Berita Terkini Nasional

Pengamat Nilai Mahasiswa UI Tewas Kecelakaan Dijadikan Tersangka Berlawanan dengan Hukum

Bambang Rukminto menilai penetapan tersangka kepada orang yang sudah meninggal (mahasiswa UI) berlawanan dari kacamata hukum.

Editor: Indra Simanjuntak
Tribunnews.com/Istimewa
Pengamat Kepolisian sekaligus peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto. Pengamat menilai bahwa penetapan tersangka kepada orang yang sudah meninggal berlawanan dari kaca mata hukum, orang meninggal bebas tuntutan hukum. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Penetapan tersangka mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang menjadi korban kecelakaan hingga tewas, Muhammad Hasya Attalah Syaputra (17), jadi sorotan publik.

Diketahui, kecelakaan yang dialami mahasiswa UI tersebut terjadi pada 6 Oktober 2022 di Jagakarsa, Jakarta Selatan menjadi viral gegara Muhammad Hasya Atallah Saputra yang tewas dijadikan tersangka.

Ibunda mahasiswa Universitas Indonesia atau UI, Dwi Syafiera Putri A, tak sudi hingga menangis di depan pejabat polisi, setelah anaknya tewas dalam kecelakaan namun ditetapkan sebagai tersangka.

Pengamat Kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, memberikan tanggapan terkait penetapan tersangka mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang menjadi korban kecelakaan hingga tewas.

Hasya Atallah tewas diduga ditabrak purnawirawan polisi, AKBP (Purn) Eko Setia Budi Wahono, di Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 lalu.

Baca juga: Keluarga Mahasiswa UI Kecewa, Anaknya sudah Tewas Namun Dijadikan Tersangka

Baca juga: Kronologi Mahasiswa UI Tewas Ditabrak Mobil Pensiunan Polisi Malah Jadi Tersangka

Bambang Rukminto menilai penetapan tersangka kepada orang yang sudah meninggal berlawanan dari kacamata hukum.

Lantaran, jika dilihat dari segi hukum, orang yang sudah meninggal bebas dari segala tuntutan hukum.

"Tidak memiliki empati pada korban. Dan secara hukum, orang yang meninggal tentu sudah bebas dari tuntutan hukum."

"Menjadi semakin ironis lagi bahwa yang ditersangkakan kepolisian adalah korban yang sudah meninggal," jelasnya, Sabtu (28/1/2023).

Selain itu, Bambang juga menyampaikan pemeriksaan kasus Hasya tersebut harus dilakukan oleh Wasidik hingga Propam Polri karena ada kejanggalan pada proses hukum yang menjadi pertanyaan publik.

"Hal itu tentu memicu kejanggalan pada proses hukum yang dilakukan penegak hukum dalam hal ini kepolisian, yang memunculkan pertanyaan publik," ungkapnya.

"Tetapi, kasus seperti ini lagi-lagi bukan yang pertama, dan hal seperti itu jamak dilakukan polisi," sambungnya.

Penetapan Tersangka Didasari Relasi Kuasa

Bambang menyampaikan penetapan status korban Hasya sebagai tersangka didasari relasi kuasa yang ada.

Jabatan kepolisian yang pernah disandang AKBP (Purn) Eko, kata Bambang, bisa menjadi dasar untuk menutupi pelanggaran hukum.

"Kalau dalam kasus ini tentu bukan cuan, tetapi relasi kuasa, relasi senior-junior atau penyimpangan korsa. Saling menutupi pelanggaran hukum antar personel itu masih terus terjadi," kata Bambang.

"Modusnya tentu jual beli pasal, mengubah korban jadi tersangka, terduga menjadi korban, dengan menghilangkan barang bukti, mengintimidasi saksi, dan alasan TKP sudah rusak," jelasnya.

Oleh karena itu, Bambang menyarankan kepada keluarga Hasya untuk kembali menempuh praperadilan jika masih tidak terima dengan penyidikan pihak kepolisian.

"Dalam kasus ini, ahli waris tidak terima pada penyidikan yang dilakukan polisi, polisi harus tetap memproses laporan model B dari ahli waris korban."

"Polisi cukup bertindak sebagai penyidik saja, biar pengadilan yang memutuskan siapa yang bersalah," ucapnya.

"Sehingga polisi tidak disalahkan. Terduga juga masih bisa melakukan praperadilan," sambungnya.

Kasus Dihentikan

Sebelumnya, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman, mengatakan saat ini kasus Hasya sudah dihentikan karena korban sudah meninggal.

Hal tersebut dilakukan karena kasus Hasya itu tidak mendapatkan kepastian hukum.

"Kami menghentikan penyidikan ini karena setelah dari proses penyelidikan penyidikan sampai dengan gelar perkara sampai dengan giat sketch TKP ini ya karena kelalaiannya dia sendiri mengakibatkan nyawanya dia sendiri."

"Kami hentikan proses penyidikan untuk memberikan kepastian hukum," jelasnya, Jumat (27/1/2023).

Alasan AKBP (Purn) Eko Tidak Jadi Tersangka

Pensiunan Polri, AKBP (Purn) Eko, tak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan Hasya.

Baca juga: Mahasiswa UI Meninggal Kecelakaan Jadi Tersangka, Disebut Kasus Sambo Jilid 2

Sebelumnya, AKBP (Purn) Eko hanya dikenakan wajib lapor setiap satu pekan sekali.

Kombes Pol Latif Usman mengungkapkan alasan AKBP (Purn) Eko tak menjadi tersangka.

Pada saat kejadian, ujar Latif, Eko berada di jalur yang benar.

"Karena hak utama jalan (milik) Pak Eko. Jadi dia (Eko) tidak merampas hak jalan orang lain. Karena berada di lajurnya dan jalannya seusai ukurannya, berada di hak utama jalannya," kata Latif Usman.

Berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik, maka Eko tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka.

"Pak Eko ini berdasarkan keterangan saksi tak bisa dijadikan sebagai tersangka," ujarnya

Dalam hal ini, Hasya lah yang dianggap lalai berekndara hingga menyebabkan nyawanya melayang.

"Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," ucapnya.

Sebagai informasi, Hasya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan pada 6 Oktober 2022 lalu, karena dianggap lalai.

"Kenapa dijadikan tersangka? Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri. Karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," kata Latief, dikutip dari Wartakotalive.com.

"Karena kelalaiannya korban dalam mengendarai sepeda motor hingga nyawanya hilang sendiri. Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri, bukan kelalaian Pak Eko," imbuhnya .

Selain itu, Latif juga mengungkapkan Hasya sendiri kurang hati-hati karena mengendarai motor dengan kecepatan kurang lebih 60 kilometer per jam.

Hal tersebut, kata Latif, yang menyebabkan Hasya mengerem mendadak saat kendaraan di depannya hendak belok ke kanan.

"Sehingga tergelincir dia (Hasya). ini keterangan dari si temannya (Hasya). Temannya sendiri melihat dia tergelincir sendiri. Nah Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat," ujar Latif.

"Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero. Sehingga terjadilah kecelakaan," sambungnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

(Tribunlampung.co.id)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved