Wawancara Eksklusif
'Kasus Asusila Masih Marak di Lampung karena Penindakan Hukum Kurang Tegas'
Kasus asusila khususnya terhadap anak tak henti-hentinya terjadi di Provinsi Lampung. Satu faktor di antaranya karena penindakan hukum kurang tegas.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Yoso Muliawan
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Kasus asusila khususnya terhadap anak masih saja marak di Provinsi Lampung.
Sudah berkali-kali terjadi hingga menyita perhatian publik, kasus asusila terulang lagi dan lagi.
Di Kabupaten Lampung Timur yang memang sering terjadi kasus asusila terhadap anak, kasusnya muncul lagi pada pekan lalu, November 2022.
Seorang pria memerkosa siswi SMA dengan mengancam akan menyebarkan video pribadi korban.
Di Kabupaten Pesawaran, seorang petani memerkosa siswi SMA lebih dari 10 kali dalam waktu setahun.
Terbaru, di Kota Bandar Lampung, kasus asusila bahkan terjadi di rumah ibadah, yakni masjid.
Baca juga: Pemerhati Anak di Lampung Raihan Adi Minta Korban Asusila Diberi Pendampingan Pulihkan Mental
Baca juga: Aksi Pelecehan di dalam Masjid Tirtayasa Bandar Lampung Terekam CCTV
Seorang pria berbuat asusila terhadap siswi SD yang sedang menunggu jemputan di masjid tersebut.
Lantas, mengapa kasus asusila khususnya terhadap anak masih saja marak di Lampung?
Berikut Wawancara Eksklusif Tribun Lampung dengan Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Lampung Budisantoso Budiman.
Kasus asusila khususnya terhadap anak sudah sering terjadi di Lampung, dilaporkan ke polisi, diberitakan media, hingga pelakunya ditangkap. Namun, mengapa masih saja marak?
Ada banyak penyebab mengapa kasus asusila khususnya terhadap anak sering terjadi.
Namun, hal yang lebih kami sorot adalah kurang tegasnya penindakan hukum terhadap pelaku.
Banyak kasus asusila masuk ke ranah hukum, tetapi kemudian berhenti karena antara pelaku dan keluarga korban terjadi perdamaian.
Ada juga yang memutuskan berdamai tanpa sempat masuk proses hukum.
Bahkan ada juga kasus di mana kedua pihak (pelaku dan pihak korban) menyepakati untuk saling menutupi guna menjaga aib.