Berita Terkini Nasional

Kepala Perpustakaan UIN Jadi Dalang Peredaran Uang Palsu, Terancam Bui Seumur Hidup

Dosen Dr Andi Ibrahim diduga menjadi otak di balik peredaran uang palsu senilai Rp 2 miliar di Gowa, Wajo Sulawesi Selatan, dan Mamuju Sulbar.

Kolase Tribun-timur.com
Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim resmi dipecat oleh rektor, Hamdan Juhanis setelah ditetapkan menjadi tersangka peredaran uang palsu. Selain itu, dia juga terancam dihukum penjara seumur hidup. Dosen Dr Andi Ibrahim diduga menjadi otak di balik peredaran uang palsu senilai Rp 2 miliar yang telah beredar di Gowa, Wajo Sulawesi Selatan, dan Mamuju Sulbar. 

"Saya hadir di sini selaku Rektor UIN Alauddin sebagai bukti nyata dukungan kami kepada polisi untuk mengungkap kasus ini sampai ke akar-akarnya."

"Selaku pimpinan tertinggi di UIN Alauddin, saya marah, saya malu, saya tertampar. Setengah mati kami membangun kampus dan reputasi bersama pimpinan, dengan sekejap dihancurkan," tegasnya.

Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup

Pada kesempatan yang sama, Kapolda Sulsel, Irjen Yudhiawan Wibisono mengatakan ada 17 tersangka yang sudah ditetapkan, termasuk Andi Ibrahim.

Setelah kita lakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, ada enam saksi. Tersangka kita tangkap ada 17 orang. Ini masih bisa bertambah," jelasnya.

Andi Ibrahim dkk pun dijerat dengan Pasal 36 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan Pasal 37 ayat 1 dan 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.

"Ancaman pidana paling lama 10 tahun (penjara) hingga seumur hidup," kata Yudhiawan.

3 Peran Andi Ibrahim

Pada kasus ini, setidaknya ada tiga peran Andi Ibrahim dalam peredaran uang palsu tersebut.

Pertama, dialah yang menyediakan tempat untuk meletakkan mesin pencetak uang palsu itu di Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin Makassar di Kabupaten Gowa.

Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak menuturkan mulanya pembuatan uang palsu ini dilakukan dalam skala kecil dan menggunakan mesin cetak yang juga lebih kecil.

Kegiatan tersebut, sambungnya, dilakukan di rumah salah satu tersangka berinisial AS di Makassar.

Namun, Reonald menuturkan sindikat ini lalu membeli mesin cetak yang lebih besar karena dirasa perlu untuk mencetak uang palsu lebih banyak.

Adapun harga mesin cetak tersebut mencapai Rp 600 juta.

"Awal pertama kan pembuatan uang palsu ini kan di salah satu rumah atas nama AS, itu di Jalan Sunuk Makassar," katanya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved