Mahasiswa FEB Unila Meninggal

Cerita Mahasiswa FEB Unila Disiksa Kakak Tingkat Saat Ikuti Diksar Mahepel

Cerita seorang mahasiswa FEB Universitas Lampung mengaku disiksa saat ikuti kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi kemahasiswaan Mahepel.

Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra
KORBAN DIKSAR: Korban Diksar Mahepel FEB Unila, Muhammad Arnando Al Faaris saat diwawancarai Tribun Lampung di gedung KONI Lampung, Kamis (29/5/2025). Faaris menceritakan kronologi penyiksaan yang dialaminya serta sejumlah rekannya termasuk Pratama, yang meninggal dunia. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Cerita seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung ( Unila ), mengaku disiksa saat ikuti kegiatan pendidikan dasar (diksar) organisasi kemahasiswaan Mahasiswa Ekonomi Pencinta Lingkungan (Mahepel).

Bahkan, akibat penyiksaan yang diduga dilakukan kakak tingkat itu membuat seorang mahasiswa bernama Pratama Wijaya Kusuma dari jurusan Bisnis Digital, tewas.

Diketahui, kegiatan diksar Mahepel FEB Unila itu berlangsung pada 11-14 November 2024.

Setelah mendapat perawatan, Pratama akhirnya meninggal dunia pada 28 April 2025.

Seorang mahasiswa FEB yang juga menjadi peserta diksar Mahepel, Muhammad Arnando Al Faaris, menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya selama mengikuti kegiatan diksar Mahepel tersebut.

Faaris yang juga rekan korban mengakui, telah terjadinya penyiksaan terhadap dirinya, serta sejumlah rekannya termasuk Pratama, yang meninggal dunia.

"Saya berusaha melaporkan kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh kakak tingkat di Mahepel."

"Saya sendiri mengalami dan saya mengharapkan ada keadilan, tapi malah saya mendapatkan tekanan," kata Muhammad Arnando Al Faaris saat diwawancarai di depan kantor KONI Lampung, Kamis (29/5/2025). 

Ia mengatakan, dirinya malah dicap oleh kakak tingkat dan kampus sebagai pembuat masalah.

"Saya meminta bantuan kepada mereka, tapi mereka tidak mau membantunya," ujar Faaris. 

Dia juga diperintahkan menandatangani suatu surat agar cerita ke siapapun dan kekerasan diksar tertulis hanya sebagai sukarela. 

"Saya tidak ikhlas dengan apa yang terjadi. Saya kecewa dengan sikap kampus, makanya saya keluar Unila," kata Faaris.

Faaris menceritakan awal mula ia mendapatkan penyiksaan tersebut. Berawal saat ia dan 5 rekannya tiba di Desa Talang Mulya, Kabupaten Pesawaran.

Pada 11 November 2024 itu, ia berkumpul pukul 10.00 WIB di Unila dengan membawa tas yang berat. 

Peserta diksar berjumlah 6 orang yakni dirinya, bersama Pratama Wijaya Kesuma (S1 Bisnis Digital), Sukril Kamal (S1 Ekonomi Pembangunan). 

Kemudian Audra Raja Pratama (S1 Ekonomi Pembangunan), Baginda Sae Winsang (S1 Manajemen), dan Julio Rangga Balista (S1 Manajemen).

"Kami dikumpulkan di Desa Talang Mulya, HP dan dompet dikumpulkan. Mulai kegiatan harus menyelesaikan dengan datang berenam dan pulang berenam," kata Faaris. 

Menurutnya. peserta diksar melakukan perjalanan sampai 15 jam lamanya dengan berjalan kaki mendaki, membawa tas, dan minim istirahat. 

Akibatnya peserta tidak kuat dan mulai muntah dan kaki lemah. 

"Tidak bisa pulang duluan atau istrahat panjang, istirahat hanya saja 5-30 menit. Jadi dalam perjalanan, teman saya kakinya sudah tidak kuat lagi karena membawa tas gunung yang berat. Bukannya beban dikurangi tapi malah kasih tongkat untuk berjalan," kata Faaris. 

Ia mengatakan, meskipun kaki gemetaran dan susah berdiri, mereka memaksakan diri sampai ke tujuan. 

"Kalau kami salah disuruh push up dengan 8 seri hukuman, 1 seri 25 kali push up dan itu kami harus melakukannya. Padahal 6 orang ini fisiknya berbeda-beda," imbuhnya. 

Faaris mengatakan, korban Pratama memiliki fisik yang lemah diantara peserta lainnya. 

Pada hari pertama saat melepas sepatu, kata Faaris, sudah terlihat kaki Pratama luka dan saat menurunkan tas gunung yang digendong, terlihat merah di bagian punggungnya. 

"Kami juga harus bangun tenda dengan kayu ranting, kalau tidak hafal yel-yel akan dihukum push up lagi," tambahnya. 

Menurutnya, panitia diksar selalu menyalahkan dirinya sebagai pemimpin karena tidak becus memimpin rombongan hingga ditampar semua peserta. 

Ia mengaku, pada suatu malam mereka dihukum seperti ditampar hingga 34 seri push up. 

"Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan," tutur Faaris. 

Malam-malam selanjutnya ia dan lima temannya mengalami kekerasan. 

"Saya tidak kuliah lagi di Unila dan sekarang berusaha cari kuliah lagi, kalau saya di sana tetap nilai dikendalikan dosen. Saya masuk Unila melalui jalur tes tertulis SBMPTN, saya sudah lepas dari Unila merasa bebas," tambahnya.

Ia mengatakan, dirinya berharap ke depan kejadian yang ia alami tidak terulang.

"Karena masalah ini pengkaderan menggantikan kekerasan fisik dan seharusnya tidak ada lagi. Tetapi alumni selalu ikut, diharapkan Mahepel dibekukan," pungkas Faaris.

Baca juga: Mahasiswa FEB Unila Meninggal Seusai Diksar, Ibunda Beri Pesan Menyentuh di TikTok

( TRIBUNLAMPUNG.CO.ID / BAYU SAPUTRA )

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved