Memilih Damai
Cendekiawan Aceh: Erick Thohir Sosok Alternatif dari Luar Jawa, Layak Didorong Maju Pilpres
Fachry Ali mengatakan, Erick Thohir bisa menjadi jembatan bagi generasi milenial dan non milenial.
"Contohnya jika Ketum PDI-P Megawati misalkan memaksakan mendorong Puan Maharani tapi nyatanya elektabilitasnya hanya 2-3 persen dan jika didorong hal itu tidak akan laku," tutur Ray.
Dijelaskan Ray, pemilihan langsung saat ini membuat semua orang punya kesempatan untuk berkompetisi, untuk masuk ke dalam yang atau rekam jejak yang memungkinkan kandidat dilihat di pasar pemilu.
Terlebih, sebut dia, ada orang yang ingin memilih orang lain berdasarkan kedekatan, bukan sekadar uang semata.
"Meskipun tetap mengambil uang itu nanti, tapi pilihannya siapa yang tahu. Sehingga orang itu harus kampanye dengan prestasinya selama ini. Kandidat yang ada saat ini menjual prestasi yang telah mereka lakukan saat menjabat, tidak ada calon pemimpin yang tiba-tiba muncul dan itu sudah habis sejak 2024 mendatang," paparnya.
Diungkapkan Ray, jika nantinya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara resmi pindah ke Kalimantan, maka Jakarta bukan lagi pusat untuk presiden-presiden selanjutnya, seperti Joko Widodo yang awalnya Gubernur DKI Jakarta.
"Dengan berpindahnya pusat pemerintah dari Jakarta ke Kalimantan, jelas hal itu nanti merubah pusat, dan besar dugaan saya Gubernur Jawa Barat dan Jawa Tengah akan dilirik masyarakat, karena pemilihnya banyak, tetapi luar jawa juga memiliki kesempatan.
"Sehingga siapa yang sukses disana maka punya kesempatan memimpin Indonesia. Namun, lagi-lagi, siapkah kita berkompetisi dengan sebaik mungkin dalam sistem yang terbuka ini, yang liberal ini sebelum dikunci oleh para oligarki," bebernya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang Profesor M Sirozi mengungkapkan, Pemilu 2024 didominasi oleh generasi Z dan generasi milenial yang dibesarkan pada era digital.
Menurutnya, pemilih pemula memiliki satu karakter dan selera politik berbeda. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melihat secara kuantitatif.
"Karena suara ini sangat penting. Kalau saya baca, data dari statistik generasi Z itu merepresentasikan 28 persen dari penduduk kita dan generasi milenial itu merepresentasikan 24 persen, sehingga kalau dikombinasikan merepresentasikan hampir 58 persen dari penduduk kita, atau hampir 144 juta," jelasnya.
Dengan demikian, sebut Raden, generasi Z dan milenial merupakan kelompok penting yang harus diperhatikan calon presiden dan calon wakil presiden.
Ia juga mengingatkan calon pemimpin untuk mewaspadai sikap generasi Z dan milenial yang realistis, sehingga sulit diimingi-imingi janji palsu atau gombalan politik tertentu.
"Jadi tidak bisa dibohongi, karena mereka ini cari info terus, mereka punya informasi dan mereka sangat Intens berkomunikasi Jadi mereka selalu verifikasi. Kedua, mereka ini sangat independen mereka ini disebut dengan generasi yang tidak mau terlalu diatur-atur. Sehingga capres cawapres jangan coba-coba dengan mendikte dan menggurui yang membuat mereka tidak suka, "ujarnya.
Selain itu generasi Z dan milenial ini sangat terbuka, sehingga diperlukan gagasan, ide dan terobosan baru yang tidak konvensional yang memberikan perspektif baru untuk masa depan Indonesia.
"Kita ini kan hidup di era global karena kita penduduk kita ini masih lokal. Anak muda sekarang itu mereka tidak ingin hanya jadi warga lokal, mereka ingin menjadi warga internasional dan ini tidak mudah,” tutur Raden.