Harga Singkong Anjlok di Lampung

Singkong Petani di Lampung Terancam Busuk Imbas Pabrik Tapioka Tutup

Sejumlah petani singkong di Lampung Tengah kini tengah dihadapkan dengan kekhawatiran hasil panen mereka mengalami kebusukan lantaran tak terjual.

Tribunlampung.co.id/M Rangga Yusuf
Petani singkong di Mesuji menunjukkan hasil panennya. | Sejumlah petani singkong di Lampung Tengah kini tengah dihadapkan dengan kekhawatiran hasil panen mereka mengalami kebusukan lantaran tak terjual. Hal tersebut lantaran sejumlah pabrik tapioka menutup operasionalnya dan menyetop pembelian singkong dari petani lokal. 

Menurut data FAO, Indonesia menempati urutan kelima sebagai produsen singkong terbesar di dunia, dengan produksi singkong sebanyak 18,3 juta ton.

Urutan teratas adalah Nigeria dengan 60 juta ton, disusul Kongo (41,01 juta ton), serta Thailand dan Ghana masing-masing 28,9 juta ton dan 21,8 juta ton.

Sementara itu, konsumsi tapioka Indonesia saat ini sebanyak 5 juta ton dengan produksi nasional baru mencapai 4 juta ton. Kurangnya 1 juta ton diimpor dari Thailand dan Vietnam.

Di Indonesia, sentra produksi singkong tersebar di 13 provinsi. Lima besar di antaranya adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta.

Lampung sebagai pemasok 35 persen produksi nasional terus menunjukkan peningkatan produksi dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2023, produksi singkong Lampung mencapai 7,1 juta ton dari lahan seluas 243 ribu hektare.

Pada tahun 2024 ini diprediksi produksi singkong di Lampung meningkat menjadi 7,5 juta ton dengan luas lahan panen 254 ribu hektare.

Di Lampung, kata dia, harga singkong di tingkat petani cenderung berfluktuatif mengikuti pola panen.

Ketika luas panen menurun, harga cenderung lebih tinggi dibandingkan saat luas panen meningkat.

Biasanya harga singkong mengalami kenaikan pada Februari-Juli, di mana pada bulan tersebut luas panen lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya.

Puncak panen terjadi mulai September hingga Desember dengan harga singkong yang terus menurun dari bulan sebelumnya.

Saat ini harga singkong di Provinsi Lampung sangat rendah. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara DPRD Lampung dengan pengusaha singkong di Lampung.

Masalahnya adalah produksi berlebih dan rendahnya mutu singkong, varietas singkong yang tidak disukai pabrikan, banyak tanah tertinggal di umbi, bonggol umbi masih banyak, dan lama pengangkutan ke pabrik.

"Menanam singkong di Lampung dalam 1 hektare membutuhkan dana Rp 8 juta-Rp 10 juta sampai siap panen selama hampir 10 bulan dengan produksi rata-rata 25 ton per hektare. Kemudian biaya panen dan angkut Rp 150 x 25 ton yakni sebesar Rp 3.750.000,” beber dia.

Harga singkong saat ini berkisar Rp 1.000 per kg dengan potongan 25 persen. Artinya, hasil yang didapat petani 18,75 ton x Rp 1.000 sebesar Rp 18,75 juta.

"Hasil ini bila dikurangi dengan biaya pengeluaran, maka petani hanya akan mendapatkan Rp 5 juta. Dan tentunya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar selama 1 tahun. Jadi wajar saja bila anggota DPRD Lampung meminta pengusaha untuk menaikkan harga singkong mencapai Rp 1.500 dengan potongan 15 persen," jelas dia.

"Dengan begitu, petani akan mendapatkan sekitar Rp 18 juta setelah dikurangi pengeluaran. Meski begitu, harga tersebut masih rendah," tuturnya. 

(Tribunlampung.co.id/Fajar Ihwani Sidik)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved