Berita Lampung

3 Saksi Dihadirkan dalam Sidang Lanjutan Korupsi Retribusi Sampah DLH Bandar Lampung

Diketahui, perkara dugaan korupsi retribusi sampah ini sendiri telah menyeret tiga orang terdakwa yang merupakan mantan pejabat DLH Bandar Lampung.

Penulis: Hurri Agusto | Editor: Indra Simanjuntak
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
Suasana persidangan dugaan korupsi retribusi sampah DLH Bandar Lampung di PN Tanjung Karang, Rabu (14/6/2023). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi retribusi sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung, Kamis (8/6/2023).

Diketahui, perkara dugaan korupsi retribusi sampah ini sendiri telah menyeret tiga orang terdakwa yang merupakan mantan pejabat DLH Bandar Lampung.

Adapun ketiga terdakwa yang dimaksud yakni mantan kepala DLH Bandar Lampung Sahriwansah, Kepala Bidang Tata Lingkungan, Haris Fadilah, dan Pembantu Bendahara Penerima, Hayati.

Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis Hakim Lingga Setiawan dengan agenda pembuktian kali ini menghadirkan tiga orang saksi.

Ketiga saksi yang dimaksud yakni, Karim (ASN DLH penagih retribusi) Hendri Candra (ASN penagih retribusi DLH) Joko Kurniawan (honorer DLH penagih retribusi).

Dalam sidang tersebut, ketiga saksi mengatakan pernah dikumpulkan oleh terdakwa Sahriwansah dalam suatu pertemuan pada januari 2019.

Dalam rapat tersebut, saksi Joko mengungkap bahwa  Sahriwansah sebagai Kepala DLH saat itu pernah memberi arahan bahwa dia merupakan pemilik lahan retribusi sampah di Bandar Lampung.

"Di rapat itu pak Kadis bilang kalau dia adalah pemilik ladang, dan para penagih adalah petaninya yang petik hasil," ungkap saksi Karim.

Karim menjelaskan, setiap petugas penagih retribusi dipatok terget berbeda-beda setiap orang.

"Kalau saya dikasih target itu Rp 64,6 juta," ujarnya.

Namun kata Karim, uang target retribusi sampah tersebut dibagi menjadi dua setoran, yakni setoran resmi dan tidak resmi.

"Setoran resmi untuk PAD (pendapatan asli daerah) itu Rp 41 juta 600 ribu perbulan," ujar Karim

"Kalau yang enggak resmi itu saya setor ke Hayati Rp 12 juta, ke pak Haris Rp 10 juta dan uang komando Rp 1 juta," jawab saksi Karim.

Lalu Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan menayakan kepada saksi terkait siapa perintah setoran tidak resmi tersebut?

"Itu yang bilang ke saya bu Hayati, katanya pernah diperintah pak Kadis (Sahriwansah)," jawab saksi Karim.

Lalu majelis hakim lanjut bertanya sejak kapan setoran tidak resmi itu serta uang itu dibawa kemana.

"Sejak pak Sahriwansah jadi kepala Dinas, sebelumnya tidak ada,"

"Saya tidak tahu Yang Mulia uang itu kemana saja," jawab saksi Karim.

Lingga bertanya kembali kepada saksi perihal bedanya setoran resmi dan tidak resmi.

"Kalau resmi ada bukti tanda serah terima Yang Mulia, kalau tak resmi tidak ada," ujar Karim

"Yang enggak resmi itu saya sehkan ke Bu Hayati di ruangan kerjanya setiap bulan, itu enggak ada bukti tanda terimanya," imbuhnya.

Hakim Lingga pun bertanya ke saksi Karim, kenapa mau melakukan hal tersebut dan apakah mendapatkan bagian atau tekanan?

"Saya terpaksa Yang Mulia karena dapat tekanan, nanti diberhentikan jadi penagih," ucapnya.

( Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto )

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved