeli rokok yang meningkat.
Meski konsumsi rokok di Lampung masih menjadi pengeluaran yang cukup tinggi. Namun, sebagian orang mengaku hal itu tidak berdampak pada pengeluaran untuk belanja dapur.
Hasil wawancara Tribun Lampung terhadap sejumlah orang yang merupakan perokok pada 10-11 September 2022 lalu, rata-rata menyebutkan menyiapkan anggaran khusus untuk membeli rokok.
Seperti dikatakan oleh Novian yang merupakan seorang karyawan swasta. Dirinya mengaku mengalokasi anggaran tersendiri untuk beli rokok.
Baca juga: Tak Terpengaruh Kenaikan Harga, Pengeluaran Konsumsi Rokok di Lampung Lebih Besar dari Beras
Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Naik, Sejumlah Orang Mengaku Siapkan Anggaran Khusus untuk Beli Rokok
Setiap bulan, Novian menyebutkan anggaran untuk membeli rokok mencapai Rp 750 ribu. Setiap hari, dirinya membeli satu bungkus rokok seharga Rp 25 ribu.
Meski pengeluaran untuk membeli rokok tinggi, Novian mengaku hal itu tidak mengganggu anggaran belanja dapur. Menurutnya, kebutuhan makanan pokok tetap tercukupi. Ia menyebut pengeluaran untuk rokok bisa meningkat ketika dirinya berkumpul bersama teman-temannya.
MK, yang merupakan seorang pengusaha juga mengungkapkan jika rokok menjadi 'menu' wajib baginya. Ia bahkan bisa menghabiskan 2 bungkus rokok sehari.
"Ya sebenarnya karena kebiasaan aja sih. Kalo udah sama kawan ngobrol mah udah, cepet aja ngerokoknya," ujar MK.
Sama seperti Novian, MK pun mengaku, uang yang dihabiskan untuk membeli rokok tidak menggangu belanja dapur keluarganya.
Lebih Besar Pengeluaran untuk Rokok
Bagi HF, seorang juru parkir di Bandar Lampung, rokok sudah menjadi kebutuhan pokok. Meski penghasilannya terbatas, dirinya mengaku wajib menghisap rokok setiap hari.
Bahkan, saat berbincang dengan Tribun, HP menghabiskan 3 batang rokok hanya dalam 15 menit bercakap-cakap. HF mengaku, dirinya bisa menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sehari.
Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung per Kapita per Bulan 80 Batang, Pengeluaran Rp 82.789
Baca juga: Konsumsi Rokok di Lampung Tak Terpengaruh Kenaikan Harga, Setiap Tahun Meningkat
"Ya kalo rokok aja saya 3 bungkus sehari, serius. Kalo Rp 40-50 ribu lah sehari," kata HF.
Ia pun menyadari jika pengeluarannya untuk membeli rokok ini cukup besar. Namun ia mengaku tidak mempersoalkannya. Sebab, ia belum bisa berhenti merokok.
HF mengaku penghasilannya per hari berkisar Rp 50 ribu -Rp 60 ribu, atau Rp 1,8 juta per bulan. Sedangkan, per hari pengeluarannya untuk membeli rokok mencapai Rp 40 ribu.
Rata-rata setiap bulang pengeluaran HF untuk membeli rokok sebesar Rp 1,2 juta. Artinya, hanya 22 persen atau Rp 600 ribu penghasilan HF yang dibawa pulang untuk istri dan anaknya.
Kondisi yang sama juga dikatakan oleh YN, seorang tukang becak yang juga pecandu rokok. YN mengaku setiap hari menghabiskan 1 bungkus rokok. Bahkan, jika tidak mampu membeli 1 bunkus rokok, dirinya kerap membeli secara eceran (batangan).
"Ya kalo gak bisa beli sebungkus belinya ngeteng aja, rokok-rokok kretek, ya kurang lebih Rp 15 ribu lah untuk rokok," ucap YN.
Jika dihitung, dirinya menhabiskan Rp 300 ribu untuk membeli rokok per bulan. Sementara YN mengaku penghasilannya tidak menentu. Terkadang dirinya hanya mendapatkan penghasilan Rp 40 ribu per hari.
Rokok Kerap Dianggap Kebutuhan Primer
Pengamat ekonomi dari Universitas Lampung (Unila) Nairobi mengungkapkan, masyarakat perlu memahami pengeluaran yang ideal.
Dikatakannya, ada tiga hal yang perlu dipahami dalam memanajemen pengeluaran. Diantaranya, kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer merupakan kebutuhan pokok seperti makan dan minum.
Sementara kebutuhan sekunder seperti sandang dan papan. Kebutuhan tersier merupakan kebutuhan seperti kendaraan. Saat ini banyak masyarakat yang cenderung mengeluarkan uang bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan keinginan.
"Misalnya, seperti pengeluaran untuk membeli rokok," kata Nairobi.
Dijelaskannya, dilihat dari jenisnya, rokok masuk dalam kebutuhan sekunder. Namun sebagian orang menempatkan rokok sebagai kebutuhan primer. Bahkan, uang yang dimiliki terkadang tidak cukup.
"Ini akibat masyarakat tidak mengerti mana kebutuhan primer, mana sekunder. Seperti kebutuhan rokok itu," ujar Nairobi.
(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lampung/foto/bank/originals/ilustrasi-rokok-bungkusan.jpg)