Mahasiswa FEB Unila Meninggal

Rekan Mahasiswa FEB Unila yang Meninggal Dunia Usai Ikut Diksar Akui Alami Kekerasan

Salah seorang peserta diksar Mahepel FEB Unila, Muhammad Arnando Al Faaris yang merupakan rekan korban mengakui bahwa telah terjadinya penyiksaan

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Teguh Prasetyo
tribunlampung/bayu saputra
KORBAN DIKSAR - Korban Diksar Mahepel FEB Unila, Muhammad Arnando Al Faaris saat diwawancarai Tribun Lampung di gedung KONI Lampung, Kamis (29/5/2025). 

"Tidak bisa pulang duluan atau istrahat panjang, istirahat hanya saja 5-30 menit. Jadi dalam perjalanan, teman saya kakinya sudah tidak kuat lagi karena membawa tas gunung yang berat. Bukannya beban dikurangi tapi malah kasih tongkat untuk berjalan," kata Faaris. 

Ia mengatakan, meskipun kaki gemetaran dan susah berdiri, mereka memaksakan diri sampai ke tujuan. 

"Kalau kami salah disuruh push up dengan 8 seri hukuman, 1 seri 25 kali push up dan itu kami harus melakukannya. Padahal 6 orang ini fisiknya berbeda-beda," imbuhnya. 

Faaris mengatakan, korban Pratama memiliki fisik yang lemah diantara peserta lainnya. 

Pada hari pertama saat melepas sepatu, kata Faaris, sudah terlihat kaki Pratama luka dan saat menurunkan tas gunung yang digendong, terlihat merah di bagian punggungnya. 

"Kami juga harus bangun tenda dengan kayu ranting, kalau tidak hafal yel-yel akan dihukum push up lagi," tambahnya. 

Menurutnya, panitia diksar selalu menyalahkan dirinya sebagai pemimpin karena tidak becus memimpin rombongan hingga ditampar semua peserta. 

Ia mengaku, pada suatu malam mereka dihukum seperti ditampar hingga 34 seri push up. 

"Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan," tutur Faaris. 

Malam-malam selanjutnya ia dan lima temannya mengalami kekerasan. 

"Saya tidak kuliah lagi di Unila dan sekarang berusaha cari kuliah lagi, kalau saya di sana tetap nilai dikendalikan dosen. Saya masuk Unila melalui jalur tes tertulis SBMPTN, saya sudah lepas dari Unila merasa bebas," tambahnya.

Ia mengatakan, dirinya berharap ke depan kejadian yang ia alami tidak terulang.

"Karena masalah ini pengkaderan menggantikan kekerasan fisik dan seharusnya tidak ada lagi. Tetapi alumni selalu ikut, diharapkan Mahepel dibekukan," pungkas Faaris.

(Tribunlampung.co.id/Bayu Saputra) 

 

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved