Berita Lampung

Thrifting Tak Ganggu Produk Lokal,  Larangan Menkeu Purbaya Ancam Lapangan Kerja  

Penjual pakaian bekas atau thrifting mengaku kebijakan Menkeu Purbaya bisa membuat para pelaku usaha pakaian bekas khawatir akan gulung tikar.

Editor: soni yuntavia
Tribun Lampung / Bayu Saputra
KEBERATAN - Veni, owner Naem Thrift Shop di Jalan Kayu Manis, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung, Selasa (4/11/2025). Penjual pakaian bekas atau thrifting di Bandar Lampung mengaku keberatan dengan kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya yang melarang penjualan pakaian bekas impor. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Penjual pakaian bekas atau thrifting di Bandar Lampung mengaku keberatan dengan kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang melarang penjualan pakaian bekas impor.

Owner Naem Thrift Shop, Veni (23), menyampaikan, kebijakan tersebut membuat para pelaku usaha pakaian bekas khawatir akan gulung tikar.

“Saya dengan kebijakan Menkeu Purbaya tersebut keberatan. Jujur, membuat khawatir para pedagang akan gulung tikar.  Pakaian thrifting ini tidak merusak harga pasaran produk lokal,” ujar Veni, saat diwawancarai Tribun Lampung di tokonya di Jalan Kayu Manis, Kelurahan Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Kota Bandar Lampung, Selasa (4/11).

Menurut Veni, harga jual pakaian bekas dinilai tidak mempengaruhi pasar produk lokal. Justru, keberadaan toko thrift seperti miliknya membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.

“Kalau ditutup, otomatis lapangan kerja berkurang,” tambahnya.

Veni menjelaskan, pasokan pakaian bekas masih lancar hingga saat ini.

Namun, harga barang dari pemasok terus mengalami kenaikan, sementara harga jual ke konsumen belum bisa dinaikkan karena menyesuaikan daya beli masyarakat.

“Pakaian bekas tak mungkin dijual dengan harga tinggi. Barang masih bisa didapatkan seperti biasa, tapi harga dari pemasok naik,” ujarnya.

Ia mengaku mendapat pasokan pakaian dari Bandung, dengan pembelian minimal satu bal seberat 100 kilogram.

Persediaan barang bahkan telah disiapkan hingga Lebaran mendatang.

Meski begitu, Veni mengungkapkan omzet penjualannya menurun cukup signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Sekarang pendapatan masyarakat juga menurun. Kalau kebijakan pemerintah ini diterapkan, dampaknya bisa makin terasa bagi kami,” katanya.

Veni juga bercerita, pada tahun-tahun sebelumnya toko thrift miliknya selalu ramai hingga menyebabkan kemacetan di depan tokonya.

Kini, kondisi berbalik. “Kadang toko dijaga seharian tidak ada pembelinya. Mau belajar jualan online juga, tapi belum dilakukan,” ujarnya sambil tersenyum.

Menurutnya, pembeli pakaian thrift kebanyakan berasal dari kalangan anak muda yang mencari barang bermerek dengan harga terjangkau.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved